Riset Ekonomi Farmasi & Graduation

Kongres InaHEA hari kedua, tanggal 25 Januari 2014 juga membahas tentang Riset Ekonomi Farmasi & Graduation: Health Economics and Policy Diploma Program 2013. Sesi ini merupakan sesi presentasi peserta pelatihan farmakoekonomi kerjasama universitas Indonesia, University of Harvard dan University of Liverpool. Setelah presentasi lima kelompok peserta pelatihan, dilanjutkan dengan pemberian sertitikat. Seluruh peserta dinyatakan lulus, walaupun masih ada beberapa proyek penelitian yang masih memerlukan penelitian lanjutan. Penilaian peserta dilakukan sejak mengikuti pelatihan dan esai-esai yang telah dikirimkan.

Ada limacourse project yang dipresentasikan, sebagai berikut:

  1. Risk Sharing Agreement for Optimizing Medication Access Coverage in Indonesian Health Insurance Scheme: Case Study at PT. Askes Indonesia.

Tati H. Denawati

Beberapa poin penting yang disampaikan adalah:

Bagaimana meningkatkan akses obat, terutama produk inovatif yang sangat dibutuhkan.Ada satu hal yang mungkin belum banyak diketahui, bahwa penyakit katastropik misalnya cancer, thalasemia, hemofilia mebutuhkan biaya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, menanggapi hal ini, PT. Askes melakukan risk sharing agreement (RSA). RSA adalah kontrak kerjasama antara 2 belah pihak untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai risiko yang masih belum menentu. Elemen RSA meliputi persetujuan, cakupan, harga, skema distribusi (misalnya obat).

RSA yang telah dilakukan oleh PT. Askes dengan industri farmasi, terdapat 10 produk obat (diakses pada 31/12/2013 via mims.com).PT. Askes dan Kemenkes bekerjasama dalam penyusunan FORNAS.

Tujuan penelitian ini adalah memberikan pemahaman tentang RSA dan elemennya Metode yang digunakan: Literatur review dan analilis tematik.Hasil: belum ada evaluasi mendalam tentang RSA ini. Keterbatasan penelitian: belum ada data biaya dan tidak dilakukan kualitatif analisis pada berbagai stakeholder.Kesimpulan:

    1. Beberapa produk farmasi tidak bisa dilakukan lelang harga,
    2. Pemerintah harus memikirkan ketersediaan obat ini
    3. Tidak ada evaluasi biaya yang dilakukan oleh PT. Askes.
    4. Saran: pengembangan skema RSA dan studi-studi biaya serta studi kepuasan stakeholder.
  1. Analisis Biaya Pengobatan Leukemia Limfosit Akut (LLA)

Adhi Yudho Wibowo

Beberapa poin penting yang disampaikan adalahLeukemia Limfosit Akut (LLA) banyak terjadi pada anak-anak di bawah 15 tahun. Protokol pembiayaannya dapat diamati setelah penderita menjalani pengobatan minimal dua tahun. Biaya terapi meningkat karena saat ini, terapi pada penderita menggunakan metode terapi yang lebih baru, dan bsar kecilnya biaya yang dikeluarkan sangat bergantung pada kondisi penderita. Sehingganya, analisis biaya penting untuk membandingkan tiap komponen biaya.

Tujuan umum penelitian ini adalah melihat gambaran biaya dari waktu ke waktu dan tujuan khusus adalah menghitung komponen biaya terapi menurut protokol dan stadium penyakit.Perhitungan dilakukan terhadap komponen biaya medis langsung dan biaya medis tidak langsung, misalnya biaya kemoterapi, biaya obat lain, biaya visit dokter, biaya alat kesehatan, tes penunjang, administrasi dan rawat inap.

Metode: Interview pada praktisi kesehatan, mengamati rekam medis dan billing atau data biaya pasien. Kriteria pasien yang diikutkan dalam penelitian ini adalah rekam medic pasien yang dinilai sesuai dengan tatalaksana terapi sejak 2006 atau telah menjalani terapi minimal dua tahun atau mereka yang telah menyelesaikan terapi. Hasil penelitian, pasien dibagi menjadi dua kelompok yaitu (1) pasien dengan kategori high risk dengan estimasi biaya terapi Rp. 119-130 juta sedangkan (2) pasien dengan kategori standard risk dengan estimasi biaya terapi sekitar Rp. 110 juta. Dari seluruh komponen biaya, biaya kemoterapi dan biaya rawat inap adalah proporsi terbesar yang harus dibayarkan.

    1. Kesimpulannya
      1. Komponen biaya pasien penderita ALL, sebagai berikut:
        1. Kemoterapi ±29 juta (25%)
        2. Rawat inap ±28 juta (23-48%)
        3. Tes penunjang ±24 juta (20-28%)
        4. Obat ±17 juta (13-95%)
        5. Visit dan konsul dokter ±9,5 juta (8%)
      1. Rata-rata biaya terapi, tergantung pada:
        1. Tingkat keparahan penyakit pasien
        2. Protokol terapi
        3. Sesuai protokol 2006, pasien kategori high risk membutuhkan biaya Rp. 119-130 juta dan pasien dengan kategori standard risk dengan biaya Rp. 90-130 juta.
      1. Perbandingan biaya yang ditanggung penjamin:
        1. Kisaran Rp. 90-130 juta.
        2. Kecuali pasien disetujui menjalani terapi radiasi dan MRI.
  1. Evaluasi Dampak Program Gate Keeper terhadap Angka Kunjungan Peserta Askes dan Biaya Pelayanan Kesehatan di PT Asuransi Jiwa inHealth Indonesia.

Supriya Lelana, Lucy Lustiani, Andri Kusandri, Riyanni Meisha, Puguh Prasetyo Putra.

Program gate keeper muncul karena biaya kesehatan semakin meningkat, peningkatan ini dapat dilihat dari perkembangan claim. Jika biaya terus meningkat, maka akan terus dilakukan penyesuaian premi. Gate keeper yaitu peran layanan kesehatan primer. Dengan adanya program ini, diharapkan dokter layanan primer dapatmenjaga pasiennya.Tujuannya untuk mengevaluasi sejauh mana program gate keeper dapat mengurangi jumlah kunjungan pasien ke RS (PPK tingkat II) yang berasosiasi pada pengendalian biaya kesehatan.

Metodologi yang digunakan ialah pengamatan dimulai 12 bulan sebelum dan sesudah pada bulan Juni 2012, kemudian dibandingkan setiap komponen biaya.Hasilnya Gate keeper: 288 (11,5% dari total provider tingkat I) dengan area penelitian meliputi: Palembang, Jakarta I & II, Bandung, Semarang, Surabaya dan Balikpapan.Kesimpulan: Terjadi penurunan jumlah kunjungan pasien ke PPK II dan memberikan dampak terhadap pembiayaan walaupun secara statistic penurunan biaya ini tidak bermakna.

  1. Cost and Outcome Terapi Kanker Payudara Pasien Askes dengan Trastuzumab Vs Kemoterapi

Prita Julitiati, Juliana Ramdhani, Anggaraningsih, Tri Budiastuti

Beberapa poin penting sebagai berikut:

Kanker adalah salah satu penyakit katastropik yang dijamin pembiayaannya oleh PT. Askes. Harga obat kanker yang mahal dan periode pengobatan yang tidak bisa diprediksi. Harga Trastuzumab Rp. 19. 608. 034 per vial.Penelitian dilakukan periode Januari 2011 hingga triwulan 4 tahun 2012. Rumusan masalah: penjaminan trastuzumab telah dilakukan selama 3 (tiga) tahun, namun belum dilakukan analisis biaya dengan outcome yang terjadi.

    1. Pertanyaan penelitian:
      1. Apakah terapi dengan Trastuzumab telah tepat sasarn?
      2. Bagaimana ketepatan waktu terapi?
      3. Bagaimana kualitas hidup penderita?
      4. Berapa lama pasien dapat bertahan hidup?
      5. Apakah terapi dengan Trastuzumab lebih baik dibandingkan jenis terapi lain?
      6. Tujuan penelitian: Evaluasi efektifitas terapi trastuzumab pada pasien dengan diagnosa kanker payudara.
      7. Metode penelitian: kuantitatif dengan pengumpulan data retrospektif.
      8. Catatan: penelitian ini sedang berjalan.

Catatan: karena keterbatasan waktu, sesi diskusi ditiadakan.

backKembali ke halaman utama reportase InaHEA

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...

pendaftaran-alert

regulasi-jkn copy

arsip-pjj-equity

Dana-Dana Kesehatan

pemerintah

swasta-masy

jamkes

*silahkan klik menu diatas

Policy Paper

Link Terkait

jamsosidthe-lancet