Belanja BPJS Kesehatan Untuk Pencegahan Penyakit Minim

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut mayoritas belanja program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan sebesar Rp102,3 triliun masih bersifat kuratif alias untuk penyembuhan penyakit. Bukan promotif dan preventif atawa pencegahan penyakit.

Angka itu setara 91,3 persen dari total belanja JKN senilai Rp112,1 triliun. "Kalau kami lihat belanja yang terjadi di JKN sekarang 91 persen masih kuratif, sehingga promotif dan preventif hanya 4,7 persen," ujarnya dalam rapat bersama dengan Komisi IX DPR melalui daring, Rabu (17/3).

Data Kementerian Kesehatan melansir anggaran belanja JKN yang bersifat preventif sebesar Rp5,3 triliun, sedang sisanya untuk alokasi investasi Rp188,4 miliar atau 0,2 persen dari total belanja JKN dan Rp4,3 triliun atau 3,8 persen untuk administrasi.

Ia menuturkan alokasi tersebut tidak selaras dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Indonesia. Alasannya, empat dari lima komponen pembiayaan JKN dalam RPJMN diarahkan untuk tindakan promotif dan preventif.

Meliputi peningkatan kesehatan ibu, anak, dan reproduksi, perbaikan gizi masyarakat, pengendalian penyakit tidak menular, termasuk pengendalian penyakit menular.

Sebaliknya, 10 pemanfaatan layanan terbesar JKN tidak mengakomodasi sasaran prioritas dalam RPJMN. Meliputi, layanan penyakit diabetes sebesar 20 persen dari total belanja JKN, radioterapi, kemoterapi 11 persen, diabetes tanpa insulin 11 persen, pneumonia 10 persen, penyakit jantung 9 persen, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, Budi berencana menyelaraskan kembali belanja JKN dengan target RPJMN yang sifatnya promotif dan preventif melalui Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK).

"Jadi, memang perlu kami selaraskan di KDK agar lebih banyak pembiayaan kesehatan disesuaikan dengan target RPJMN, dimana sifatnya lebih promotif preventif," katanya.

Saat ini, Kementerian Kesehatan bersama dengan BPJS Kesehatan, BPOM, dan BKKBN tengah menyusun KDK tersebut. Targetnya, pemerintah bisa melakukan uji publik KDK tersebut pada Mei-Juni 2021 ini, yang dilanjutkan dengan langkah sosialisasi.

Harapannya, KDK dapat diimplementasikan sesuai target pada 2022 mendatang dalam bentuk pemberlakuan paket manfaat JKN berbasis KDK.

"Kami akan duduk bersama rutin mulai Maret ini antara BPJS Kesehatan, Kemenkes, BPOM, dan BKKBN karena diperlukan sinergi bersama untuk pastikan KDK yang kami keluarkan benar-benar bisa memberikan manfaat semaksimal mungkin untuk seluruh rakyat," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]

Berita Tekait

Policy Paper