BPJS Kesehatan Akui Dilema Atasi Bleding dari Defisit Anggaran

image_title

VIVA – Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memastikan lembaganya tetap akan melayani dengan baik masyarakat di tengah kondisi anggaran yang berdarah-darah saat ini. BPJS juga memastikan sejumlah upaya terus dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran.

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari mengatakan dalam beberapa upaya mengatasi defisit pihaknya mengakui mendapati sejumlah pilihan sulit. Dimana ada beberapa alternatif dalam defisit tersebut sesuai dengan Undang-undang.

Menurut dia, untuk pilihan sulit pertama adalah terkait dengan penyesuaian dari iuran masyarakat yang dilakukan secara akademis. Kemudian, kedua adalah pengurangan manfaat yang diterima dari layanan BPJS kepada masyarakat.

"Sekarang ini banyak iurannya Rp25 ribu, tapi tidak dibatasi penerimaan manfaatnya bahkan bisa selangit, inilah yang harus dibatasi sejauh mana peserta mendapatkan manfaatnya dengan iurannya," jelas Andayani di ILC tvOne, Selasa 23 Oktober 2018.

Sementara itu, terkait dengan adanya surplus dari sejumlah iuran PBI dan ASN, Andayani mengatakan tak sepenuhnya benar. Sebab, hitungannya tak bisa dilihat per peserta, seperti halnya iuran untuk PNS sebesar Rp67 ribu tapi biaya pelayanannya sekarang Rp94 ribu.

Kemudian, Andayani menambahkan, jika terdapat kebocoran dari seluruh anggaran BPJS kesehatan, pihaknya pun siap diaudit dan diperiksa. Sebab, sudah banyak lembaga yang melakukan hal tersebut dan belum menemukan dugaan itu.

"Kami sudah diaudit banyak lembaga selama ini, masa yang audit tidak menemukan. Jadi kalau ada kebocoran kami siap diperiksa," jelasnya.

Sedangkan, tuduhan terkait besarnya biaya operasional BPJS Kesehatan, Andayani menuturkan anggaran tersebut tak semuanya untuk gaji pegawai. Karena, anggaran itu juga untuk sosialisasi, edukasi dan koordinasi dengan pihak rumah sakit.

"Kalau dipotong biaya operasional ini bisa ganggu semuanya," ujarnya.

Berita Tekait

Policy Paper