Reportase Hari 1

The 5th INAHEA Annual Scientific Meeting (ASM) 2018

“Spiralling Economic Evidence to Boost National Health Policies”

Jakarta, October 31st – November 2nd 2018


Sambutan Ketua Panitia (Prof Budi Hidayat)

budiPertemuan Indonesia Health Economic Association (InaHEA) diselenggarakan setiap tahun dan tahun ini memasuki tahun ke-5.  Sejak diselenggarakan tahun 2014, InaHEA menjadi ajang untuk menunjukkan fakta empiris dalam rangka menepis berita-berita bohong (hoax) di sektor kesehatan yang banyak beredar di masyarakat.  Berita bohong tersebut seringkali lebih kuat dari fakta empiris karena sering disampaikan berulang ulang sehingga dianggap sesuatu yang benar.  Oleh karena itu, dengan berbagai macam tools ekonomi kesehatan yang mendukung bukti berbasis empiris, pertemuan InaHEA berupaya kuat untuk menghalau isu-isu miring tersebut.

Pertemuan ilmiah InaHEA ke-5 diselenggarakan tanggal 31 Oktober – 2 November 2018 dengan menghadirkan para pengambil kebijakan dan para ahli ekonomi kesehatan dari dalam dan luar negeri. Acara dibagi ke dalam 4 sesi plenari, 4 sesi special, dan 3 sesi singkat.  Acara yang menghadirkan Menteri Kesehatan sebagai Nara Sumber Utama, menghadirkan juga kuliah umum yang disampaikan oleh pejabat dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan.  Sesi presentasi oral dan poster juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pertemuan ini.

Hasil dari pertemuan InaHEA ke-5 ini diharapkan dapat merumuskan suatu kebijakan yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil kebijakan dalam membuat keputusan sebagai strategi pembangunan kesehatan di Indonesia.  Selain itu, melalui pertemuan ini diharapkan juga isu-isu miring terkait sektor kesehatan dapat dikonter melalui bukti berbasis empiris melalui ilmu ekonomi dan ekonmetrika. (DJ/31102018).

Keynote Speech – Menteri Kesehatan (Prof. DR. dr. Nila Moeloek, SpM (K))

menkesPertemuan InaHEA sangat penting karena substansi pertemuan ini diperlukan untuk mendukung kebijakan kesehatan nasional.  Pertemuan ini dapat mendorong Nawacita Jokowi dimana sektor kesehatan menjadi prioritas nasional melalui 3 pilar Indonesia sehat, yaitu  paradigm sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional menuju universal health coverage (UHC) 2019.

Reformasi JKN diperlukan dalam rangka meningkatkan harapan publik akan kesiapan layanan kesehatan.  Harapan tersebut dapat dicapai melalui peningkatan akses dan kualitas layanan.  Tidak ada formula universal untuk mencapai UHC.  Indonesia harus dapat mengukir jalannya sendiri untuk menuju jaminan semesta 2019.

Tantangn pembangunan kesehatan ke depan adalah transisi epidemiologi berupa perubahan epidemiologi penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM).  Peningkatan penyakit tidak menular berakibat pada peningkatan biaya pengobatan.  Akibatnya, beban BPJS Kesehatan menjadi tinggi karena biaya klaim PTM mencapai 35% dari total klaim.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan stunting namun capaiannya masih di bawah angka WHO.  Ini menjadi indikasi bahwa masih ada tugas untuk menurunkan lagi.  Angka PTM naik luar biasa, antara lain DM, hipertensi, dan obesitas. Prevalensi merokok pada anak-anak 10 – 18 tahun mengalami peningkatanmenjadi 9%, padahal target RPJMN 2019 adalah turun menjadi 5,4%.  Kenaikan prevalensi PTM akan meningkatkan beban ekonomi kesehatan di Indonesia.

Reformasi kesehatan masyarakat perlu dilakukan untuk mengubah pola pikir masyarakat agar 3 pilar utama indeks modal manusia (Human Capital Index) dapat terwujud.  Ketiga pilar itu adalah keberlangsungan hidup, sekolah dan kesehatan.  Dengan HCI yang baik maka anak yang lahir sekarang dapat berlangsung hidup di masa depan, produktif sampai usia lanjut.

Kontribusi InaHEA dengan bukti empiris merupakan bahan yang penting dalam formulasi kebijakan dalam menetapkan intervensi kesehatan.  Melalui kesempatan ini Menteri Kesehatan menantang seluruh jajaran InaHEA untuk berkontribusi secara aktif memberikan informasi kepada pemerintah tentang arah kebijakan kesehatan.  Bagaimana outcome dari setiap intervensi kebijakan kesehatan dan bagaimana magnitude dari masing-masing intervensi tersebut terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat Indonesia.

Sebagai penutup, Menteri Kesehatan menyampaiakn ucapan selamat ulang tahun kepada Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia yang berulang tahun ke-20.  Diharapkan PKEKK dapat berkontribusi lebih banyak pada produk rekomendasi kepada pemerintah. (DJ/31102018).

 

Welcoming speech - Ketua InaHEA (dr. Hasbullah Thabrani, MPH, Dr.PH)

hasbullahUcapan terima kasih disampaikan oleh Ketua InaHEA atas penyelenggaraan pertemuan InaHEA ke-5 yang disiapkan oleh Prof Budi Hidayat dan tim PKEKK.  Pertemuan InaHEA yang ke-5 ini berisi hasil kajian dan perkembangan bidang ilmu ekonomi kesehatan. Berbagai nara sumber dan praktisi ekonomi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang hadir akan mewarnai pertemuan tahunan ini.

Ekonomi Kesehatan di Indonesia sudah hadir sejak 40 tahun yang lalu, diprakarsai oleh Pak Ascobat dan Pak Cipto.  Kala itu, Ekonomi Kesehatan masih belum menjadi fokus bahasan sehingga terkesan bergerak di tempat.  Namun sekarang, dalam era jaminan kesehatan dan universal health coverage global, perhatian terhadap ilmu ekonomi kesehatan menjadi semakin besar.

Dulu, Ekonomi Kesehatan masih dianggap hanya membahas hitung-hitungan unit cost. Sekarang, Ekonomi Kesehatan berkembang luar biasa, termasuk perkembangan Health Technology Assessment (HTA).  Center for Health Economic Studies (CHEPS) bersama dengan York University mengembangkan ekonometrik yang lebih baik, yang dapat dipakai sebagai pengambilan keputusan berbasis bukti.

Tantangan terbesar adalah banyak kajian telah dilakukan tetapi bagaimana hasil kajian tersebut menjadi kebijakan.  Masih terjadi gab, yaitu belum adanya keilmuan yang cukup untuk menyambungkan temuan ilmiah ke kebijakan.  Politik Ekonomi masih menjadi masalah utama.  Oleh karena itu, bagaimana menjadikan evidence policy sampai pada actual policy, actual change dalam sistem kesehatan, menjadi fokus utama. (DJ/31102018)

 

InaHEA Autobiograph and CHEPS Anniversary (Prof Ascobat Gani)

ascobatIndonesia Health Economic Association (InaHEA) pada awalnya merupakan Perhimpunan Peminat Ekonomi Kesehatan yang dibentuk di era 1980 an.  Pertemuan pertama Perhimpunan Peminat Ekonomi Kesehatan (PPEK) diselenggarakan di Ciloto yang dihadiri beberapa ekonom dunia. Pada tahun 1982, anggota PPEK didominasi oleh para ekonom Indonesia.

Pada tahun 1990, diselenggarakan pertemuan PPEK pertama di Yogyakarta.  Pertemuan kala itu dihadiri oleh kurang lebih 1.500 orang peserta termasuk Nara Sumber para ekonom ternama dunia.  Anggota PPEK juga unik karena pelukis Basuki Abdullah juga menjadi anggota.

Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) atau Center for Economics and Policy Studies (CHEPS) didirikan tahun 1986 sebagai wadah untuk melakukan kajian terhadap bidang ilmu ekonomi kesehatan.  Pada usianya yang menginjak 20 tahun, telah banyak kajian yang dilakukan oleh PKEKK.  Banyak hasil telaah yang dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan nasional.

InaHEA sendiri mulai terbentuk 5 tahun yang lalu.  Tantangan eksternal kesehatan yang dihadapi oleh InaHEA adalah fakta bahwa PTM naik tapi penyakit menular masih banyak.  Otbreak difteri dan rabies menjadi bukti bahwa penyakit menular masih perlu perhatian serius.  Selain itu,  Global threat public health security seperti antrax dan ebola sebagai akibat dunia tanpa batas bisa menjadi bencana buat Indonesia.

Kondisi geografis Indonesia menjadi tantangan generik dalam membangun Indonesia.  Diversity menjadikan angka-angka Riskesdas sebagai angka nasional yang tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya di daerah.  Oleh karena itu, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1.      Regional local policy yang mengedepankan kebijakan lokal dan tidak bersifat nasional

2.      Social determinant of health menjadi dasar dalam menggerakkan lintas sektor. Health in all the policy.

3.      Cost escalation perlu mendapatkan perhatian serius karena inflasi paling tinggi ada di Indonesia.

Dalam paparan penutupan, Prof Ascobat menjelaskan tantangan internal InaHEA, yaitu:

1.      Menjelaskan demarkasi ilmu ekonomi kesehatan – the body of knowledge

2.      Ilmu bisa dikembangkan – economic evaluation, econometric, - aplikasi ilmu ini untuk meyelesaikan masalah.

3.      Etika – belum ada rumusan etika profesi InaHEA sehingga perlu dikembangkan

4.      Critical mess – orang-orang yang profesinya mendalami health economics. (DJ/13102018)

 

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...