Evaluasi 50 Hari Beroperasinya BPJS Kesehatan

Evaluasi 50 Hari Beroperasinya BPJS KesehatanTribun Jabar/GANI KURNIAWAN

JAKARTA -- Pelayanan kesehatan yang dioperasionalkan BPJS Kesehatan sesuai amanat UU SJSN jo. UU BPJS terus menuai protes dari peserta. Menurunnya benefit yang diterima peserta atau permasalahan layanan di lapangan menjadi keluhan dominan dari peserta kepada BPJS Kesehatan.

Tentunya hal ini terkait erat dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan 32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat Permenkes No.69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di lapangan.

"Selama 50 hari beroperasinya BPJS Kesehatan masih belum terlihat perbaikan yang signifikan di lapangan. Dari sisi regulasi, sampai saat ini orang gelandangan, anak jalanan, anak panti asuhan, orang jompo, dan sebagainya belum mendapat kepastian untuk dilayani oleh BPJS Kesehatan," kata Timboel Siregar Koordinator Advokasi BPJS Watch.

Rencana pemerintah menambah anggaran Rp 400 miliar untuk membiayai gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo, penghuni Lapas ternyata belum juga bisa direalisasikan. PP No. 101/2012 ttg PBI jo. Perpres 111/2013 ttg Jaminan kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI padahal menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta.

BPJS Watch terus mendesak pemerintah merevisi Permenkes 69/2013 dan SE 31 dan 32/2014 dengan menaikkan biaya INA CBGs dan Kapitasi dengan terlebih dahulu membicarakan masalah biaya ini dengan asosiasi Rumah sakit, Puskesmas, asosiasi Klinik, dan penyelenggara kesehaatan lainnya.

Selain itu pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan Rp. 400 milyar tsb untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo, dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan tentunya jumlah orang miskin yang dicover BPJS Kesehatan harus dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah anggaran dari APBN.

Di tingkat BPJS Kesehatan, regulasi  Manfaat Tambahan yang diamanatkan Perpres No.111/2013 (pasal 24 dan 27) yang harus dibuat BPJS Kesehatan hingga saat ini belum juga selesai dibuat. Keharusan perusahaan BUMN dan swasta nasional, menengah dan kecil masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 januari 2015 harusnya direspon BPJS Kesehatan dengan sesegera mungkin menyelesaikan regulasi tentang Manfaat Tambahan, sehingga pekerja BUMN atau swasta lainnya yang selama ini mendapat jaminan kesehatan lebih dari yang disediakan BPJS Kesehatan saat ini tetap dapat pelayanan yang minimal sama seperti yang telah diatur dalam PKB (Perjanjian kerja bersama) atau PP (peraturan perusahaan) masing2 perusahaan, sehingga tidak mengalami penurunan pelayanan.

Regulasi BPJS Kesehatan ttg Manfaat Tambahan ini harus dikomunikasikan secara transparan dengan asuransi kesehatan swasta, Serikat pekerja dan Apindo sehingga nantinya soal Manfaat Tambahan ini tidak lagi menjadi masalah.

Terkait masalah pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PPK I (puskesmas, klinik) maupun PPK II (Rumah sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien yang harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena dibilang penuh oleh RS, bukanlah hal yang baru dan baru sekali terjadi.

Banyak pasien yang dalam kondisi sakit harus dipaksa keliling kota untuk mencari RS yang ada kamar perawatan. Orang tua teman saya di Bogor harus berputar-putar mencari kamar kosong di 5 RS tapi akhirnya gagal juga, dan baru keesokan harinya dapat kamar di RSUD Ciawi, namun hanya 8 jam dirawat karena Tuhan memanggil si Ibu kepangkuanNYA.

Lebih dari itu, banyak Pasien yang sudah sekarat harus mencari-cari ruang ICU/ICCU dari satu RS ke RS lainnya dengan alasan ruang ICU / ICCU penuh. Hal ini saya alami sendiri dimana Jumat lalu, setelah dirawat seminggu di RSCM, Ibu saya koma tidak sadarkan diri namun tidak bisa dirawat di ICU /ICCU RSCM karena penuh tetapi dokter hanya menyuruh keluarga cari RS yang ICU/ICCU masih kosong.

Usaha mencari gagal karena ICU/ICCu di RS dekat RSCM penuh semua. Seharusnya dokter RSCM bisa merawat sementara di IGD yang memiliki Ventilator, tapi itu tidak dilakukan karena pasien bukanlah pasien baru dari luar. Setelah mencari 5 jam akhirnya Ibu dikirim ke RS mitra keluarga Cibubur yang cukup jauh dari RSCM. Tuhan memanggil Beliau dalam perjalanan ke RS Mitra Keluarga Cibubur.

Pasien bernama Pak Nur  dipaksa oleh sebuah RS di Jambi untuk mencari darah sendiri sebelum besoknya dioperasi. Dalam kondisi sakit Pak Nur harus mencari darah. Operasi yang direncanakan tanggal 18 Februari harus diundur keesokan harinya (hari ini) karena pasien baru dapat 2 kantong darah dari 3 kantong darah yang diperlukan. RS dan BPJS tidak mau peduli terhadap kebutuhan darah Pak Nur.

BPJS Kesehatan seharusnya lebih sensitif dan peduli untuk masalah-masalah teknis dari 3 contoh kasus di atas. Harusnya ada desk khusus BPJS Kesehatan di tiap RS yang memiliki data atau informasi ter up date terkait masalah ketersediaan ruang rawat atau ruang ICU/ICCU di RS lain.

Desk khusus tersebut on line dengan desk khusus BPJS di RS-RS lain sehingga BPJS kesehatan akan menginformasikan lebih pasti mana RS yang memiliki ruang rawat atau ICU/ICCU kosong pada saat itu sehingga pasien atau keluarga pasien tidak mencari-cari RS dengan ketidakpastian.

Desk khusus ini beroperasi 24 jam dan terus memantau ketersediaan ruangh perawatan atau ICU/ICCU dimasing masing RS. Demikian juga tentang ketersediaan darah, harusnya BPJS kesehatan punya kerjasama khusus dengan PMI atau RS lain yang memiiki stock darah sehingga ketika pasien memerlukan darah maka Desk khusus BPJS Kesehatan bisa menyediakannya tanpa lagi pasien mencari-cari tanpa kepastian.

Tentunya masalah pelayanan kesehtan harus terus ditingkatkan, dan hal ini perlu komitmen BPJS kesehatan untuk memperbaiki diri. Bila regulasi dan komitmen pelayanan tidak ditingkatkan maka BPJS Kesehatan akan terus menuai kritik dan akhirnya semangat baik yang ada di UU SJSN (UU 40/2004) dan UU BPJS (UU 24/2011) akan menjadi lenyap dan meninggalkan sejarah kegagalan.

Semoga evaluasi 50 hari beroperasinya BPjs kesehatan dapat dijadikan semangat untuk memperbaiki pelayanan kepada rakyat Indonesia.

sumber: tribunnews

Berita Tekait

Policy Paper