BPJS Kesehatan Tasikmalaya Kembali Sosialisasikan Pepres No 82 tahun 2018

190627160021-bpjs-.jpgBPJS Kesehatan Tasikmalaya Kembali Sosialisasikan Pepres No 82 tahun 2018

GUNA peningkatan pemahaman dan perluasan informasi kepada masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional–Kartu Indonesia Sehat (JKN – KIS), BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tasikmalaya mensosialisasikan kembali Peraturan Presiden (Pepres) no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Kamis (27/6/2019).

Tak hanya menyatukan sejumlah regulasi yang awalnya diterbitkan masing-masing instansi, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 ini juga menyempurnakan aturan sebelumnya serta bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Kabid SDM Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Cabang Tasikmalaya, Kharyanto mengatakan, peran media sangat penting dalam hal mensosialisasikan dan mengedukasi peserta JKN–KIS tentang segala informasi atau peraturan yang berkaitan dengan program kesehatan.

"Agar masyarakat wilayah Kabupaten Garut, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya mendapat informasi yang benar," katanya.

Tanpa bantuan media, kata Kharyanto, segala informasi tak akan sampai ke masyarakat, sebab itulah pihak BPJS Kesehatan meminta bantuan dan dukungannya menyampaikan edukasi ke peserta terkait aturan JKN – KIS.

Menurutnya, Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek. Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat yakni, Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepesertannya sementara.

Selama masa penghentian sementara itu, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan. Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali ke Indonesia.

Selain itu, pasangan suami istri yang pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta.

"Keduanya harus membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi,” katanya.

Kehadiran Perpres ini juga, lanjut Kharyanto, membuat status kepesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas. Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen PPU yang ditanggung oleh pemerintah.

Sementara pendaftaran bayi baru lahir, kata Kharyanto, dalam Perpres tersebut menegaskan bahwa bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini mulai berlaku 3 bulan sejak Perpres tersebut diundangkan.

Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.

"Kami mengimbau para orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis," katanya.

Dikatakan Kharyanto, Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika ia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan.

Apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan. Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018.

Sementara itu, denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran. Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5% dari biaya diagnosa awal INA-CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.

"Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan," katanya.

BPJS Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.

Front Liner Muhammad Fauzi menyampaikan Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, diantara poinnya adalah bayi wajib didaftarkan sebagai peserta JKN KIS, paling lambat 28 hari setelah dilahirkan.

Selain itu katanya, ada beberapa alasan kenapa tiap warga negara harus memiliki jaminan kesehatan yaitu tarif biaya kesehatan yang terus naik, pergeseran pola penyakit dari ringan menjadi berat, kemajuan perkembangan teknologi kedokteran serta sakit yang berdampak pada status ekonomi dan sosial.

Ia menjelaskan, ada terdapat empat pilar untuk menyukseskan program JKN – KIS ini yakni peserta, fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan serta regulator pemerintah.

"Ini adalah program gotong royong yang akan meringankan biaya kesehatan bagi masyarakat sebagai peserta," katanya.

 

Berita Tekait

Policy Paper