Penyakit Jantung Dominasi Klaim BPJS Solo

Peneliti ciptakan miniatur jantung manusia dari jantung tikus. (Ilustrasi:Alrai)

SOLO -- Sejumlah penyakit katastropik seperti jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, leukemia, dan hemofilia mendominasi klaim pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Solo.

Sederet penyakit ini juga menjadi skala prioritas penanganan BPJS Kesehatan. Kepala BPJS Kesehatan Solo, Agus Purwono, mengatakan penyakit katastropik ini masih mendominasi klaim pasien BPJS.

Hal ini lantaran biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan ini cukup mahal. “Yang ditolong oleh program ini adalah kalau dia tidak ditolong akan habis atau ekonominya habis. Di Indonesia bisa menangani ini, tapi soal gengsi,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (30/8/2018).

Menurutnya, dominasi penyakit ini tak hanya di Solo, tapi juga nasional. Penyakit jantung paling banyak diklaim pada BPJS Kesehatan, disusul kanker dan thalassemia.

Soal fasilitas kesehatan, Kota Solo terbilang komplet, mulai dari tipe rumah sakit terkait fasilitas kesehatan, alat kesehatan, hingga kompetensi para dokter.

Ia mencontohkan untuk cuci darah satu kali butuh sekitar Rp1 juta. Padahal iuran kelas III hanya Rp25.000 per bulan. Dengan demikian perlu 40 kali iuran untuk sekali cuci darah.

Jika ini harus dilakukan dua kali dalam sepekan, perlu 80 kali iuran. Sementara untuk jantung sekali operasi habis Rp150 juta.

“BPJS Kesehatan hadir untuk ini. Sekarang banyak orang diselamatkan pakai ring tidak bayar. Ada skema khusus soal pembiayaan. Sebenarnya kami tidak pernah menerima uang karena semua dana muaranya ke BPJS pusat,” imbuhnya.

Namun demikian, sistem BPJS Kesehatan ini tidak boleh membayar apabila ada lembaga lain yang mengklaimkan tagihan yang sama. Sebagai contoh, ada karyawan mengalami kecelakaan kerja akan memakai BPJS Ketenagakerjaan, kalau PNS maka ada Taspen. Sedangkan jika kecelakaan lalu lintas ada Jasa Raharja.

Dia menggarisbawahi sejumlah lembaga ini kurang berbenah. Misalnya sudah berapa banyak rumah sakit yang bekerja sama dengan lembaga ini. Ini kontras dengan mitra BPJS Kesehatan yang mengklaim sudah meneken kontrak dengan berbagai rumah sakit.

Instansi swasta validasi BPJS-nya belum 100%. Hal ini lantaran diperkirakan adanya permasalahan di badan usaha mereka. Di sisi lain, tingkat validasi untuk ASN, TNI, Polri sudah 100%.

Kepala Bidang Penagihan dan Keuangan BPJS Kesehatan Solo, Eko Widi Astuti, menambahkan banyak permasalahan di internal badan usaha swasta membuat update data sangat fluktuatif.

“Misalnya ada yang dimutasi atau mungkin perusahaan mengalami masalah sehingga mempengaruhi validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan,” jelasnya

sumber: Solopos.com

Berita Tekait

Policy Paper