Bentuk Panja BPJS Kesehatan, DPR Targetkan Regulasi Baru

Bentuk Panja BPJS Kesehatan, DPR Targetkan Regulasi Baru

Jakarta - Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan telah membentuk panitia kerja (panja) untuk mengurus permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anggota Komisi IX DPR Siti Masrifah berharap panja dapat menghasilkan regulasi baru yang mengatur sejumlah persoalan di lapangan.

"Panja sudah terbentuk dan masing-masing fraksi memberikan dua nama. Arahnya untuk menyelesaikan beberapa persoalan yang ada di masyarakat seperti aktivasi, fasilitas kesehatan, INA CBGs yang pelayanan sakitnya dibatasi, e-catalogue obat, dan lainnya," ujar Siti usai mengisi diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, Minggu (9/8).

Untuk masalah aktivasi, Siti menjelaskan, temuannya di lapangan menunjukkan masyarakat kerap kali gagal berobat lantaran kartu BPJS Kesehatan miliknya belum aktif selama beberapa waktu. "Ada yang satu minggu bahkan sebulan tapi belum aktif," katanya.

Padahal, menurutnya, penyakit bisa menyerang seseorang kapan pun dan tak mengenal waktu. Untuk itu, tim panja akan mengkaji sejumlah regulasi dan praktik di lapangan.

Permasalahan lain adalah minimnya fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah melalui rumah sakit untuk para pasien. Merujuk data BPJS Kesehatan, besaran kapitasi yang saat ini ditetapkan terhadap fasilitas kesehatan primer adalah antara Rp 3 ribu hingga Rp 10 ribu untuk tiap jiwa per bulannya.

Untuk pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), besaran kapitasnya adalah antara Rp 3 ribu hingga Rp 6 ribu. Sementara untuk dokter praktik perorangan adalah Rp 8 ribu per jiwa. Adapun, klinik dengan fasilitas dokter gigi adalah sebesar Rp 10 ribu.

"Dalam BPJS Kesehatan, hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara paripurna dan komprehensif," katanya.

Beberapa kali juga ditemukan masalah panjangnya antrean dan minimnya waktu berobat. "Misal dokter memeriksa pasien harusnya komprehensif. Kalau BPJS bisa didiagnosis satu dulu, terus datang lagi kontrol untuk diagnosis kedua, kemudian kontrol lagi untuk ketiga," katanya. Dalam posisi tersebut, dokter tak banyak berkutik dengan dalih tak berani menyalahi aturan.

BPJS diakui juga memberikan pembatasan terhadap penyakit tertentu yang dapat ditangani oleh dokter. Daftar penyakit terangkum dalam daftar "Indonesia Case Based Groups" (INA-CBGs). Sejumlah penyakit dikelompokkan berdasarkan ciri klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan.

"Misalkan bisa tidak penyakit yang selain 155 dalam INA-CBGs itu bisa menggunakan BPJS?" katanya.

Lebih lanjut, DPR juga akan menggali permasalah alternatif obat yang kerap kehabisan lantaran rujukan serupa untuk seluruh pasien di Indonesia. "Obat kan jadi terbatas karena seluruh masyarakat Indonesia pakai itu, berarti harus ada alternatif," katanya.

CNN Indonesia pernah menemukan kasus tersebut di daerah Talawaan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Peserta BPJS bernama Wemintje Katuuk, mengidap beragam penyakit seperti hipertensi, kolesterol, dan asam urat. Saban harinya, perempuan berusia 69 tahun ini harus meminum dua butir obat untuk penyakit yang berbeda.

Tiap bulan, ia pun harus memeriksakan dirinya ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pada Mei 2015 lalu, Wemintje memeriksakan diri ke puskesmas di dekat tempatnya tinggal dan mendapati obat yang ingin dibeli ternyata habis. Nenek ini pun harus merogoh kocek sendiri untuk membeli obat.

Sementara itu, keluhan datang juga dari rumah sakit. Hingga Mei 1015, dari 2.396 rumah sakit yang ada di Indonesia, sekitar 1.739 rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dari total 1.739 rumah sakit tersebut, 600 di antaranya rumah sakit pemerintah.

"Keluhan dari rumah sakit, banyak pasien yang manja misalnya harusnya sudah bisa pulang, tapi tidak mau pulang karena nanti tidak ada yang rawat. ada juga yang menentukan sendiri untuk di-rontgen atau tidak," katanya.

Kini, panja tengah mengkaji rumusan regulasi baru untuk mengatasi persoalan tersebut. "Sifatnya melengkapi yang sebelumnya. Jadi harus mempelajari dulu Undang-Undang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, dan peraturan-peraturan lain yang sudah dibuat oleh menteri keuangan dan presiden," katanya.

Panja menargetkan satu masa persidangan selama 1,5 bulan akan rampung dengan produk rumusan regilasi. Jika ternyata tak kunjung rampung makan akan dibawa ke sidang selanjutnya.

sumber: CNN Indonesia

Berita Tekait

Policy Paper