Pembukaan Kongres InaHEA ke-3

THE ECONOMICS OF PREVENTIVE HEALTH PROGRAMS

TOBACCO AND HEALTH EQUITY UNDER JKN POLICY

border-page

Pembukaan

 pembukaan inahea 2016

Kongres Indonesian Health Economics Association (InaHEA) ke-3 yang diselenggarakan di Hotel Alana Yogyakarta dibuka oleh Prof. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD selaku Ketua JKKI dan pembukaan selanjutnya disampaikan oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH selaku Ketua InaHEA. Kongres InaHEA ke-3 dengan tema The Economics of Preventive Health Program, Tobacco and Health Equity Under JKN Policy dibuka secara resmi dengan pemukulan gong oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh drg.Tritarayati, SH, MHKes selaku Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan serta menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia saat ini berfokus pada 3 pilar Program Indonesia Sehat yang terdiri dari Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional. InaHEA merupakan organisasi profesi dengan fokus mengenai ekonomi kesehatan dimana kongres yang ketiga diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 28-30 Juni 2016.

video icon Opening Ceremony

video icon Welcome Speech Prof. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD

video icon Welcome Speech Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH

video icon Keynote Speech drg.Tritarayati, SH, MHKes

 

Diskusi Panel

 pembukaan kongres

Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang dimoderatori oleh DR. drg. Julita Hendrartini, M.Kes. Pembicara yang pertama yakni Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH memaparkan tentang implementasi JKN dan tantangannya. Saat ini dalam sistem kesehatan yang tercantum pada UU No. 36 Tahun 2009 dijelaskan pembagian kegiatan antara UKM yang dilaksanakan oleh pemerintah, dan UKP yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Prinsip intervensi kesehatan dalam kegiatan UKM diawali dengan promosi yang apabila tidak berhasil maka dilanjutkan dengan step selanjutnya yaitu special protection dan screening.

Isu yang masih beredar dari awal dilaksanakan JKN hingga sekarang ialah BPJS Kesehatan akan gulung tikar karena defisit pembiayaan. Kita ketahui bahwa pada tahun 2015 APBN mengalami defisit hingga Rp. 285 triliun. Hal ini biasa terjadi dan tidak akan mempengaruhi berjalannya program JKN. Penilaian terhadap BPJS Kesehatan dapat diketahui dengan tolak ukur yang dipergunakan yakni 9 Prinsip JKN yang terdiri dari gotong royong, nirlaba, terbuka, hati-hati, kepesertaan wajib, akuntabilitas, portabilitas,dana amanat, dan hasil pengelolaan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk  kepentingan peserta.

Pembicara kedua disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD yang memaparkan tentang critical issues in JKN. Pooling program JKN saat ini hanya ada 1 tempat yakni di BPJS Kesehatan. Fenomena yang terjadi saat ini adalah rasio klaim yang tidak seimbang dimana pada kelompok non PBI mencapai lebih dari 500% dan PBI yang justru kurang dari 100%. Pertumbuhan rumah sakit saat ini juga tidak berimbang, karena pada Regional I yang terdiri dari provinsi yang berlokasi di Pulau Jawa mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sementara paling rendah terjadi pada Regional V yang terdiri atas provinsi yang berlokasi pada Indonesia Timur. Masalah juga terjadi dari segi ekonomi, dimana GDP pada tahun 2007-2016 mengalami terus mengalami kenaikan yang tinggi namun pendapat yang bersumber dari pajak sangat rendah dan pertumbuhan cenderung sangat lambat. Solusi yang mungkin dapat diterapkan yakni sebaiknya dibuat suatu standar paket dasar dasar dan bukan seperti sekarang dimana benefit dari program JKN yang unlimited.

Pembicara terakhir disampaikan oleh Dr. Mundiharno yang merupakan Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan yang dimulai dari tahun 2014 telah menggunakan sistem single ID yang terintegrasi dengan NIK, namun hingga saat ini masih terdapat 40 juta data yang belum memiliki NIK terutama pada data PBI. Kepesertaan hingga 30 Juni 2016 telah mencapai 166,9 juta peserta dan pencapaian yang terendah terdapat pada kelompok Peserta Penerima Upah (PPU). Premi yang saat ini diterapkan untuk Kelas 1 telah sesuai dengan hitungan aktuaria, namun untuk Kelas 2 dan Kelas 3 masih dibawah hitungan aktuaria. Fenomena setelah dikeluarkannya Perpres No. 28 Tahun 2016 banyaknya peserta yang melakukan perubahan kelas menjadi Kelas 3 karena merasa keberatan dengan premi untuk Kelas 1 dan 2. Hingga saat ini pengeluaran BPJS Kesehatan untuk klaim penyakit masih sangat tinggi mencapai Rp. 15,92 triliun atau sekitar 33,62%. Fenomena lain yang terjadi per Juni 2016 yakni klaim terbanyak untuk penyakit kronis yang mencapai 12,8 juta kasus, dan pada pelayanan rawat inap untuk oprasi pembedahan caesar kecil sangat tinggi mencapai 221.918 kasus. Kesimpulan yang dapat disampaikan yakni masalah collecting untuk peserta PPU yang masih rendah, dan kualitas pelayanan yang dilihat dari sudut pandang keluhan masyarakat yang terjadi hingga saat ini masih tinggi.

Materi dan Video


 

video icon   15, powerpoint iconProf dr. Laksono Trisnantoro, MSc PhD 

video icon   15, powerpoint iconProf. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH

video icon   15, powerpoint iconDr. Mundiharno

video icon Diskusi Termin 1

video icon Diskusi Termin 2

 


 

Reporter: Wisnu Damarsasi (WD)

pendaftaran-alert

regulasi-jkn copy

arsip-pjj-equity

Dana-Dana Kesehatan

pemerintah

swasta-masy

jamkes

*silahkan klik menu diatas

Policy Paper

Link Terkait

jamsosidthe-lancet