Penyimpangan BPJS Kesehatan, Perlu Sanksi Tegas bagi RS Nakal

Penyimpangan BPJS Kesehatan, Perlu Sanksi Tegas bagi RS Nakal

JAKARTA - Di tengah isu defisit keuangan yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menemukan dugaan penyimpangan tagihan pencairan dana BPJS Kesehatan oleh 40 rumah sakit (RS) di wilayah itu. Tidak tanggung-tanggung, setiap RS itu menyebabkan kerugian negara hingga Rp5 miliar.

Mengetahui hal tersebut, Komisi IX DPR mengaku telah meminta kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar mengambil tindakan tegas kepada RS yang nakal. Kasus tersebut ditengarai menjadi salah satu penyebab besarnya defisit yang dialami BPJS Kesehatan yang tahun ini diperkirakan mencapai Rp19 triliun, ditambah utang defisit tahun lalu Rp9 triliun.

“Salah satunya (penyebab defisit BPJS) karena masih banyak juga fasilitas kesehatan yang seperti ini,” kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di Jakarta kemarin.

Diketahui sebelumnya, Kejati Sumut sedang mengusut dugaan terjadinya penyimpangan yang dilakukan rumah sakit swasta dan klinik di Medan melalui klaim dana BPJS Kesehatan bagi masyarakat.

Asintel Kejati Sumut Leo Simanjuntak pada Jumat (19/7) lalu mengatakan, Tim Intelijen Kejati Sumut telah menemukan modus yang dilakukan salah satu rumah sakit swasta di Medan. Kasus tersebut kini sedang diselidiki Aspidsus Kejati Sumut.

Penyimpangan dana BPJS tersebut, ujar dia, diduga melibatkan puluhan rumah sakit swasta. Namun, yang baru terbongkar baru satu rumah sakit yang beroperasi di Kota Medan, ibu kota provinsi Sumut.

"Padahal, rumah sakit di Medan diperkirakan ada puluhan unit. Jika satu rumah sakit saja merugikan keuangan miliaran rupiah, dan berapa puluh miliar rupiah kebocoran uang negara," ujarnya.

Leo menyebutkan, penyimpangan dana BPJS Kesehatan itu berupa klaim biaya menginap di rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan dokter, pemeriksaan, dan lainnya.

Dia menjelaskan, temuan Intelijen Kejati Sumut, dari 2014 hingga 2018, potensi kerugian negara mencapai Rp5 miliar untuk satu rumah sakit.

"Saya minta kepada rumah sakit maupun klinik agar tertib dan jangan melakukan penyimpangan," katanya.

Terkait adanya dugaan penyimpangan dana klaim BPJS Kesehatan oleh rumah sakit di Medan, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan bahwa pihaknya berterima kasih atas langkah proaktif Kejaksaan Tinggi Sumut dalam mengawasi dan menegakkan hukum, khususnya dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Hal ini sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan program yang sangat strategis tersebut," katanya.

Iqbal menambahkan, terkait laporan penyimpangan yang terjadi pada periode 2014–2018, BPJS Kesehatan mengakui bahwa pembayaran klaim di beberapa RS di wilayah Sumatera Utara lebih dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.

Dia juga mengatakan bahwa sebagai badan hukum publik, BPJS Kesehatan tunduk pada segala prosedur dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. BPJS Kesehatan juga senantiasa menerapkan prinsip good governance yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

"Karena itu, kami mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan. Semoga informasi ini dapat meluruskan pemberitaan yang beredar di tengah masyarakat," ujar Iqbal.

Perlu Solusi Tepat
Menurut Dede Yusuf, ada empat hal besar yang harus diperhatikan pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan, yakni subsidi dari pemerintah karena BPJS merupakan jaminan sosial, besaran tanggungan, kenaikan premi atau iuran, dan sanksi untuk bagi yang melanggar.
“Menkes yang harus atur sanksinya. Misal penurunan akreditasi, tapi harus ada pembinaan juga. Khususnya bagaimana mengatur agar fasilitas kesehatan yang nakal ini jera dan tidak lagi merugikan BPJS,” kata Dede.

Karena itu, Dede menambahkan bahwa pihaknya akan membahas persoalan tersebut di Komisi IX DPR bersama dengan Menteri Kesehatan dan Direktur BPJS Kesehatan dalam waktu dekat. “Jika memungkinkan dalam masa sidang kali ini, baru kita bahas ini. Secepatnya ya (kita rapatkan),” tandasnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, defisit BPJS Kesehatan merupakan persoalan rutin tahunan yang dihadapi oleh institusi tersebut, sehingga sudah semestinya pemerintah mengambil kebijakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Sejak tahun lalu, ujar dia, ada beberapa opsi dan pilihan kebijakan yang selama ini ditawarkan dan layak untuk diterapkan.

"Salah satunya menaikkan iuran peserta. Karena bagaimanapun, dalam hitungan aktuaria, iuran yang ada saat ini jauh dari angka rasional. Apalagi, BPJS menanggung semua jenis penyakit. Tidak ada batasan. Tentu itu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit," kata Saleh di Jakarta, Minggu (21/7).

Karena itu, Saleh mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan ini secara internal. Harus ada tawaran solusi yang bisa disampaikan dan juga tentunya diterapkan. Dengan begitu, BPJS diyakini akan tetap bertahan.

"Jangan setiap ada masalah seperti ini, lalu datang ke DPR minta tambahan anggaran. Kalau itu terus-terusan dilakukan, ya boleh saja. Tetapi akar persoalannya tidak selesai. Dipastikan persoalan defisit akan terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya, bahkan diperkirakan akan jauh lebih tinggi dari defisit tahun ini," ujar Saleh.

Terkait solusi yang pernah ditawarkan pada tahun lalu, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN ini mengaku belum mendapatkan laporan dari BPJS Kesehatan terkait implementasi kebijakan-kebijakan untuk mengatasi defisit itu. (Kiswondari/Neneng Zubaidah/Ant)

Berita Tekait

Policy Paper