Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Tidak Menyelesaikan Masalah

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Tidak Menyelesaikan Masalah

Indonesiainside.id, Medan – Rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai tidak akan menyelesaikan masalah. Polemik BPJS sudah terlalu berat sehingga muncul ketidakpercayaan pihak rumah sakit kepada pemerintah.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini diyakini menjadi opsi untuk mengatasi masalah defisit keuangan di era Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pengamat Kesehatan Sumut, Destanul Aulia mengatakan, pendekatan pesimistis diasumsikan bahwa tingkat kepercayaan kepada pemerintah yang rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama isu kenaikan ini sudah lama direncanakan tapi belum terealisasi. Pemerintah terkesan hanya untuk menyejukkan pihak rumah sakit.

“Kedua terlalu lama pihak rumah sakit merasakan penerimaan yang negatif dari tarif BPJS Kesehatan kepada rumah sakit sehingga para pemberi pelayanan sudah pasrah dengan kondisi ini dan berdampak pada pelayanan yang tidak memuaskan terutama pada rumah sakit pemerintah yang tidak fleksibel dalam pengelolaannya,” kata Destanul, Selasa (23/4).

Ketiga, berapa pun uang yang diserahkan ke BPJS Kesehatan tetap saja tidak dapat mencukupi dengan alasan perilaku masyarakat yang diobati secara gratis maka kecenderungan untuk mengkonsumsi akan lebih banyak lagi. Dengan begitu, walaupun iuran dinaikkan tetapi hanya pada pelayanan tertentu dan ini tetap saja tidak menyelesaikan masalah defisit.

Sedangkan pendekatan optimistis adalah pendekatan yang percaya bahwa permasalahan defisit ini akan segera diatasi oleh pemerintah dengan menaikan harga iuran BPJS Kesehatan.

“Asumsi yang digunakan karena penerimaan BPJS Kesehatan yang akan semakin besar diterima sehingga dapat mengatasi defisit. Hanya saja permasalahannya BPJS Kesehatan sekarang masih terhutang jadi kesannya seperti gali lubang dan tutup lubang. Jadi solusinya harus ada suntikan dana dan perubahan tarif,” katanya.

Baca Juga:  BPJS Menunggak Rp 150 M, Dinkes Klaim 400 M

Rencana kenaikan tarif ini, sambungnya, akan berimplikasi kepada kebijakan makro di mana pemerintah akan melakukan pengurangan terhadap anggaran lain tentunya.

“Yang kita khawatir anggaran kesehatan yang sudah diamanatkan melalui UU yaitu 10 persen dari APBN termasuk anggaran kenaikan itu. Jika itu terjadi maka pemerintah tidak mengutamakan aspek kesehatan masyarakat yang justru lebih penting karena sesuai pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati,” imbuhnya.

Maka intinya apabila anggaran pengobatan lebih banyak dari anggaran pencegahan, promosi kesehatan dan rehabilitasi dan beban ekonomi negara akan semakin besar juga.

“Jadi perlu ada pertimbangan pareto yaitu model keseimbangan pembayaran yang fit untuk memastikan pada taraf berapa kenaikan harga ini akan memberikan dampak yang baik bagi sistem pelayanan kesehatan kita,” jelasnya.

Terpisah, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut dan DI Aceh Mariamah mengatakan, ini adalah dinamika implementasi Program JKN dan KIS yang berkembang sangat cepat. Menurut dia, masyarakat sangat merasakan manfaat program ini, dan melalui prinsip gotong-royong berharap program tetap berjalan sesuai dengan amanah konstitusi (UUD), UU SJSN dan UU BPJS, serta peraturan turunannya.

Terkait dengan adanya rencana kenaikan iuran, BPJS Kesehatan menyerahkan keputusan tersebut kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk dari implementasi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 38 ayat (1) yang berbunyi bahwa besaran iuran jaminan kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali.

“Nilai iuran saat ini memang masih belum ideal atau belum sesuai dengan perhitungan aktuaria,” kata Mariamah. (Aza/Far/INI-Network)

Berita Tekait

Policy Paper