BPJS Kesehatan Jelaskan Soal 3 Aturan yang Dikritik Menkes

Ilustrasi BPJS Kesehatan. TEMPO/Tony Hartawan

Jakarta - Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya A. Rusady menuturkan, selama 4 tahun, Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hingga kini sudah mengalokasikan senilai Rp 250 triliun untuk pembiayaan kesehatan baik di layanan primer maupun rujukan. Dari Rp 250 triliun yang dibayarkan BPJS, sebesar 80 persen untuk membayarkan rawat jalan.

"Peserta JKN KIS lebih dari 200 juta jiwa. Untuk menjamin kesehatan peserta dan agar lebih efisien maka diterbitkan tiga aturan itu. Terlebih BPJS diminta di rapat tingkat menteri untuk BPJS mengendalikan biaya," katanya, Senin, 27 Agustus 2018.

Kementerian Kesehatan meminta tiga aturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan yang baru saja diterapkan untuk ditunda pemberlakuannya. Sebab, ketiga aturan tersebut seharusnya diatur melalui peraturan presiden.

Ketiga aturan tersebut yakni Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) No.2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdirjampelkes No.3/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdirjampelkes No.5/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, ada tiga penyakit yang menduduki paling besar biaya rawat jalan dan inap yakni operasi katarak, persalinan bayi yang lahir sehat dari ibu yang caesar, dan perawatan fisioterapi.

Sepanjang tahun lalu, BPJS membayar klaim bayi baru lahir sehat senilai Rp 1,7 triliun, operasi katarak senilai Rp 2,65 triliun, dan fisioterapi senilai Rp 965 miliar.

"Utilisasinya cukup tinggi dari biaya juga demikian tapi kasusnya tidak tergolong gawat darurat yang perlu diprioritaskan dan dilakukan sehingga ada upaya efisien. Lalu muncul tiga aturan ini," kata Maya.

Untuk diketahui, keuangan BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp 9,75 triliun pada 2017. Begitu juga pada 2016 defisit senilai Rp 9,7 triliun. Defisit tersebut terus bertambah hingga saat ini.

Hitungan itu berdasarkan jumlah pendapatan iuran dari program JKN-KIS, yang hanya senilai Rp 74,25 triliun sementara jumlah klaimnya mencapai Rp 84 triliun.

Berdasarkan Rencana Kinerja dan Anggaran Tahunan BPJS Kesehatan Tahun 2018, pendapatan ditargetkan mencapai Rp 79,77 triliun dan pembiayaan sebesar Rp 87,80 triliun yang artinya defisit sekitar Rp 8,03 triliun.

sumber: TEMPO.CO

Berita Tekait

Policy Paper