RS Boleh Terapkan Sistem di Luar BPJS

JAKARTA - Untuk menyiasati belum cairnya tunggakan klaim, pihak rumah sakit (RS) dibolehkan menggunakan sistem operasional lain meski telah bergabung dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Salah satunya, menggunakan sistem fee for service terhadap pasien.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang mengatakan, sistem fee for service akan sangat membantu RS untuk mendapatkan dana segar. “Kalau rumah sakit hanya mengandalkan BPJS, dia gak bisa idup dong," katanya kepada Jawa Pos, Minggu (23/2).

Chazali menerangkan, keikutsertaan RS milik pemerintah dalam BPJS memang suatu keharusan. Namun, pihak RS juga berhak menerima pendapatan lain dari sistem fee for service itu. Apalagi RS swasta yang terbiasa menarif “gila-gilaan” untuk pasiennya.

Menurut dia, pelayanan fee for service itu sah-sah saja. Tak bisa dimungkiri, memang banyak pasien yang enggan mengantre panjang hanya untuk mendapat pengobatan di tingkat dasar atau puskesmas.

“Ya, kalau punya uang dan tidak mau mengantre, mereka bisa bayar, maka rumah sakit bisa melayani. Kenapa tidak? Misalnya saya. Saya banyak duit, tapi saya nggak mau repot. Saya mau langsung ditangani di RS. Saya langsung bayar, gak pake BPJS Kesehatan. Ya gak masalah, toh saya tetap bayar iuran. Biar saja iuran saya digunakan yang lain, anggap saja sedekah,” jelasnya.

Dalam BPJS ini semua pelayanan satu pintu. Pelayanan primer di tingkat puskesmas dan klinik harus dilalui sebelum bisa mencapai RS. Sayang, pemerintah masih kurang memfasilitasi puskesmas dengan dokter dan sistem administrasi yang baik. Karena itu, hingga kini pelayanan di tingkat primer masih kurang efektif.

Dalam penggunaan fee for service pun, masyarakat tidak perlu takut ditipu pihak rumah sakit. Meski tarif dari pelayan fee for service tidak tercantum dalam Indonesia Case Based Groups (INA CBGs), untuk RS milik pemerintah baik pusat maupun daerah, tarif fee for service telah distandardisasi.

“Untuk rumah sakit milik pemerintah, sudah ada aturannya dari pusat. Beda kalau swasta, fee for service tidak ada batasannya dan tidak ada kontrol dari pemerintah,” ungkap Chazali.

Berita Tekait

Policy Paper