Kasus bayi Debora: 'Banyak rumah sakit belum bekerja sama' dengan BPJS

BAYI DEBORA

Dinas Kesehatan DKI Jakarta dijadwalkan memanggil manajemen Rumah Sakit Mitra Keluarga pada Senin (11/09) terkait meninggalnya bayi Debora yang disebut tidak menerima penanganan medis memadai.

Bayi empat bulan, Tiara Debora, dibawa ke IGD Mitra Keluarga Kalideres pada Minggu (03/09) subuh akibat sesak nafas.

Debora langsung ditangani pihak rumah sakit dengan penyedotan lendir hingga diberikan pengencer dahak, namun nyawanya tidak tertolong.

Ibu Debora, Henny Silalahi mengatakan Debora meninggal akibat rumah sakit menolak memasukkannya ke PICU (Pediatric Intensive Care Unit) akibat kurang uang muka.

Juru bicara Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres tidak bisa dihubungi sehingga tidak bisa dikonfirmasi alasan mereka tidak bekerja sama dengan BPJS.

Namun dalam situsnya, Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres membuat rilis pers yang menepis tuduhan bahwa mereka menolak memasukkan Debora ke ICU.

Rumah sakit berjaring itu menyatakan bahwa ibu pasienlah yang menolak dimasukkan ke ICU akibat kondisi keuangan.

Mereka kemudian menghubungi beberapa rumah sakit rujukan yang merupakan mitra BPJS. Namun sayangnya pasien kesulitan mendapatkan tempat sehingga pada saat akhirnya mendapatkan tempat, kondisi Debora tiba-tiba memburuk dan akhirnya meninggal.

'Kewajiban' rumah sakit

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Wijayarta mengatakan bagaimanapun rumah sakit wajib memberikan pelayanan darurat ke pasien.

"UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan wajib melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuan dia. Kalau tidak mampu artinya harus dirujuk. Tapi kan dia sudah punya PICU di situ jadi tidak usah menanyakan biaya, itu kewajiban", kata Marius.

"Kan mendirikan rumah sakit biarpun itu Perusahaan Terbatas, itu berbeda kalau mendirikan pabrik, supermarket, hotel, tidak ada fungsi sosial. Rumah sakit itu ada fungsi sosialnya."

Hak atas foto ADEK BERRY/AFP/GETTY IMAGES
Image caption Pembangunan sebuah rumah sakit di Jakarta. Meski sebuah entitas komersial, rumah sakit wajib memberikan pelayanan darurat ke pasien.

'Enggan bekerja sama' dengan BPJS

Marius juga menambahkan bahwa insiden ini mengungkap kembali fakta bahwa masih banyak rumah sakit swasta, seperti RS. Mitra Keluarga, yang tidak bekerja sama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).

Hal ini, menurutnya, diakibatkan sistem penghitungan biaya BPJS dianggap tidak dapat menutupi beban rumah sakit khususnya rumah sakit swasta.

"Kalau sekarang kan bukan dasarnya evident-based. Tapi dari atas-ke-bawah (top-down) karena menggunakan sistem INA-CBG's," kata Marius.

Dengan evident-based, rumah sakit dapat mengklaim sesuai biaya yang sebenarnya dikeluarkan untuk penanganan penyakit pasien.

Namun juru bicara Kementerian Kesehatan Busroni menepis hal itu dan mengatakan bahwa tarif BPJS sudah sama di setiap rumah sakit.

"Ini mungkin masukan yang kesekian. Bahwa seluruh rumah sakit itu aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan itu ada namanya INA-CBG's - standar pembiayaan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit berbasis pada pelayanan di rumah sakit itu sendiri," papar Busroni.

"Contoh pelayanan ginjal, di rumah sakit A yang sudah bekerja sama dengan BPJS, itu sama dengan pelayanan ginjal di rumah sakit B. Yang penting pelayanannya sama, tindakan medisnya sama. Maka itu menggunakan tarif yang seperti itu. Jadi tidak ada perbedaan. Yang beda adalah hanya perawatannya atau paska tindakan medis."


Apakah INA-CBG's itu?

Berdasarkan situs BPJS Kesehatan, dijelaskan bahwa INA-CBG's (Indonesia Case Base Groups) adalah model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim yang ditagihkan rumah sakit.

Sistem pembayaran ini menggunakan "paket" yang didasarkan oleh kelompok penyakit yang diderita pasien. Tarif INA-CBG's ini adalah rata-rata biaya yang dihabiskan oleh satu kelompok diagnosis penyakit.

Misalnya, untuk pasien demam berdarah. Sistem INA-CBG's sudah memperhitungkan layanan apa saja yang akan diterima pasien tersebut, serta obat-obatan yang dibutuhkan sampai dinyatakan sembuh.

Dan berdasarkan tarif inilah BPJS Kesehatan akan membayar ke rumah sakit tempat pasien itu dirawat.

BPJS Kesehatan meyakini bahwa tarif yang ditentukan sudah di atas standar dan tidak akan merugikan rumah sakit.

Meski begitu, BPJS Kesehatan juga menyatakan masih ada beberapa tarif yang lebih rendah.

Berita Tekait

Policy Paper