Berbagi Pengalaman Pelaksanaan UHC Thailand

gb1Dr. Suwit Wibulpolprasert, penasehat senior pengendalian penyakit, Kementerian Kesehatan Masyarakat (MoPH) ThailandBangkok. Sesi pertama Pelatihan Monitoring dan Evaluasi untuk Universal Health Coverage telah dilaksanakan pada 9 September 2013 di Bangkok, Thailand. Sesi ini disampaikan oleh Dr. Suwit Wibulpolprasert, penasehat senior pengendalian penyakit, Kementerian Kesehatan Masyarakat (MoPH) Thailand. Dalam pembukaannya, beliau menyampaikan pengertian mengenai universal health coverage (UHC). Dalam UHC terdapat tiga dimensi diantaranya: 1) Cakupan populasi; 2) Pelayanan kesehatan esensial yang komprehensif meliputi kegiatan promotif, preventif, rehabilitatif dan paliatif; 3) Cakupan proteksi biaya. Dr. Suwit menekankan sebuah ideologi bahwa UHC tidak berarti gratis, yang sering diikuti dengan layanan yang tidak baik dan tidak berkualitas. Hal yang paling penting untuk dimengerti dalam UHC adalah kemudahan akses pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan biaya yang ditanggung oleh masyarakat masih dapat diterima atau acceptable.

Berangkat dari tiga dimensi tersebut, saat ini Thailand telah mencapai UHC dengan 100% populasi terlindungi oleh tiga skema asuransi kesehatan (Civil servant medical benefit scheme, social security scheme, dan universal health coverage scheme). Pelayanan diberikan secara gratis di fasilitas layanan kesehatan, kecuali jika ada pemintaan untuk kamar rawat inap yang lebih tinggi kelasnya dan obat yang berada di luar formularium obat nasional (obat generik). Sedangkan paket manfaat yang diberikan telah komprehensif meskipun pelayanan dengan biaya mahal seperti transplantasi ginjal, ARVs, kemoterapi, dan lain-lain.

Thailand membutuhkan sekitar 30 tahun untuk proses mencapai UHC. Hal yang paling menarik dari proses perjalanan tersebut adalah pencapaian UHC terjadi ketika krisis moneter tahun 2001. UHC dilaksanakan dengan kampanye membayar 30 Bath per visit untuk berobat dengan penyakit apapun. Hal ini menunjukkan bahwa UHC dapat dicapai tanpa harus lebih dulu menjadi negara kaya. Pengalaman ini menyakinkan banyak pihak di Thailand bahwa untuk mencapai UHC merupakan sebuah keputusan negara (political comitment). Ahli ekonomi dari World Bank mendatangi beliau (2001) dan mengatakan bahwa negara Anda akan bangkrut dalam 10 tahun jika kebijakan ini terus dijalankan, namun beliau hanya menyimpan laporan itu dalam lemarinya. Sejak saat itu, beliau mengatakan “one of the success factor: don’t listen to the IGOs”. Perlu diketahui, bahwa komitmen pemerintah Thailand sangat besar terhadap kesehatan, yakni mencapai 14% dari anggaran pemerintah.

Untuk memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan di pedesaan, sejak tahun 1980-an dilakukan ekspansi pelayanan kesehatan di pedesaan dengan cara membekukan investasi di perkotaan selama 5 tahun (1982-1989), dan mewajibkan petugas kesehatan untuk bekerja di daerah pedesaan setelah lulus sekolah. Kemudian, untuk memastikan kualitas, maka dibentuk insititut akreditasi rumah sakit. Dokter yang pandai, akan dapat kembali ke kota untuk sekolah spesialis, sedangkan dokter yang kurang pandai akan berada lebih lama di pedesaan. Dokter Suwit sendiri sampai 9 tahun bekerja di pedesaan. Pemerintah Thailand, juga memberikan insentif yang sangat tinggi untuk dokter yang mau bekerja di pedesaan. Bagi dokter yang bisa bekerja hingga 15 tahun, gajinya bisa lebih besar dari perdana menteri per bulan. Namun demikian, memberikan motivasi secara internal juga mutlak diberikan.

           Terbukti dengan adanya penguatan layanan di tingkat primer di pedesaan, proporsi pelayanan rawat jalan berubah dari dominan di rumah sakit provinsi (46,2%) di tahun 1977 secara bertahap di dominasi oleh pusat kesehatan masyarakat di pedesaan (51,8%) di tahun 2000. Hal ini tidak berarti rumah sakit menjadi sepi, karena demand masyarakat terus meningkat. Hal ini membuktikan bahwa, dengan meningkatkan kualitas layanan, akan meningkatkan demand pada layanan tersebut, dan ini membuat pembiayaan secara makro menjadi lebih efisien, dan menghindarkan masyarakat dari ‘ancaman’ menjadi jatuh miskin karena dapat ditangani di tingkat primer. Untuk mengevaluasi layanan, kepuasan pasien maupun petugas kesehatan dilakukan secara reguler diukur oleh institusi independen

Pengendalian biaya kesehatan tetap terus dilakukan melalui beberapa kegiatan. Beberapa diantaranya: 1) mekanisme seperti penganggaran 20% dari skema universal coverage untuk kegiatan promosi dan pencegahan serta community health fund, 2) kajian terkait cost-effectiveness formularium nasional sebanyak 800 item, 3) strategi pembelian secara sentralistik, 4) close end capitation serta primary care gate keeper, Sebagai penutup, beliau mengingatkan, bahwa untuk melangkah terus ke UHC, diperlukan kerja secara bersama.Capacity building memegang peranan penting dan perlu terus disebarkan. Kemudian, dianalogikan dengan otak yang jika hanya bekerja 1 neuron, maka hal tersebut tidak akan menghasilkan apapun. Sehingga seluruh neuron harus bekerjasama untuk bertindak. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah: the joint learning network (JLN), the ASEAN plus three UHC networks, the AAAH, the HT Asia Link, the Thai CAP UHC program. (hf/fz/ep/ta)

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...