Wajib Investasi SBN, BPJS Siap Ikut Aturan OJK

http://img.bisnis.com/posts/2015/04/23/426411/ojk1.jpg

JAKARTA - Badan penyelenggaran jaminan sosial nasional menyatakan kesiapannya untuk menyesuaikan portofolio investasi, khususnya kepemilikan surat berharga negara, seperti akan diatur Otoritas Jasa Keuangan.

Riduan, Plt. Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan mengatakan pihaknya siap untuk mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan jika selaras dengan regulasi yang mengatur pengelolaan asetnya.

Dalam hal itu, jelas dia, kebijakan investasi BPJS Kesehatan diatur secara detail di Peraturan Pemerintah No.87/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, serta aturan perubahannya PP No.84/2015.

“Jika batasan minimal investasi pada surat utang negara diterapkan, kami akan ikuti,” ujarnya kepada Bisnisi pekan lalu.

Sebagai informasi, OJK pada bulan ini akan menerbitkan Peraturan OJK yang mewajibkan perusahaan di sejumlah bidang jasa keuangan non bank memiliki surat berharga negara (SBN) dalam portofolio investasi dengan batasan minimum tertentu.

BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, secara entitas juga diwajibkan mengalokasikan minimum 30% investasinya kepada SBN. Namun, dana jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan akan diberi kewajiban yang sama dengan batas minimum 50%.

Kewajiban itu, wajib dipenuhi dua badan penyelenggaran jaminan sosial ini paling lambat 31 Desember 2016.

Sementara itu, PP No.87/2013 mengamanatkan batasan investasi untuk sejumlah instrumen. Kecuali pada SBN dan surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, investasi BPJS Kesehatan tidak dikenakan batasan jumlah dan persentase.

Di sisi lain, Riduan mengatakan SBN juga cukup menarik dipilih sebagai instrumen investasi, misalnya jika dibandingkan dengan deposito. Apalagi, jelasnya, sebagai entitas pihaknya juga diharapkan dapat memaksimalkan dana investasi untuk menggenjot laba.

Keuntungan tersebut pun lebih lanjut dimanfaatkan untuk memperkuat struktur keuangan BPJS Kesehatan dan dana jaminan sosial (DJS). Dia mencontohkan laba bersih sekitar Rp1 triliun hasil pengelolaan dana badan pada 2014 dialokasikan 100% kepada DJS yang mengalami defisit.

“Dana badan layaklah profit orientid. Karena itu nanti menjadi bagian yang bisa dimanfaatkan untuk membiayai operasional badan,” kata dia.

Terpisah, Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Jeffry Hariyadi juga menegaskan kesiapan pihaknya untuk mengikuti ketentuan otoritas.

“Saya belum baca regulasinya, tetapi prinsip BPJS akan selalu melaksanakan aktivitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (21/1/2016).

Kebijakan investasi BPJS Ketenagakerjaan  termuat dalam Peraturan Pemerintah No.99/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, serta aturan perubahannya PP No.55/2015.

Tidak berbeda dengan BPJS Kesehatan, regulasi tersebut tidak memberikan batasan jumlah dan persentase bagi SBN dan surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia. Batasan investasi hanya diberikan kepada instrumen lainnya.

Adapun, OJK mencatat hingga November 2014 total dana investasi dari dua badan penyelenggara jaminan sosial dan DJS mencapai Rp209,44 triliun.

Instrumen SBN mendominasi hingga 39,66% portofolio invesati atau senilai Rp83,063 triliun. Dari jumlah itu, entitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan memiliki investasi SBN senilai Rp1,74 triliun.

Sedangkan selebihnya, Rp81,32 triliun, berasal dari DJS Ketenagakerjaan.

sumber: Bisnis.com

Berita Tekait

Policy Paper