Dokter Tak Merata, BPJS Bisa Terhambat

IlustrasiSURABAYA - Minimnya jumlah dokter di kota-kota kecil belum bisa diselesaikan. Akibatnya para dokter masih ’bergerombol’ di kawasan kota-kota besar saja. Meski diklaim dokter di Jawa Timur jumlahnya mencukupi, namun masih sulit untuk melakukan pemerataan.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Harsono mengatakan, ada kehawatiran di tengah-tengah pemerataan dokter yang kurang ini berimbas pada pelaksanaan sistem jaminan kesehatan nasional awal 2014 mendatang, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

“Jumlah dokter kita itu sebenarnya cukup, tapi pemerataannya saja  yang kurang. Lebih banyak dokter yang berpraktik di kawasan perkotaan. Kalau ini dibiarkan bisa menghambat pelaksanaan jaminan kesehatan 2014 nanti,” ujarnya, Rabu (23/10).

Menurutnya, kebutuhan akan pelayanan kesehatan pada pelaksanaan sistem jaminan kesehatan itu nanti diperkirakan akan meningkat, terutama dalam pengobatan masyarakat pedesaan. Sehingga akan percuma jika di setiap fasilitas kesehatannya tidak dilengkapi tenaga kesehatan yang mencukupi.

“2014 nanti Jamkesmas atau Jamkesda kan sudah tidak ada, berubah ke dalam BPJS Kesehatan, tentu ini akan terhambat bila daerah-daerah terpencil tidak ada dokternya,” terangnya.

Berdasarkan data rasio dokter di Jatim pada 2012 lalu, rasio dokter umum per 100 ribu penduduk kabupaten/kota berkisar antara 2,5 hingga 54,2. Hanya ada satu daerah yang melewati target indikator Indonesia sehat sebesar 40 dokter umum per 100 ribu penduduk, yakni kota Madiun dengan capaian 52,6 dokter per 100 ribu penduduk, sementara daerah lainnya belum ada yang mencapai target indikator itu. Kota Mojokerto misalnya hanya mencapai 33,6 saja, demikian juga kota Kediri hanya 31,2, kota Pasuruan 29,6 dan kota Surabaya hanya 8,8 saja.

Sementara jumlah sarana kesehatan di Jawa Timur pada 2012 sebanyak 1.246 unit, terdiri dari 960 puskesmas yang terbagi dari 441 puskesmas perawatan dan 519 puskesmas non perawatan, serta 286 rumah sakit. Sementara jumlah dokternya hanya mencapai 4.728 orang, yang terdiri dari 2.824 dokter umum, 651 dokter spesialis dan 1.253 dokter gigi.

Menurut Harsono, sampai saat ini memang belum ada regulasi resmi yang mengatur terkait pemerataan dokter itu, baik regulasi dari Kementerian Kesehatan atau Pemerintah daerah setempat untuk mengatur pemerataan dokter itu. Walhasil untuk mengatasinya, pihaknya perlu menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) agar bisa menemukan kesepahaman untuk menempatkan dokter-dokter di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan.

“Memang tak banyak tenaga medis yang mau mengabdi di daerah terpencil, namun supaya layanan kesehatan dapat dinikmati secara merata, kita perlu lakukan pemerataan. Penempatannya tidak perlu terus-menerus bisa antara 2 sampai 3 bulan,” terangnya

sumber: surabayapost.co.id

Berita Tekait

Policy Paper