Jokowi Tak Ingin JKN Ganggu KJS

Kompas.com/Kurnia Sari Aziza Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) saat menghadiri pencanangan sitem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014, RSUP Fatmawati, Jakarta, Rabu (1/1/2014).

JAKARTA — Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah pusat menuai persoalan di DKI Jakarta. Praktiknya, JKN tumpang tindih dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun akan berkoordinasi agar kedua sistem tersebut bisa berjalan seirama.

Persoalan yang terjadi di lapangan ialah ada perbedaan langkah medis yang dicakup oleh kedua sistem tersebut. KJS mencakup langkah medis A, B, C, D dan E, misalnya, sedangkan sistem JKN hanya mengakomodasi langkah medis A, B, dan C saja.

Hal tersebut paling kentara dilihat dari perbedaan premi yang mesti dibayarkan pemerintah kepada sejumlah rumah sakit antara KJS dan JKN. Biaya premi KJS dapat mencapai Rp 23.000, sementara JKN hanya mencapai Rp 19.000 saja. Hal inilah yang kerap dikeluhkan pasien JKN. Alhasil, sang pasien harus tetap membayar langkah medis yang tak diakomodasi JKN.

Jokowi prioritaskan warga Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membenarkan situasi itu. "Di bawah itu terjadi kebingungan. Karena sekarang cek darah itu bayar. Padahal, dulu di KJS enggak. Beberapa langkah medis juga begitu, sekarang bayar, padahal dulu enggak," ujar Jokowi saat mengunjungi Puskesmas Jatinegara, Selasa (7/1/2014).

Jokowi ingin agar khusus di Jakarta, premi yang berlaku adalah premi KJS karena mengakomodasi banyak langkah medis. Yang harus dilakukannya kini adalah mengomunikasikan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) agar premi tetap Rp 23.000 dengan pembagian APBD Rp 19.000 dan sisanya APBD.

"Saya mau memperjelas ini dulu dengan dirut. Mungkin atau ndak. Wong kita maunya meng-cover semuanya kok," ucap Jokowi.

Skenario kedua, Jokowi mengatakan, sistem JKN tak usah diterapkan di Jakarta. Hal ini mengingat APBD di DKI Jakarta mampu untuk mengakomodasi program Kartu Jakarta Sehat dan jalannya program tersebut telah dianggap stabil tanpa persoalan penting.

sumber: kompas.com

Berita Tekait

Policy Paper