Kemkes akan Terapkan Sistem Kapitasi dengan Pembobotan

Seminar sehat

PKMK - Kementerian Kesehatan (Kemkes) akan menerapkan sistem kapitasi dengan pembobotan dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan demikian, tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes) di wilayah minim penduduk mendapat penghasilan yang sepadan.

“Perbaikan sistem kapitasi dilakukan semata demi keadilan,” kata Sekjen Kemkes Untung Suseno Sutarjo dalam diskusi bertajuk “Dua Tahun Pelaksanaan Program JKN,” di Jakarta, Selasa (29/12).

Dijelaskan, sistem kapitasi adalah model pembayaran untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang dihitung berdasarkan jumlah orang yang ditanggung. Dalam wilayah yang padat penduduk, maka dana kapitasi yang diterima FKTP di wilayah itu menjadi besar.

“Yang jadi masalah, jika FKTP berada di wilayah sepi penduduk. Dana kapitasi dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi kecil, karena dananya dihitung per kepala,” tuturnya.

Ditambahkan, kondisi ini menimbulkan kecemburuan di kalangan dokter dan tenaga kesehatan. Mereka merasa ada ketidakadilan dalam sistem, yang mana upah di tiap daerah dipukul rata, meski beban pekerjaannya berbeda.

“Untuk itu, kami tengah melakukan evaluasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 59 terkait tarif pelayanan kesehatan," ujarnya.

Nantinya, lanjut Untung, sistem kapitasi akan dibuat dengan pembobotan untuk FKTP di tiap-tiap daerah. Artinya, meski dua faskes memiliki jumlah peserta yang sama, namun tarif kapitasi yang diterima mungkin berbeda,” katanya.

Sebelumnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mengeluhkan hal senada. Ketua IDI, Ilham Oetama Marsis melihat adanya ketidakadilan dalam sistem kapitasi menjadi salah satu pendorong terjadinya ketimpangan distribusi dokter di Indonesia.

“Jika dibayar rendah bagaimana dokter memberi makan keluarganya,” ucap Marsis menegaskan.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek dalam pidato pembukaannya menyebutkan, sejumlah regulasi dalam program JKN yang akan diperbaiki, seperti status kepesertaan bayi baru lahir, besaran iuran peserta, penanganan defisit JKN, kasus penipuan (fraud) oleh faskes.

“Meski banyak masalah, tak berarti program JKN gagal. Pelaksaannya belum sempurna saja,” tutur Nila.

Menkes berharap program JKN pada 2016 tak lagi mengalami defisit anggaran. Perlu dicarikan solusi agar defisit anggaran bisa ditekan seminimal mungkin.

“Bisa saja pemerintah menutup kerugian BPJS Kesehatan, tetapi harus dicarikan solusinya agar tak rugi terus,” ucap Nila. (TW)

Berita Tekait

Policy Paper