DPR Akan Panggil Menkes soal Penghapusan Obat Kanker di BPJS

DPR Akan Panggil Menkes soal Penghapusan Obat Kanker di BPJS

Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi XI DPR Dede Yusuf Macan Effendi berencana segera memanggil Kementerian Kesehatan untuk meminta keterangan soal penghapusan obat kanker usus besar atau kolorektal dari daftar obat yang ditanggung layanan BPJS Kesehatan.

"Kami akan rencanakan atur waktunya untuk memanggil Kemenkes, untuk kita minta keterangannya usai reses ya," Dede saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (22/2).

Aturan terkait penghapusan obat kanker usus tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018.

Dalam keputusan itu ada dua jenis obat kanker yang dihilangkan dari layanan BPJS Kesehatan. Pertama, obat bevasizumab yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker. Kedua, cetuximab yang digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal (kanker usus besar).

Untuk jenis obat bevasizumab, dalam keputusan menteri tersebut, sudah tidak masuk dalam formularium nasional obat yang ditanggung BPJS Kesehatan.

Lebih lanjut, Dede menyayangkan pemerintah menghapus dua obat kanker itu. Sebab, kata dia, hal itu akan memberatkan para penyintas kanker usus besar karena harus menanggung sendiri biaya kedua obat tersebut.

"Alasannya apa mereka mau mencabut obat itu? apa karena pertimbangan biaya atau karena pertimbangan BPJS-nya. Sebab, dalam peraturan disebutkan pembayaran premi iuran yang dilakukan oleh peserta sudah harus mendapatkan semua jenis pelayanan kesehatan," kata dia.

Lebih lanjut, Dede menyangsikan pemerintah sedang melakukan penghematan untuk mencabut kedua obat kanker tersebut dari BPJS.

Bila alasan penghematan, Dede menyarankan pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan pembiayaan obat melalui cara urun biaya atau Coordination of Benefit (CoB) untuk menekan biaya.

"Mungkin seharusnya Kemenkes menerapkan alternatif cara lain bila dirasa ingin menghemat, misalnya dengan CoB atau misalnya dengan bekerjasama dengan asuransi lainnya," kata dia.

Selain itu, Dede menyatakan seharusnya pemerintah bisa mengeluarkan strategi alternatif sebagai pengganti obat tersebut ketimbang menghapuskannya dari Formularium Nasional.

"Komisi IX memandang bahwa penghapusan obat itu harus jelas mekanismenya, apabila obat itu dirasakan tak bermanfaat lagi, maka harus ada alternatif pengganti obat lainnya," kata dia.

Tapi, kata Dede, kalau kemudian obat itu masih bermanfaat bagi para penderita kanker, terutama kanker kolorektal, itu harus tetap diadakan dan tak boleh dicabut.

Berita Tekait

Policy Paper