BPJS Kesehatan: Risiko Gagal Bayar Tagihan RS Bisa Ditekan Kalau Iuran Naik

BPJS Kesehatan: Risiko Gagal Bayar Tagihan RS Bisa Ditekan Kalau Iuran Naik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tak hanya menaikkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah juga akan menaikkan iuran untuk peserta mandiri.

Mengacu pada usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran untuk peserta PBI dan peserta mandiri kelas 3 akan naik menjadi Rp 42.000 per bulan per orang.

Lalu, untuk kelas 2 dan kelas 1 masing-masing diusulkan meningkat menjadi Rp 75.000 dan Rp 120.000 per bulan per orang.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, permasalahan dari awal program JKN dikarenakan penetapan iuran belum sesuai dengan peraturan ideal.

“Harusnya sesuai perhitungan aktuaria,” katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (15/9/2019).

Iqbal menambahkan jika 100% peserta BPJS membayarkan iurannya, kekurangan pembiayaan bakal masih terjadi.

Sesuai dengan Peraturan pemerintah tahun nomor 82 tahun 2013 tentang Modal Awal untuk BPJS Kesehatan menyebutkan, jika terjadi dana jaminan sosial negatif, maka langkahnya adalah menyesuaikan iuran, menyesuaikan manfaat, dan memberikan suntikan dana ke dalam program JKN-KIS.

Untuk rumahsakit yang melayani pasien BPJS, Iqbal mengatakan BPJS Kesehatan bakal memastikan soal pembayaran jika iuran yang diterima mencukupi.

Catatan Kontan.co.id, masalah keuangan yang dihadapi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak kunjung usai.

Malah, tunggakan tagihan dari rumah sakit yang menumpuk membuat BPJS Kesehatan wajib menanggung denda. Sampai Juni 2019, posisi gagal bayar mencapai Rp 7 triliun.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (Kepala Biro KLI) Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan salah satu penyebab utama defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah terjadi sejak awal pelaksanaannya adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada peserta mandiri.

Sampai akhir tahun 2018, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 53,7%.

Iqbal mengatakan, pihaknya tetap mengejar jumlah peserta JKN. Rencananya, melalui partisipasi instansi publik lain.

“Misalnya ketika mengurus SIM, STNK, harus ditanya sudah terdaftar JKN atau belum. Ini masih disiapkan regulasinya, semoga bisa cepat,” tambahnya.

Berita Tekait

Policy Paper