Rencana Kenaikan Iuran BPJS Masih Tunggu Kajian

PROBOLINGGO – Iuran premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), akan dinaikan. Sebab, selama ini BPJS terus defisit. Namun, terkait kenaikan iuran ini, masih tahap pembicaraan dan kajian.

Kepala Cabang BPJS Pasuruan Indrina Damaryanti mengatakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menegaskan enggan menalangi seluruh defisit itu. Sehingga, BPJS harus memperbaiki diri agar bisa mandiri.

Menurutnya, salah satu permasalahan inti yang membuat BPJS Kesehatan tekor adalah iuran. Besaran iuran saat ini dinilai tidak sesuai besaran pembiayaan kesehatan secara aktual. “Iuran yang dibayarkan itu tak sepadan dengan pengeluaran total. Akibat defisit yang berkepanjangan, perlu adanya kenaikan premi. Tapi, perlu proses panjang dan politis juga karena daya beli masyarakat,” ujarnya.

Angka iuran yang sesuai perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang sesuai hanya premi peserta mandiri kelas satu Rp 80 ribu. Sisanya belum di bawah perhitungan aktuaria.

BPJS Kesehatan juga mencatat adanya defisit dari iuran terhadap biaya manfaat per jiwa yang terus meningkat. Pada 2016, terjadi defisit sekitar Rp 2.500 per jiwa dan pada 2017 defisit Rp 5.000 per jiwa. Sedangkan, pada 2018 defisit Rp 10 ribu per jiwa.

Sementara penyesuaian iuran baru dilakukan satu kali pada 2016. Perubahan itu ditetapkan melalui Perpres Nomor 19/2016. Belum lagi permasalahan lainnya. Seperti, banyaknya peserta yang tidak taat membayar iuran.

Karena itu, BPJS Kesehatan berharap pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan untuk memberikan sanksi kepada peserta yang menunggak. Agar kesadaran peserta untuk taat membayar iuran bisa meningkat. (rpd/rud)

Berita Tekait

Policy Paper