Banyak Warga Belum Paham Prosedur JKN

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN <br /> Salah seorang warga memperlihatkan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kantor Cabang Utama BPJS, Kota Bandung beberapa waktu lalu.

BENGKULU — Dari berbagai daerah dilaporkan, banyak warga belum paham prosedur untuk mendapat pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai diterapkan 1 Januari 2014. Bahkan, pegawai negeri yang semula peserta PT Askes baru sebatas tahu adanya JKN, tetapi belum memahami perubahannya.

Pemantauan di Rumah Sakit M Yunus, Bengkulu, Rabu (8/1/2014), menunjukkan, antrean pasien cukup panjang terjadi di loket pendaftaran poliklinik bagi peserta JKN dari pegawai negeri dan TNI/Polri.

Seorang pasien yang akan periksa rutin diabetes, Irson, mengatakan, ia telah mengantre lebih dari satu jam. Biasanya, ia hanya memasukkan formulir pendaftaran dan langsung menunggu di poli penyakit dalam. Namun, kini, setelah menyerahkan formulir pendaftaran dan surat rujukan, ia harus menunggu formulir diproses dan membawa ke poli penyakit dalam.

”Saya tahu ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari iklan, tetapi belum tahu mekanismenya. Dulu saya hanya tunggu 30 menit untuk diperiksa,” kata Irson yang juga polisi pamong praja itu.

Wakil Direktur RS M Yunus Bidang Pelayanan Adifitridin menyatakan, waktu tunggu bertambah karena di awal pelaksanaan JKN, rumah sakit harus memastikan pasien yang akan dilayani sudah terverifikasi oleh BPJS Kesehatan sebagai peserta JKN.

Hal serupa tampak di Pontianak, Kalimantan Barat. Kepala Bidang Pengelola Dana Fungsional RS Soedarso, Rabiatul Adawiyah, menuturkan, pasien JKN membeludak, bahkan pernah mencapai 600 orang sehari.

”Antrean di apotek dan loket menumpuk. Sebab, kini pelayanan menjadi satu atap,” katanya.

Rabiatul menyatakan, rumah sakitnya belum memiliki peranti lunak baru untuk mengklaim penagihan dan masih menggunakan yang lama.

Kepala Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan Popong Solihat menuturkan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan sosialisasi, tetapi masih banyak warga yang belum paham.

Di puskesmas itu belum ada fasilitas internet untuk melaporkan pelaksanaan kegiatan dan sumber daya manusianya kurang. ”Tenaga medis hanya 30 orang. Idealnya, ditambah tujuh orang lagi,” ujarnya. Apalagi, petugas puskesmas masih harus ke lapangan dan mengurusi administrasi.

Ada pasien protes soal resep obat. Pada program JKN ada obat yang ditanggung, ada pula yang tidak. Namun, masyarakat memersepsikan semua gratis.

Di Papua, penggunaan JKN masih rancu dengan Kartu Papua Sehat (KPS). ”Banyak petugas di rumah sakit masih bingung, apakah warga yang terdaftar sebagai pengguna KPS bisa menggunakan JKN,” kata Ketua Ombudsman Provinsi Papua Sabar Iwanggin di Jayapura.

Darno (68), warga Kelurahan Awio, Distrik Abepura, yang menjadi peserta Jamkesmas mengatakan tahu JKN melalui iklan di televisi, tetapi belum ada petugas yang menginformasikan tentang JKN.

Di Padang dan Palembang, masyarakat memadati kantor cabang BPJS Kesehatan untuk mendaftar sebagai peserta. Masyarakat tertarik karena iuran cukup terjangkau, sedangkan pelayanan kesehatan yang dijanjikan lengkap.

Ada pedagang dan fotografer lepas sedang mendaftar. Selain itu, sejumlah perusahaan swasta juga mendaftarkan para pekerjanya. Kecenderungan itu dibenarkan Kepala Bidang Pemasaran BPJS Divisi Regional III Widianti Utami.
Sosialisasi

Untuk mengatasi kekurangpahaman masyarakat dan tenaga kesehatan terhadap sistem serta prosedur pelayanan pada JKN, menurut Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris, pihaknya hari Selasa lalu bertemu dengan sekretariat bersama Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia.

Hari Jumat (10/1) akan dideklarasikan pembentukan satuan tugas pelaksanaan JKN. Minggu depan akan dilakukan sosialisasi masif ke daerah-daerah. Masalahnya, aturan tentang prosedur baru ditandatangani Kementerian Kesehatan akhir Desember.

Sebenarnya sosialisasi secara umum telah dilaksanakan sejak setahun lalu lewat media massa, selain lewat leaflet dan banner di fasilitas kesehatan.

Sosialisasi juga dilakukan lewat tokoh agama. Untuk peserta dari Askes, pensiunan, dan TNI/Polri dilakukan lewat jalur instansi dan persatuan pensiunan.

Sosialisasi lebih detail ke masyarakat umum tentang prosedur akan segera dilakukan lewat media cetak dan elektronik setelah anggaran disetujui Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.

Selain itu, ada pilot project kader BPJS Kesehatan di Jawa Barat. Ada 100 kader komunitas dibina dan diterjunkan ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi, perekrutan peserta, dan pendampingan terkait JKN. Jika berhasil, akan direplikasi ke daerah lain. Tugas pembinaan kader komunitas dilakukan bagian kepesertaan dan pemasaran di kantor cabang.

Terkait kasus di mana peserta/pasien KJS diminta pihak puskesmas/rumah sakit untuk mengurus kartu JKN, BPJS akan memasang spanduk di puskesmas dan RS di Jakarta untuk menegaskan bahwa kartu KJS sama dengan kartu JKN, sehingga peserta tidak perlu mengurus saat ini. Penerbitan kartu JKN untuk peserta dari Jamkesmas, KJS, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri perlu waktu karena jumlahnya puluhan ribu.

Sementara itu, seusai memimpin rapat terbatas bidang kesehatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan perbaikan insentif bagi tenaga kesehatan. Dalam waktu kurang dari satu bulan, pemerintah akan mengeluarkan aturan baru mengenai perbaikan sistem itu.

”Dari pengamatan dan evaluasi disadari ada masalah di lapangan menyangkut penyaluran insentif. Karena itu, akan dibenahi, termasuk jumlah dan ketepatan waktu penyaluran,” ujar Yudhoyono di Kantor Presiden.

sumber: KOMPAS

Berita Tekait

Policy Paper