TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebut PT Taspen dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan perlu adanya duduk bersama untuk membahas pengelolaan program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan pekerja non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Anggota DJSN dari unsur pemberi kerja, Soeprayitno menyebut sesuai dengan regulasi yang berlaku, pengelolaan program perlindungan jaminan sosial hanya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Yakni mengacu pada terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
"Di mana PP tersebut merupakan implementasi dari isi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sudah menegaskan bahwa program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan," katanya kepada wartawan, Senin (11/2/2019).
Ia mengatakan, berdasarkan UU SJSN dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT Taspen tidak termasuk dalam badan yang menyelenggarakan jaminan sosial.
Sehingga yang berhak untuk menyelenggarakan jaminan sosial berupa jaminan kematian dan kecelakaan kerja bagi ASN dan non-ASN adalah BPJS Ketenagakerjaan.
“PT Taspen mengklaim bahwa dia itu adalah BPJS untuk ASN, tapi di UU SJSN maupun BPJS, PT Taspen sendiri harus terintegrasi dengan BPJS," imbuhnya.
Pasalnya, jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan sudah komprehensif ada jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari Tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP).
Jika PT Taspen ingin mengelola jaminan sosial ketenagakerjaan untuk ASN, PPPK serta pekerja non ASN, menurutnya justru prosesnya menjadi lebih rumit.
Karena harus mengamandemen UU BPJS.
"Maka dari itu sangat perlu perlu dialog sehingga menemukan solusi terhadap jaminan sosial bagi ASN dan non-ASN," tutupnya. (*)