Dampak Rujukan Berjenjang, Pasien BPJS di Brebes Pilih Bayar Sendiri

Ruang tunggu RSUD tampak kosong (Foto: Imam Suripto)Ruang tunggu RSUD tampak kosong (Foto: Imam Suripto)

Brebes - Kebijakan baru rujukan berjenjang yang diterapkan BPJS Kesehatan, mendapat penolakan dari para pasien. Kebijakan ini dianggap mempersulit proses pengobatan karena harus melalui tahapan yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS Kesehatan. Mereka pun lebih memilih tidak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan dalam menjalani pengobatan di rumah sakit.

Beberapa pasien yang ditemui di ruang tunggu mengaku, sejak ada peraturan rujukan berjenjang, mereka lebih memilih berobat dengan biaya sendiri.

Siti Aisyah (31) warga Desa Jemasih Kecamatan Ketanggungan Brebes, mengatakan, dirinya mengantar orang tua yang sedang menjalani perawatan akibat penyakit prostat di RSUD. Awalnya dia akan menggunakan fasilitas BPJS dari program PBI. Namun setelah mengetahui rumah sakit rujukan sekarang bukan di RSUD, dia akhirnya memutuskan tidak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan dan berobat dengan biaya sendiri.

"Sebelumnya sudah biasa rujukan ke RSUD, dan saya sudah cocok karena dokter yang merawat sudah tahu perkembangan penyakit orangtua. Pas mendaftar tadi, ternyata saya di suruh ke rumah sakit lain katanya yang tipe D. Jadi daripada resiko mendingan pakai umum, bayar sendiri," jelas Siti Aisyah.

Keluhan sama disampaikan oleh Puji Ernawati (42). PNS ini juga enggan gunakan fasilitas BPJS karena harus pindah rumah sakit rujukan.

"Daripada rujukan di rumah sakit lain, kan tidak tahu di mana rumah sakitnya, mending langsung ke RSUD sini aja. Pakai uang sendiri. Rumah sakit lain kan tidak tahu riwayat sakitnya," tutur Puji Ernawati.

Tofik(57), salah satu keluarga pasien juga tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Saat akan mengantar istrinya berobat di RSUD karena diabet, dia mendapati rumah sakit rujukan bukan di RSUD. Dalam rujukan online disebutkan, rumah sakit rujukan untuk istri Tofik adalah RS Bhakti Asih.

Dia mengaku kecewa dengan penerapan rujukan berjenjang ini. Alasannya akan menyulitkan pasien dalam mendapatkan perawatan yang pas.

"Sudah rutin di sini sejak pertama. Ini saya harus pindah ke RS Bhakti Asih. Tolonglah jangan persulit kami," pintanya.

Dampak lain dari kebijakan rujukan berjenjang ini, jumlah pasien yang berobat juga mengalami penurunan. Turunnya jumlah pasien ini bisa dilihat dari ruang tunggu pasien. Sejak ada penerapan kebijakan ini, ruang tunggu pasien tampak kosong. Padahal, pada hari biasanya, ruangan ini selalu dipenuhi ratusan waega yang antri untuk berobat.

Direktur RSUD Brebes, Oo Suprana membenarkan terjadinya penurunan jumlah pasien. Menurutnya, sebelum ada kebijakan rujukan berjenjang pasien BPJS Kesehatan, setiap hari rata-rata melayani pasien rawat jalan hingga 400 orang. Namun saat ini, hanya 50 sampai 100 orang per hari.

"Sebagian besar pasien di RSUD adalah peserta BPJS. Ada sekitar 80 persen pasien yang berobat disini adalah peserta BPJS. Jadi dengan kebijakan baru itu, rumah sakit kami ikut terkena dampaknya," kata Oo Suprana, Selasa (16/10/2018).

Sebagai perbandingan, sebelum ada kebijakan rujukan berjenjang, jumlah pasien di RSUD untuk rawat jalan pada bulan September 2018 sebanyak 9084. Rawat inap 1671 orang. Sementara hingga pertengahan Oktober, pasien rawat jalan sebanyak 4619 dan rawat inap 837 pasien.

Turunnya jumlah pasien di RSUD ini, menurut Oo Suprana berdampak pada kondisi keuangan rumah sakit. Jika kondisi ini terus berlangsung, tidak menutup kemungkinan, pihak RSUD akan melakukan perampingan karyawan untuk menghemat pengeluaran.

"Ini sudah ada wacana antar direktur RSUD untuk mengurangi jumlah karyawan BLUD. Apalagi di RSUD Brebes saat ini ada sekitar 900 orang karyawan BLUD. Mereka terancan akan kena dampaknya. Kalau tidak mau kena PHK, mereka harus mau dibayar sesuai kemampuan RSUD," ungkap Direktur RSUD Brebes ini.

Menanggapi keluhan pasien peserta BPJS, anggota Komisi IX DPR RI, Dewi Aryani meminta agar kebijakan penerapan rujukan berjenjang dihapuskan. Dia mebgatakan, akses pelayanan kesehatan rakyat jangan dibuat rumit. Anggota DPR RI dari dapil Jateng IX ini mengatakan, aturan baru yang diterapkan ini adalah untuk mencegah terjadinya defisit.

"Tapi alih-alih mampu mencegah defisit anggaran, aturan baru sistem rujukan BPJS berjenjang ini justru mempersulit berbagai pihak, khususnya para pasien.
Pasien apalagi rakyat miskin jangan malah dipersulit aksesnya. Mereka sudah cukup menderita dengan kondisi ekonomi, maka soal pelayanan kesehatan juga jangan menjadi makin rumit", jelas anggota komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini.

Dewi menegaskan pemerintah harus segera melakukan pembatalan. Sebelum aturan ini diberlakukan, kata dia, harusnya dilakukan kajian menyeluruh secara mendalam.

"Tidak semua wilayah di Indonesia kondisi dan keberadaan rumah sakitnya sama. Belum lagi geografisnya yang beragam. Kemudahan akses untuk rakyat harus menjadi pertimbangan utama. Soal defisit BPJS, mestinya melakukan evalusi internal dari semua sisi, tidak bisa main sembarangan bikin aturan tapi merugikan pelayanan kesehatan untuk rakyat," tandasnya.

sumber: detik.com

Berita Tekait

Policy Paper