Reportase Webinar Pembiayaan Kesehatan yang Bermanfaat Bagi Kaum Miskin

Reportase Webinar

Pembiayaan Kesehatan yang Bermanfaat Bagi Kaum Miskin:

Evaluasi Ekuitas Pembiayaan dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

16 Juli 2020

 


 

Pengantar

Ariyana Satrya

(Ketua PKJS UI)

Reformasi pelayanan kesehatan terjadi sejak 2014 dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) membutuhkan dukungan banyak stakeholder seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Penelitian ini sangat penting untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan dapat memajukan sistem kesehatan di Indonesia.

Keynote Speech
Kunta Wibawa Dasa Nugraha
(Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara)

Program JKN telah berjalan sejak 2014 meskipun belum terlalu lama berjalan, ini saatnya melakukan perubahan – perubahan dan lebih bermanfaat serta berkesinambungan. Program JKN ini bertujuan untuk perlindungan kesehatan dan keuangan bagi masyarakat Indonesia. Program ini mencegah orang jatuh miskin karena jatuh sakit untuk membayar biaya pengobatan yang mahal. Pemerintah melalui berbagai peraturan telah mendukung program JKN dengan dana APBN dan APBD dan berbagai regulasi. Defisit karena rendahnya nilai iuran, disparitas infrastruktur dan fasilitas kesehatan dan perbaikan sistem manajemen program menjadi fokus ke depan untuk dibenahi agar tujuan JKN dapat dipenuhi.

Sesi 1

Professor Virginia Wiseman
Paparan Hasil dan Metodologi penelitian
(London School of Hygiene & Tropical Medicine
Kirby Institute /School of Public Health & Community Medicine, University of New South Wales)

UHC menjadi prioritas sistem di Indonesia menghadapi tantangan yang sama dengan negara lain dimana membutuhkan manuver strategi dan untuk mendukung equity. Bukti – bukti dari negara berpendapatan rendah telah tersedia. Penelitian ini menggunakan unit analisis dari health system dan parsial analysis pada fokus yang berbeda – beda yaitu cash transfer dan equity. Sistem kesehatan dilihat secara keseluruhan untuk menjawab pertanyaan Bagaimana sektor swasta dan publik berinteraksi dan Bagaimana dana publik dimanfaatkan. Studi ini melakukan penilain progress yang dicapai untuk menuju keinginan yang akan dicapai dengan menyajikan bukti - bukti konteks dan proses implementasi reformasi UHC, progresivitas sistem pembiayaan pelayanan kesehatan, pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak pada masa masyarakat miskin, dan pembayaran perawatan kesehatan yang katastropik dan memiskinkan.

Aryana Satrya
Metode Penelitian

Studi ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mengukur hasil yang dievaluasi pada awal 2018 dan akhir 2019. Sumber data yang digunakan yaitu data Susenas 2017 dan 2018, data IFLS 2014 gelombang 5, data NHA 2017, data kapitasi JKN, data INA-CBG dan sumber data lain. Survey secara langsung juga dilakukan terhadap 7600 rumah secara berkelanjutan yang terbagi menjadi 2 gelombang pada 2017 dan 2019. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap 11 stakeholder kunci yang memahami kebijakan JKN dan UHC.

Augustine Asante
Preliminary Result: BIA dan FIA
(University of New South Wales/ UNSW).

Kesetaraan dalam kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan tetap menjadi salah satu tujuan kebijakan kesehatan yang penting di negara dengan pendapatan rendah. Bukti telah banyak tersedia, di Pakistan, Laos, Filipina, Bangladesh, dan Vietnam, pembayaran OOP mewakili lebih dari 50% total pengeluaran kesehatan. India, biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit menyebabkan 85% kemiskinan. UHC mensyaratkan bahwa semua orang harus memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa resiko kekurangan keuangan atau pemiskinan. Sehingga penelitian ini akan mengukur kesetaraan keuangan di sektor kesehatan, Siapa yang membayar, siapa yang dilindungi dan siapa yang mendapatkan manfaat. Ukuran yang digunakan yaitu BIA dan FIA. Benefit incidence analysis (BIA) - mengukur sejauh mana berbagai kelompok sosial ekonomi mendapat manfaat dari pengeluaran kesehatan (dari pemerintah) melalui penggunaan layanan kesehatan. FIA - mengukur bagaimana beban pembayaran untuk pelayanan kesehatan didistribusikan relatif di seluruh kelompok sosial ekonomi terhadap kemampuan mereka untuk membayar (ATP - ability to pay).

Manon Haemmerli
Hasil Penelitian dengan Benefit Incidence Analysis (BIA)
London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM)

Fokus yang ingin dicapai dalam BIA yaitu untuk menjawab pertanyaan Siapa yang diuntungkan dari pengeluaran pelayanan kesehatan - orang miskin atau orang kaya?. Data yang digunakan yaitu survey gelombang 1 terhadap 7.555 rumah tangga (31.930 individu), survey gelombang 2 terhadap 7.487 rumah tangga (31.246 individu), data NHA 2016, data kapitasi JKN dari puskesmas dan klinik pratama, data INA-CBG dari rumah sakit pemerintah dan swasta. Dua ukuran digunakan untuk mengukur manfaat yaitu persentase pembagian manfaat dan indeks konsentrasi. Ringkasan hasil analisis dengan BIA adalah bahwa Distribusi manfaat pelayanan kesehatan di sektor publik sedikit pro-kaya pada gelombang 1 (CI = 0,007) tetapi menjadi pro-miskin dalam gelombang 2 (CI = -0,030). Distribusi manfaat pelayanan kesehatan di sektor swasta secara signifikan pro-kaya dalam gelombang 1 (CI = 0,140 ***) dan menjadi lebih pro-kaya dalam gelombang 2 (CI = 0,220 **). Distribusi keseluruhan penerima manfaat perawatan kesehatan di Indonesia sedikit pro-kaya (CI = 0,070). Kesimpulan akhir sehubungan dengan kebutuhan kesehatan, masyarakat miskin di Indonesia menerima manfaat yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang terkaya.

Augustine Asante
Hasil Penelitian dengan Financing Incident analysis (FIA)
University of New South Wales (UNSW).

Fokus yang ingin dicapai dalam FIA yaitu untuk menjawab pertanyaan Siapa yang membayar untuk pelayanan kesehatan di Indonesia? . Data yang digunakan yaitu data rumah tangga yang terdiri dari data pengeluaran rumah tangga yang dilihat dari pembayaran out of pocket (OOP), pembayaran asuransi swasta, kontribusi asuransi sosial (iuran JKN), pembayaran langsung dan tidak langsung untuk pajak. Data lain yaitu data pembiayaan kesehatan dari NHA yang didapatkan dari berbagai sumber. Data tersebut yaitu data Susenas 2017 dan 2018, data IFLS 2014 (5), data NHA 2017, data pajak dari kantor pajak, dan sumber data lain dari Kementerian Keuangan. Cara analisis data yaitu melakukan estimasi tertimbang melalui data survei terhadap proporsi kontribusi keuangan terhadap pengeluaran kesehatan dengan menggunakan data - Susenas 2017 dan 2018, pajak tidak langsung, pembayaran OOP & kontribusi asuransi kesehatan swasta, data IFLS gelombang 5 tahun 2014, pajak langsung (pribadi), manfaat perusahaan & kontribusi JKN. Ukuran tertimbang menggunakan data NHA 2017 dan data pendapatan pemerintah dari Kementerian Keuangan untuk memperoleh keseluruhan indeks Konsentrasi & indeks Kakwani. Perkiraan kemampuan untuk membayar menggunakan data pengeluaran konsumsi non makanan dari Susenas.

Untuk mengukur kemajuan atau kemunduran pembayaran kesehatan dilakukan dengan 2 cara yaitu menggunakan kurva konsentrasi pembayaran dan kurva Lorenz pendapatan / konsumsi dan menggunakan indeks konsentrasi dan indeks Kakwani. Kurva Lorenz menunjukkan bagian kumulatif dari konsumsi menurut bagian kumulatif dari populasi yang diperingkat pada urutan konsumsi yang naik. Sedangkan Indeks Kakwani (KI) yaitu membandingkan distribusi pembayaran kesehatan yang diplot pada kurva konsentrasi dengan distribusi pendapatan/ konsumsi yang diplot pada kurva Lorenz. KI berkisar dari -2 hingga 1. Berdasarkan konvensi, KI positif menunjukkan distribusi pembayaran progresif dan negatif menunjukkan distribusi regresif. Ringkasan hasil analisis FIA yaitu pembayaran untuk pelayanan kesehatan melalui pajak tidak langsung, asuransi kesehatan sosial dan asuransi kesehatan swasta mengalami kemunduran pada 2017 dan 2018. Sebaliknya, pembayaran untuk pelayanan kesehatan melalui pajak langsung, asuransi kesehatan perusahaan, dan pembayaran OOP adalah progresif di kedua tahun (2017 hingga 2018). Kesimpulan dari analisis FIA secara keseluruhan menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia nampak sedikit progresif, meskipun progresivitas tampaknya menurun (KI = 0,013 pada 2017 dan 0,009 pada 2018) yang dapat diartikan bergerak ke 2019 pro-poor (untuk masyarakat miskin) semakin turun.

Hasbullah Thabrany
Principal Investigator Indonesia, ENHANCE, 2017-2020

JKN konteks skema mengharuskan setiap karyawan untuk berkontribusi 5% dari gaji bulanan (berbagi 1% oleh karyawan dan 4% oleh majikan). Namun masih ada pembatasan yang tidak adil, orang yang bergaji tinggi masih membayar kecil untuk iuran (pembatasan maksimal 12 juta pada Perpres terbaru). JKN mencakup keluarga dengan lima anak (maksimal 3 anak). Karyawan harus berkontribusi 1% ekstra untuk setiap anggota tambahan dari rumah tangganya. Sektor informal yang tidak digaji, harus mendaftarkan keluarga dengan tiga pilihan kontribusi nominal untuk dipilih. Tiga opsi untuk kontribusi adalah proksi perbedaan pendapatan oleh rumah tangga di sektor informal. Manfaat secara komprehensif didefinisikan sebagai kebutuhan medis. Tidak ada batas pada jumlah per klaim, tetapi JKN menggunakan sistem jaringan tertutup (tidak open system). Untuk alasan di atas, penelitian ini berfokus pada rumah tangga (yaitu rumah tangga sebagai unit analisis). Salah satu tujuan UHC adalah untuk mencegah pengeluaran rumah tangga yang bisa menjadi bencana keuangan atau memiskinkan rumah tangga.

Analisis digunakan terhadap “akses” dengan mengukur pemanfaatan pelayanan rawat jalan di bulan sebelum survei dan layanan rawat inap pada tahun sebelum survei. Melakukan analisis terhadap "konsumsi" pelayanan pelayanan kesehatan dengan mengukur jumlah pasien rawat jalan dan jumlah pasien rawat inap di setiap rumah tangga untuk durasi waktu yang sama. Melakukan penghitungan dengan mengukur pembayaran OOP - yaitu 1: tidak ada; 2: 0,1-10% dari pengeluaran rumah tangga bulanan (MHHE); 3: 10-25% dari MHHE; 4: 25-40% MHHE; dan 5:> 40% MHHE.

Ringkasan hasil analisis yaitu terjadi proporsi (beban) pengeluaran OOP yang lebih tinggi oleh rumah tangga untuk rawat inap dibandingkan dengan rawat jalan, termasuk oleh mereka yang diasuransikan. Akses dan konsumsi perawatan kesehatan yang relatif lebih baik oleh anggota JKN dibandingkan dengan yang tidak diasuransikan. Rawat inap menempatkan beban yang tinggi pada rumah tangga. Tetapi, anggota JKN cenderung memiliki kemungkinan lebih rendah untuk memiliki pengeluaran OOP yang sangat besar (untuk perawatan rawat inap dan rawat jalan) dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak diasuransikan, temuan ini harus menjadi perhatian serius. Kesimpulannya bahwa salah satu kebijakan yang masih perlu diperbaiki adalah kebijakan naik kelas di JKN yang disinyalir menjadi salah satu penyebab OOP tinggi di peserta JKN.

Pembahas
Adi Budiarso - Kementerian Keuangan

JKN telah mencakup 82% kepesertaan dari seluruh populasi di Indonesia yang terbagi dari berbagai segmen (PBI APBN, PBI APBD, PPU Pemerintah, PPU Perusahaan, BP, dan PBPU). Segmen PBPU yang perlu mendapatkan perhatian karena dari sekitar 30 juta pesertanya, yang aktif membayar iuran hanya 48%. Faktor - faktor yang menyebabkan defisit antara lain karena segmen tertentu tidak aktif membayar dan mengeluarkan banyak beban layanan. Semakin kecil masyarakat miskin menanggung beban pelayanan kesehatan maka semakin progresif dan semakin besar masyarakat miskin menanggung pengeluaran kesehatan maka semakin progresif. Hasil penelitian menyebutkan Indonesia masih progresif dan peserta PBI mendapatkan manfaat yang lebih rendah dan OOP di masyarakat juga masih tinggi. Kebijakan lebih lanjut dibutuhkan untuk mengurangi OOP dan memeratakan manfaat di semua peserta JKN.

Inne Purwati - DJSN

Penelitian ini sangat bernilai untuk mendukung dan memperbaiki kebijakan - kebijakan pelayanan kesehatan. Perbaikan untuk analis tentunya sangat dibutuhkan untuk memperkuat hasil penelitian. Seperti halnya pada hasil analisa BIA dan FIA yang dilakukan terpisah, sebaiknya dapat dilakukan terkait satu dengan yang lainnya. Penelitian ini juga perlu dilanjutkan pada penelitian tentang kebijakan JKN, sehingga hasil kajian JKN dapat diterjemahkan menjadi kajian kebijakan JKN. Tantangan lain muncul yaitu perspektif operasional di lapangan. Contoh OOP masih sangat tinggi di rural area, akses terbatas, supply side readiness. Sehingga studi ini perlu menghubungkan antara BIA dan FIA. Banyak pertanyaan - pertanyaan yang dapat dikembangkan untuk ke depannya.

dr. Kalsum Komaryani
PPJK - Kementerian Kesehatan

Pembahasan menjadi beberapa poin yaitu poin pertama equity pada penggunaan layanan. JKN lebih besar dimanfaatkan pada 2020. Namun banyak di PBI yang tidak bisa mengakses karena transportasi dan sosialisasi. Supply side - nya sendiri tidak terdistribusi merata. Kondisi geografis yang berbeda memaksa penguatan sistem pelayanan kesehatan. Kemenkes sudah mempunyai agenda yang akan diselesaikan secara bertahap. Di daerah remote, distribusi, dan kualitas standar layanan dan akreditasi. Pemenuhan sisi supply akan bergandengan dengan Pemda dan sektor swasta. Ini merupakan salah satu cara untuk mencapai equity yang perlu dilakukan bersama. Pengukuran ekuitas dari berbagai sumber dan studi ini perlu ditindaklanjuti dengan menyajikan ekuitas dari sisi geografis. Poin kedua yaitu pembiayaan kesehatan. Data NHA menunjukkan kemajuan. Artinya OOP 42% pada 2014 dan pada 2019 menjadi 31,9%, telah terjadi penurunan. OOP menjadi indikator pemerintah memberikan proteksi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Sesi 2

Implikasi Kebijakan
Professor Virginia Wiseman
London School of Hygiene & Tropical Medicine
Kirby Institute /School of Public Health & Community Medicine, University of New South Wales

Penelitian ini masih dalam progress dan banyak hal yang perlu didiskusikan. Poin penting yang perlu dilihat kembali adalah; pertama terkait pembiayaan. Fokus pada pajak tidak langsung bersifat regresif dan pembayaran asuransi kesehatan sosial yang masih menjadi persoalan sehingga perlu tindak lanjut oleh pemerintah kebijakan apa yang dapat diterapkan (atau sedang dilaksanakan) untuk mengatasi hal tersebut?. Secara keseluruhan, pembiayaan kesehatan sedikit progresif, meskipun progresivitas tampaknya menurun (KI = 0,013 pada 2017 dan 0,009 pada 2018). Karena progresivitasnya menurun maka perlu perhatian khusus. Rasio pajak yang rendah menunjukkan bahwa ada ruang yang cukup besar untuk mobilisasi sumber daya dari pendapatan individu dan perusahaan?

Pembahas
Brian Sriprahastuti - KSP

Banyak kemajuan yang dicapai oleh Indonesia melalui JKN dan UHC namun ada area – area yang perlu perhatian lebih. Peninjauan lebih lanjut pada sistem kesehatan nasional. Pandemi COVID-19 menjadi bahan evaluasi bahwa banyaknya tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penanganan COVID-19 dan kesempatan untuk momentum reformasi sektor kesehatan. Sistem informasi kesehatan juga tidak diinformasikan termasuk pemberdayaan masyarakat. Bagaimana reformasi sektor kesehatan dan bagian mana yang perlu diperkuat. 100 janji prioritas, salah satunya adalah JKN. Political will dari Pemerintah untuk JKN menunjukkan dukungan yang sangat kuat.

Citra Jaya
Asisten Bidang Riset BPJS Kesehatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan menarik dibahas terkait dengan masyarakat miskin yang masih sedikit menerima manfaat dari JKN. Penelitian ini perlu mencari penyebabnya apakah supply side yang masih terbatas dan apakah sosialisasi kurang optimal dilaksanakan. BPJS Kesehatan telah melakukan banyak strategi untuk sosialisasi JKN di daerah, melalui kader JKN. Cakupan kepesertaan yang terdiri dari berbagai segmen. Mayoritas segmen yang belum masuk yaitu segmen mandiri. Strategi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan yaitu menggunakan kader JKN untuk memperluas kepesertaan.Proteksi finansial dari data OOP. Fakta OOP yang diperbolehkan dari program JKN. Kelas rawat atas permintaan sendiri termasuk RS yang menarik biaya tambahan. Perlu dilihat kembali rumah sakit mana yang menarik biaya dari pasien JKN. Besaran kapitasi dan INA CBGS yang perlu di-review karena bertahun – tahun statis. Hal ini perlu dikaitkan antara pembayaran dengan pencapaian pencapaian kinerja. OOP dapat menjadi salah satu indikator pencapaian kinerja. Pembayaran dan capaian kinerja, maka indikator kinerja bisa di publish ke masyarakat sehingga masyarakat bisa mengetahui profil termasuk riwayat OOP yang dipungut oleh RS.

Pungkas Bahjuri Ali
Direktur Kesmas dan Gizi Masyarakat Bappenas

Hasil umum memperlihatkan ada progress yang cukup baik, ada dua hal yang akan dibahas yaitu pertama, hasil penelitian itu sendiri seperti akses pelayanan kesehatan meningkat, OOP menurun dan cakupan kepesertaan dari 2 gelombang studi yang berbeda. Penurunan OOP secara umum meskipun ratenya masih tinggi. OOP besar itu buruk, namun selama masih belum tahu detailnya, maka belum dapat dikatakan buruk. Sehingga perlu ditindaklanjuti dengan mendetailkan OOP di kelompok mana kaya atau miskin, OOP untuk apa? OOP dimana? OOP dianggap baik apabila di orang yang mampu. OOP menyumbang pengeluaran kesehatan yang semakin membesar. Kedua, yaitu secara teknis mengenai konsentrasi indeks. Jika dilihat satu kesimpulan bahwa akses masyarakat miskin lebih banyak ke RS pemerintah dari pada yang mampu ke RS swasta sehingga kesimpulannya terjadi inequity. Hal yang perlu dilihat lebih dalam yaitu Apakah kunjungan fisik itu karena choice (pilihan) atau keadaan. Pendalaman penelitian perlu dilakukan untuk melihat kembali apakah masyarakat miskin aksesnya ke puskesmas tidak ke RS swasta.

Kesimpulan Reportase

Hasil studi masih preliminary dan masih banyak yang akan disampaikan lebih lanjut. Penelitian pembiayaan kesehatan yang berfokus pada pembiayaan kesehatan melalui program JKN dengan banyak menggunakan data – data survei. Meskipun demikian, pembahasan JKN tidak banyak dianalisis per segmen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta JKN di level penduduk yang miskin belum dapat banyak manfaat dari JKN tahun awal survei 2017 dan ada arah semakin memburuk karena pada 2019 semakin menunjukkan pro pada orang kaya. Pajak tidak langsung masih bersifat regresif untuk pembiayaan kesehatan. OOP masih tinggi di kisaran 31,9%. Analisis OOP memperlihatkan bahwa JKN meskipun memberi perlindungan finansial pada pesertanya, namun berdasarkan penelitian ini tidak ada perbedaan signifikan antara peserta JKN dengan non JKN.

Link video http://www.youtube.com/watch?v=esafB_ed_1g

Reporter: M. Faozi Kurniawan

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...