Rujukan Online BPJS Masih Lunak

BALIKPAPAN - Ribut-ribut sistem rujukan online di Samarinda tak sampai ke Balikpapan. Di Kota Minyak diklaim berjalan lancar. BPJS Kesehatan telah menguji coba sistem baru itu mulai 15 Agustus hingga 15 September.

Sistem yang berlaku di seluruh Indonesia itu cukup menjadi perhatian. Mengingat perubahan sistem itu belum banyak diketahui peserta BPJS Kesehatan. Pertama, pemberlakuan rujukan berjenjang yang telah disosialisasikan sejak 2017. Di mana, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dioptimalkan merujuk ke rumah sakit (RS) kelas D/kelas C/kelas B, dan kelas A. Sehingga peserta BPJS Kesehatan tidak dapat langsung mendapat penanganan rujukan di RS tipe tinggi.

Kedua, tidak ada lagi penggunaan surat rujukan. Melainkan pemberitahuan rujukan dari FKTP ke fasilitas kesehatan (faskes) rujukan cukup melalui sistem online. Kepala BPJS Kesehatan Cabang Balikpapan Endang Diarty menjelaskan, sesungguhnya sistem rujukan berjenjang ini sudah berlaku. Namun, kenyataannya belum berjalan maksimal.

Padahal regulasi menjelaskan soal sistem rujukan berjenjang ini. Salah satunya tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014 BAB IV Pelayanan Kesehatan. Dalam aturan tersebut menjelaskan, pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Kemudian, pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Serta pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

Selain itu, aturan sistem rujukan berjenjang tersebut tertuang dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51 hingga Perpres 19/2016 Pasal 29. Adapun rujukan perlu dilakukan karena tidak semua penyakit dapat ditangani oleh FKTP. Belum lagi, jumlah RS terbatas serta penyebarannya tidak merata. Kemudian kompetensi setiap RS tidak sama, baik dalam jumlah dokter spesialis dan sarana-prasarana.

Sehingga sistem rujukan berjenjang merupakan sebuah pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai keperluan medis dan berdasarkan faskes yang tersedia. ,Namun dia mengakui, salah satu fungsi utama rujukan berjenjang agar tidak terjadi penumpukan pasien di RS tipe A. Apalagi pelayanan kesehatan juga terbagi dari berbagai tipe. Mulai RS tipe premier, sekunder, hingga tersier.

“Ada beberapa penyakit yang bisa diselesaikan di RS tipe C. Maka tidak perlu pasien dirujuk ke tipe A yang seharusnya untuk kondisi subspesialistik. Jadi sistem rujukan online ini juga memudahkan FKTP melihat mana RS yang tersedia dan terdekat sesuai kebutuhan peserta,” ujarnya.

Dalam penerapan sistem rujukan berjenjang di Balikpapan, diupayakan FKTP merujuk pasien ke RS kelas D dan kelas C terlebih dahulu. Misalnya untuk RS kelas D yakni RS Lanud Mulawarman dan RS Balikpapan Baru. Lalu RS kelas C antara lain RSUD Beriman, RS Restu Ibu, RS dr Hardjanto, RS Bhayangkara, dan RS Hermina.

Apabila pasien masih membutuhkan penanganan lanjutan, bisa dirujuk ke RS kelas B yakni RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) dan Siloam Hospitals Balikpapan. “Namun untuk kasus-kasus tertentu, peserta dapat langsung dirujuk ke RSKD seperti kasus onkologi dan hemodialisis,” ucapnya.

Endang menjelaskan, kondisi rujukan berjenjang ini tidak berlaku dalam keadaan tertentu. Hal ini dijelaskan dalam Permenkes 001/2012 Pasal 4 Ayat (5) yang menyebutkan bahwa sistem rujukan berjenjang dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.

Sementara itu, adanya perubahan surat rujukan fisik menjadi surat rujukan online JKN-KIS merupakan bagian dari digitalisasi proses rujukan berjenjang. Kini, seluruh aktivitas rujukan peserta cukup menggunakan nomor rujukan online. Sebab, data dari FKTP dan RS sudah saling terintegrasi.

“Aturan ini tidak berlaku untuk daerah yang tidak memiliki jaringan. Sementara untuk wilayah Balikpapan, rujukan online sudah bisa berjalan dengan aman karena jaringan sudah tersedia di seluruh daerah,” sebutnya. Dia menambahkan, tujuan rujukan online yakni memudahkan dan kepastian peserta dalam memperoleh layanan RS.

Rujukan ini menyesuaikan dengan kompetensi, jarak, dan kapasitas RS tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien. “Rujukan online memudahkan pasien hingga FKTP untuk melihat dokter dan sarana-prasarana yang tersedia dan memungkinkan untuk menjadi rujukan,” katanya. Semua data dokter dan sarana-prasarana RS bisa terlihat di Health Facilities Information System (HFIS).

Selain menghindari antrean dan penumpukan pasien di RS tertentu, penerapan rujukan online mampu menciptakan sistem informasi yang dapat mengatur pelaksanaan rujukan secara real time. Sistem online membuat data pada faskes perujuk langsung terkoneksi ke faskes penerima rujukan, istilahnya digital documentation.

Menurutnya, sistem rujukan online tentu membantu peserta mendapatkan kepastian waktu pelayanan dengan kompetensi dan radius terdekat. Hal penting lainnya agar peserta mendapatkan fasilitas kesehatan penerima rujukan yang sesuai kompetensi dan sarana prasarana yang dibutuhkan. “Sehingga meminimalisasi adanya rujukan berulang kepada peserta dengan alasan tidak adanya SDM dan sarana yang dibutuhkan,” imbuhnya.

Endang menuturkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi di seluruh FKTP dan faskes rujukan tentang pengelolaan sistem rujukan online tersebut. Termasuk memberi tahu RS untuk review dan memperbarui data yang terdapat dalam HFIS. Fase pengenalan ini sudah berlangsung sejak Juni. Dalam tahapan sosialisasi rujukan berjenjang ini BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan.

“Kami mengadakan pertemuan rutin soal aturan baru di antaranya apotik online, rujukan online, dan digitalisasi sistem. Seluruh FKTP dan RS wilayah Balikpapan sudah bisa mengikuti sistem rujukan baru. Meski masih ada yang manual pakai surat, mereka juga sudah entri data lewat online," pungkasnya.

Seperti diketahui, puluhan orang yang mendapat rujukan pelayanan kesehatan protes di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, Rabu (15/8). Mereka kecewa lantaran tak dilayani. Pihak rumah sakit pelat merah tersebut menolak rujukan dari puskesmas bagi pemegang asuransi BPJS Kesehatan.

Informasi yang dihimpun Kaltim Post, penyebab banyaknya pasien yang ditolak tersebut lantaran terdapat perubahan sistem pelayanan dari BPJS Kesehatan. Ya, per 15 Agustus seluruh rujukan untuk RSUD AWS Samarinda menggunakan online. Dan itu hanya dapat diberikan oleh rumah sakit (RS) kelas C dan kelas B.

Maka, rujukan dari puskesmas pun tidak dapat langsung diterima oleh RSUD AWS. Rujukan tersebut harus lebih dulu ditujukan pada beberapa rumah sakit kelas C dan kelas B itu. Yakni, RS SMC Samarinda, RS IA Moeis Samarinda, dan RS Dirgahayu. Celakanya, sosialisasi tak menyentuh ke semua puskesmas. Sehingga, banyak warga mendapat rujukan ke RSUD AWS dari puskesmas.

Karena regulasi baru tersebut, peserta BPJS Kesehatan juga diharuskan mendaftar dari awal melalui online di beberapa RS yang kelasnya di bawah RSUD AWS. Ya, puluhan peserta tampak protes dengan kebijakan tersebut. Padahal, mereka ada yang berasal dari luar Samarinda. Di antaranya, pedalaman Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar).

Hansiansyah, salah seorang warga yang hendak berobat ke RSUD AWS mengaku berasal dari Muara Kaman, Kukar. Dia datang bersama istrinya yang harus mengikuti terapi kanker payudara. Sejak pukul 07.00 Wita, dia dan istrinya sudah ikut mengantre. Namun, pada pukul 10.00 Wita baru nomor antreannya dipanggil. Mengingat dia mendapat nomor antrean ke 154.

Yang membuatnya kesal, rujukan yang dibawanya tidak mendapat pelayanan. Pasalnya, masih bersifat offline. “Harus ada rujukan dari rumah sakit di bawah RSUD AWS. Jadi, kami langsung ke RS SMC untuk mendapat rujukan online,” ungkapnya.

Dia pun baru mendapat pelayanan di RSUD AWS pukul 13.30 Wita. Menurutnya, ini sangat membuang waktu. “Untung saja keluarga yang sakit masih bisa jalan. Kalau keadaannya kritis, bisa saja kondisinya lebih buruk. Saya sudah terdaftar di RSUD AWS sejak 2014. Karena aturan ini harus mendaftar ulang,” keluh dia.

Padahal, dia terakhir membawa istrinya terapi pada 29 Juli lalu. Sedangkan dia baru mengetahui aturan tersebut kemarin. Aturan itu, lanjut dia, membuat semua pasien yang datang kaget. Begitu pula dengan dirinya. “Makanya saya sempat protes. Harusnya ada informasi lebih awal. Mau itu sosialisasi melalui puskesmas atau warga. Karena yang berobat tidak hanya dari Samarinda,” imbuh dia.

Apalagi, informasi tersebut tidak terpampang di RSUD AWS. Sehingga, membuat dirinya ikut dalam antrean. “Padahal, saya BPJS Kesehatan mandiri yang membayar iuran setiap bulan. Ini harus diperhatikan. Silakan membuat kebijakan, sosialisasinya harus ditingkatkan,” kesal Hansiansyah.

Sebab, lanjut dia, dia tidak mungkin membawa istrinya ke rumah sakit lain. “Dokternya hanya ada di sini (RSUD AWS). Apalagi untuk kanker payudara, tidak mungkin asal dokter. Risikonya besar,” bebernya. (gel/rom/k16)

sumber: PROKAL.CO

Berita Tekait

Policy Paper