BPJS Kesehatan Haram, ISNU: Fatwa MUI Tak Perlu Ditaati

http://sultra.kemenag.go.id/file/fotoberita/116862.jpg

Surabaya: Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur menuding MUI tidak menimbang dan mengkaji secara matang saat mengeluarkan fatwa haram terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. MUI hanya mendasarkan pada aspek fiqih semata.

Wakil Ketua ISNU Jawa Timur Ahmad Zainun Hamdi menilai fatwa MUI tidak perlu ditaati oleh masyarakat. "Fatwa MUI enggak harus ditaati. Kalau mau ditaati monggo (silahkan) kalau tidak juga tidak apa-apa dan tidak ada konsekuensi hukumnya," ujar pria yang akrab disapa Inung saat dikomfirmasi di Surabaya, Kamis (30/7/2015).

Seyogyanya, kata Inung, MUI melihat dari sisi manfaat dan mudaratnya. Apalagi ini kajian kaidah fiqih. Fiqih dalam Islam sangat beragam, sehingga harus lebih banyak dilakukan kajian. Jangan tiba-tiba mengeluarkan fatwa haram.

"Orang-orang yang ada di komisi fatwa lebih banyak konservatif, bukan progresif. Makanya enggak heran jika keputusan-keputusan fatwa yang dikeluarkan banyak yang aneh-aneh," katanya.

Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini menjelaskan, keputusan MUI soal BPJS Kesehatan sama halnya fatwa haram terhadap bank konvensional. Dan yang dianggap halal hanya bank syariah. Hal ini mengacu perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait bunga bank yang dianggap sebagai riba.

Adanya BPJS Kesehatan, kata Inung, sangat bermanfaat bagi masyarakat. Munculnya fatwa haram jangan sampai membuat pemerintah mencabut program BPJS Kesehatan yang justru merugikan masyarakat.

"Saya enggak bisa bayangin bagaimana masyarakat tanpa BPJS. Mereka masyarakat tidak mampu tentu tidak ada jaminan kesehatan, dan pasti hancur-hancuran," paparnya.

Inung menjelaskan, BPJS adalah upaya negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia pada aspek kesehatan. "MUI bukan lembaga negara yang keputusannya harus ditaati sebagai hukum positif Negara Indonesia. Apabila mau ditaati silahkan, bila tidak mau juga tidak apa-apa," tegas dia

sumber: Metrotvnews.com

Berita Tekait

Policy Paper