PROPOSAL PENELITIAN

Monitoring Kebijakan Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional
di 34 Provinsi di Indonesia:
2014 - mid 2015

Pemanfaatan Dana Kapitasi, Non Kapitasi,
Klaim INA-CBG’s, dan Potensi “Dana Sisa” Program Jaminan Kesehatan Nasional


BAGIAN II. STUDI PUSTAKA

A. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan

1. Sistem Kesehatan Nasional

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dana saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan sebagai perwujudan kesejahteraan yang dimaksud pada UUD 1945[1]. Pengelolaan kesehatan mencakup pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan.

Sistem Kesehatan Nasional mempunyai beberapa subsistem untuk menjalankan fungsinya dalam mencapai tujuan SKN. Subsitem tersebut adalah: upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan, pembiayaan, sumber daya manusia, farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi, serta pemberdayaan masyarakat. Subsistem yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu subsistem upaya kesehatan dan subsistem pembiayaan kesehatan.

Sistem kesehatan merupakan jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand-side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun material. Sistem kesehatan juga bisa mencakup sektor pertanian dan sektor pendidikan yaitu universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan konstruksi, serta organisasi yang memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.

Definisi sistem kesehatan dari WHO yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, maka yang tercakup di dalamnya adalah pelayanan kesehatan formal dan non-formal seperti pengobatan tradisional, pengobatan alternatif, dan pengobatan tanpa resep. Selain itu, ada juga aktivitas kesehatan masyarakat berupa promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya, dan pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan[2]

Sistem Kesehatan menurut WHO adalah semua kegiatan yang tujuan utamanya untuk meningkatkan, mengembalikan dan memelihara kesehatan.[1] Tujuan utama sistem kesehatan ada tiga, yaitu:

  1. Peningkatan status kesehatan
  2. Perlindungan resiko terhadap biaya kesehatan: universal coverage
  3. Kepuasan publik

Berdasar konsep WHO tahun 2009 blok-blok bangunan sistem kesehatan (The building blocks of the health system): tujuan dan atribut-atribut. Blok-blok sistem terdiri dari:

  1. Penyediaan pelayanan (Service delivery)
  2. Tenaga kesehatan (Health workforce)
  3. Informasi (Information)
  4. Produk-produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (Medical products, vaccines and technologies)
  5. Pembiayaan (Financing)
  6. Kepemimpinan/Tata Kelola (Leadership/governance)

Blok-blok sistem tersebut memberikan cakupan akses (access coverage) dan Jaminan kualitas (quality safety) untuk tujuan secara umum, yaitu:

  1. Meningkatkan status kesehatan (level dan pemerataan)
  2. Ketanggapan (Responsiveness)
  3. Proteksi terhadap risiko sosial dan keuangan (Social and financial risk protection)
  4. Meningkatkan efisiensi (Improved eficiency).

2, Monitoring dan Evaluasi Kebijakan

Monitoring kebijakan dalam program JKN dilakukan oleh pihak independen: Sebagai sebuah kebijakan besar, program SJSN oleh BPJS perlu dilakukan monitoring oleh pihak independen. Pelajaran penting yang harusnya sudah dilihat adalah pelaksanaan berbagai jaminan kesehatan dari tingkat pusat sampai jaminan kesehatan tingkat daerah yg sekarang masih berjalan. Peran serta pemerintah daerah juga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan BPJS didaerah. Karena sebagian besar pelaksanaan BPJS ada di daerah.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa pengawasan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan di lakukan oleh lembaga internal dan eksternal. Lambaga internal sendiri terdiri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional dan satuan pengawas internal. Lembaga eksternal sesuai Undang-Undang dalam penjelasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).[2] Otoritas Jasa Keuanganadalahlembaga negarayang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peranBapepam. OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

  1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
  2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
  3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut, OJK mempunyai wewenang:

  1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
    1. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
    2. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
    3. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
    4. Memberikan dan/atau mencabut:
      1. izin usaha;
      2. izin orang perseorangan;
      3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
      4. surat tanda terdaftar;
      5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
      6. pengesahan;
      7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
      8. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

[1] WHO. (2009). System Thinking: for Health Systems Strengthening. Geneva: WHO Library.

[2] Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial