BPJS Kesehatan Klaim Isu Utama adalah Iuran Tak Setimpal

BPJS Kesehatan Klaim Isu Utama adalah Iuran Tak Setimpal

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengungkapkan titik persoalan arus kas lembaga sebenarnya terletak pada jumlah iuran yang tidak setimpal dengan hitungan aktuaria atau pengelolaan risiko keuangan.

Kepala Humas BPJS kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menyebutkan jumlah iuran untuk peserta mandiri kelas II dan III, serta penerima bantuan iuran (PBI) saat ini masih di bawah nominal yang semestinya.

Saat ini, jumlah iuran yang dibayar oleh peserta mandiri kelas II hanya Rp51 ribu per bulan, kemudian kelas III sebesar Rp25.500 per bulan, dan PBI sebesar Rp23 ribu per bulan.

Padahal berdasarkan perhitungan aktuaria, ia menjelaskan, iuran peserta mandiri untuk kelas II seharusnya sebesar Rp63 ribu, kelas III sebesar Rp53 ribu, dan PBI sebesar Rp36 ribu.

"(Persoalan arus kas) lebih kepada besaran iuran yang tidak sesuai dengan hitungan aktuaria," ucap Iqbal kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/9).

Kendati merasa jumlah iuran peserta minim, BPJS Kesehatan tak bisa mengusulkan kenaikan jumlah iuran secara langsung. Sebab, keputusan kenaikan iuran merupakan wewenang pemerintah.

"Lagipula Peraturan Presiden (Perpres) no 81 tahun 2018 baru saja diundangkan, biasanya besaran iuran diatur di Perpres itu," ucap Iqbal.

Sayangnya, ia juga tak menegaskan bahwa solusi dari persoalan defisit yang masih mendera perusahaan saat ini hanya bisa diselesaikan dengan menaikkan iuran peserta. Terkait usulan besaran iuran, kata Iqbal, umumnya sudah menjadi tugas dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

"(Direksi) sudah dipanggil juga oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dua kali," imbuh Iqbal.

Kendati demikian, Manajemen BPJS Kesehatan mengapresiasi pihak yang mendukung program jaminan kesehatan nasional (JKN) ini berjalan dengan semestinya. misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang meminta kepada Jokowi untuk menyesuaikan iuran peserta.

Dalam hal ini, IDI fokus pada usulan kenaikan iuran untuk non-PBI demi menyelesaikan masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan. Sebab, jumlah iuran peserta non-PBI dinilai tak jauh beda dengan peserta PBI.

"Misal, premi aktual seharusnya Rp36 ribu per orang, tapi yang mendapatkan beban pembayaran pemerintah Rp23.600. Itu membuat pembayaran operasional aktual dari pemerintah ada kerugian," ucap Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis, kemarin.

Seperti diketahui, sejak BPJS Kesehatan dilahirkan pada 2014 lalu, persoalan defisit masih menempel erat pada keuangan perusahaan. Bukannya berkurang, tapi jumlahnya justru meningkat per tahunnya.

Bila dirinci, jumlah defisit pada 2014 lalu sebenarnya hanya Rp3,3 triliun. Kemudian, mulai melebar pada 2015 menjadi Rp5,7 triliun. Selanjutnya, pada 2016 kian bertambah menjadi Rp9,7 triliun dan 2017 menjadi Rp9,75 triliun.

Sementara itu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memprediksi jumlah defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa menyentuh Rp10,98 triliun. (aud/lav)

 

Berita Tekait

Policy Paper