Pemerintah Harus Prioritaskan Revisi UU SJSN

Jakarta - Pemerintah diimbau untuk memprioritaskan revisi Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebelum mengkaji kembali peraturan terkait pencairan jaminan hari tua (JHT), yang sempat ditentang oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Sebelum merevisi PP JHT tersebut, pemerintah harus terlebih dahulu merevisi UU SJSN nya supaya ada cantolan hukum bagi PP JHT yang akan memperbolehkan pekerja yang ter-PHK mencairkan JHT secara keseluruhan," ujar Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, kepada Rimanews, Sabtu (25/07/2015). 

Timboel kemudian mengusulkan beberapa revisi tentang isi PP JHT saat ini. Salah satunya,  Pasal 4 ayat 2, harus memasukkan tentang ketentuan Pekerja Penerima Upah (PPU) untuk lembaga sosial keagamaan atau yayasan. 
"PP JHT harus patuh pada ketentuan UU Ketenagakerjaan untuk mendefinisikan siapa peserta JHT dari unsur PPU," tegas Timboel.

Selanjutnya, imbuh Timboel, Pasal 22 tentang denda 2% yang di PP dinyatakan sebagai dana jaminan sosial (DJS). 

"Saya minta denda itu diakumulasi ke dana JHT pekerja, bukan jadi DJS. Kenapa? Karena dengan keterlambatan berarti mengurangi imbal hasil yang harusnya diterima Pekerja. Nah denda tersebut harus dijadikan pengganti kerugian," tutur Timboel.

Pasal 26 ayat 1d, kata Timboel, harus ada syarat minimal kepesertaan bagi TKA yang mau ambil JHT nya, minimal 3 tahun.

"Pasal 16 tentang iuran, seharusnya iuran JHT jadi 7% dengan perincian iuran dari pemberi kerja 4% dan pekerja 3%. Selama ini iuran 5,7% relatif rendah dan tidak optimal mendukung tabung pekerja di JHT," tukas Timboel.

Imbal hasil JHT, imbau Timboel, harus lebih besar dari rata rata deposito 10 bank besar, jangan hanya berpatokan bank2 pemerintah. "Bila hanya mengacu pada rata2 deposito bank pemerintah maka akan relatif kecil," pungkas Timboel.

sumber: rimanews

Berita Tekait

Policy Paper