Ada Aturan Baru soal Pasien BPJS, RS Swasta Keberatan

Ada Aturan Baru soal Pasien BPJS, RS Swasta Keberatan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jelang tutup tahun 2016, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Permenkes nomor 64 tahun 2016.

Aturan dalam Permenkes dirasa memberatkan pihak Rumah Sakit (RS), khususnya RS Swasta.

Permenkes nomor 64 tahun 2016 tersebut merupakan revisi dari Permenkes nomor 52 tahun 2016 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan.

Disebutkan, dalam revisi pasal 25, pasien peserta BPJS yang pindah ke kelas VIP hanya perlu membayar selisih harga kamar. Aturan baru tersebut dirasa membebani pihak RS.

Sekretaris RS Panti Rapih Mathius Sujarwa mengaku keberatan dengan aturan baru tersebut. Pasalnya, pembayaran selisih kamar tersebut hanya sedikit menutup kekurangan biaya untuk kelas VIP.

"Salah satu dampaknya bisa defisit karena biaya operasional tidak tercukupi," ujar Sujarwa pada Selasa (3/1/2017).

Untuk menutupi kekurangan biaya, pihak RS mengupayakan efisiensi kerja. Namun ia menegaskan, hal itu tidak akan mengurangi mutu dan prosedur kesehatan bagi masyarakat.

"Kita ada kendali mutu dan kendali biaya, sehingga bagaimana menjaga mutu atau prosedur tanpa harus terjadi defisit," jelasnya.

Manajer Bina Citra atau Humas Pemasaran RS PKU Muhammadiyah Laili Nailulmuna menyampaikan, pihak RS PKU juga berupaya melakukan efisiensi untuk menutupi biaya yang tidak ditanggung oleh BPJS.

Formula-formula kebijakan disusun untuk menghindari defisit.

"Kebijakan RS tidak menyalahi dari aturan dan selalu mengakomodir atau menjalankan harapan dari Permenkes tersebut, namun kami juga menghindari terjadi defisit," tuturnya.

Ia menyebut, selama ini kebijakan RS bisa menutupi pembiayaan yang tidak ditanggung PBJS. Soal defisit, hal itu bisa saja terjadi namun bisa ditutupi.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta dr. Sri Mugirahayu AAK., membenarkan bahwa mealui Permenkes tersebut, pasien hanya perlu membayar selisih tarif kamar biasa dengan VIP.

Ia menjelaskan, RS Swasta menjual people service atau pelayanan prima, sedang layanan tersebut memang tidak ditanggung oleh BPJS.

"Kalau RS Swasta kan pola pembayaran dan standar kualitasnya berdasarkan itu, padahal itu tidak ditanggung oleh BPJS sehingga wajar ketika RS merasa bisa rugi," sebutnya.

Dijelaskannya, walau pasien masuk di kelas VIP namun pengobatan berdasarkan pada pembiayaan tarif umum.

BPJS melakukan penanggungan biaya berdasarkan tarif paket penyakit, sehingga diharapkan RS tidak melakukan penambahan diluar tarif umum atau tarif penyakit.

"Misalnya dia terkena serangan jantung yang hanya perlu tiga obat, jangan diganti atau ditambah obatnya agar tidak bengkak biayanya karena BPJS hanya menanggung berdasarkan paket penyakit," jelasnya. (*)

Berita Tekait

Policy Paper