Sistem Informasi untuk Mendukung UHC
(Information System to Support UHC)
Bangkok- Pembicara sesi ketiga di hari pertama Pelatihan Monitoring dan Evaluasi UHC di Bangkok adalah Direktur HISO (Health Information System Development Office), dr. Pinij Faramnuayphol. Beliau memaparkan mengenai sistem informasi kesehatan di Thailand, administrasi rutin dataset provider pelayanan kesehatan serta mekanisme pengumpulan data lainnya.
Sebagai pembuka, Pinij menjelaskan mengenai struktur organisasi yang terlibat dalam sistem informasi adalah Kementrian Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas yang berada dibawah Dinas Kesehatan Daerah. Data yang dilaporkan dari penyedia layanan kepada pihak asuransi kesehatan juga terhubung dengan Kementrian Kesehatan melalui NSO (National Statistical Office). Population based health information system sebagian besar dilakukan oleh NSO, dibantu olehMinistry of Interior (MoI) atau Kementrian Dalam Negri dan Ministry of Public Health (MoPH) atau Kementrian Kesehatan Masyarakat. Sedangkan facility based-health information system sebagian besar dilakukan oleh MoPH, seperti : a). Disease Surveilance System (dilakukan oleh MoPH), b). Disease Registry (oleh MoPH dan Unversitas), c). Laporan rutin dari fasilitas kesehatan (oleh MoPH), d). Electronic patient record, terbagi menjadi dua, yaitu untuk pasien rawat inap meliputi data diagnosis hingga tindakan yang dilakukan dan untuk pasien rawat jalan meliputi data diagnosis hingga pengobatan (oleh MoPH dan NHSO), e). Primary Care Health Information (oleh MoPH dan NHSO), f). Health resource information mengenai human resource dan equipment, termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, namun tidak mencakup klinik swasta (oleh MoPH) dan g). National Health Account (oleh IHPP).
Dokter Pinij menjelaskan masing-masing cara pengumpulan data. Bagian pertama dijelaskan oleh beliau adalah Vital Registration System oleh Kemendagri Thailand yang dikirimkan melalui elektronik tiap bulan dengan koding ICD-10 oleh petugas pendataan kematian di kantor distrik atau kotamadya. Data ini sangat penting untuk data check in (kelahiran) dan check out (kematian). Data kematian yang dilaporkan terbagi menjadi dua, yaitu data meninggal di rumah sakit diterbitkan sertifikat kematian oleh rumah sakit dengan diagnosis dokter, sedangkan apabila meninggal diluar rumah sakit maka keterangan meninggal dikeluarkan oleh kepala desa. Autopsi verbal dilakukan di beberapa propinsi, dengan melakukan wawancara kepada saudara atau pihak keluarga.
Hal kedua adalah survei rumah tangga. Dengan melakukan survei ini, diperoleh data mengenai health dan welfare yang dilakukan oleh MoPH, NSO dan NHSO. Data yang didapatkan mencakup pembayaran out-of-pocket, pemanfaatan fasilitas kesehatan, penyakit kronis, persepsi status kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan dan health behaviour. NSO juga melakukan survei perubahan populasi setiap 10 tahun untuk menangkap angka kematian dan melakukan koreksi terhadap data registrasi. Survei kecacatan (disability), survei merokok dan alkohol, dan yang terakhir adalah survei sosial-ekonomi, dilakukan untuk mengetahui equity dari UHC. Sebelum tahun 2002, survei diatas dilakukan oleh NSO setiap lima tahun, namun seiring diberlakukannya Universal Health Coverage di Thailand pada tahun 2002, maka NSO diminta untuk melakukan survei setiap tahun untuk menilai implementasi UHC yang sudah dilakukan. Survei dilakukan pada responden yang berbeda. Sekarang, survei dilakukan tiap dua tahun sekali.
MoPH juga melakukan survei, yakni survei kesehatan, di dalamnya erdapat tiga survei utama, yakni : 1). Survei Pemeriksaan Kesehatan Nasional dilakukan setiap 5 tahun, yang terdiri dari riwayat penyakit kronis dan injuri; perilaku kesehatan seperti merokok, alkohol, olah raga, makanan; pemeriksaan fisik seperti BB/TB, tekanan darah; pemeriksaan darah seperti gula darah, kolesterol; dan skrininng kesehatan, 2) behaviour risk factors surveillance system; 3) special survey seperti kesehatan mental, kesehatan mulut, perilaku seksual.
Survey yang dilakukan di tingkat fasilitas terdiri dari:
- Disease surveillance system terbagi menjadi kelompok communicable disease dan environmental occupational disease, termasuk didalamnya a). AIDS surveillance reporting system; b). HIV sentinel sero-surveillance; dan c). injury surveillance: type of accident, severty, outcome (hospitals)
- Laporan rutin dari fasilitas kesehatan terdiri dari empat hal, yaitu a). kelompok penyakit (dibedakan antara pasien rawat inap dan rawat jalan), b). service utilization report (menilai kunjungan pasien rawat jalan dan admission yang dicover asuransi), c). laporan finansial yang meliputi income dan expenditure of the hospital (input and output table). Untuk input, mereka mencatat semua pemasukan dari masing-masing sumber (UCS, SSS atau sumber daya manusia yang dimiliki). Sedangkan untuk output, mereka merekapitulasi pelayanan yang dilakukan (laporan bulanan) atau laporan kematian. Kegunaan laporan rutin ini adalah untuk mengkalkulasi budget dan memperkirakan unit cost secara cepat, yang mana keduanya bermanfaat untuk mengukur utilization rate ataupun capitation rate.d). causes of injury report.
- Database for reimbursement, dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni : 1) In-patient data (DRG based) untuk ketiga skema, sedangkan untuk Out-patient data menggunakan point system dengan OP individual, PP service; 3) Specific health service (case-based): ART for HIV/AIDS, Ca serviks screening database.
- Catatan elektronik pasien. Merupakan standar database di rumah sakit untuk outpatient maupun inpatient. Dulunya, catatan elektronik pasien digunakan untuk melakukan reimbursement, namun sekarang penggunaannya digantikan oleh perhitungan DRG atau ICD-10. Catatan elektronik pasien sekarang lebih berfungsi sebagai dataset tambahan untuk tiap skema asuransi, untuk mengukur morbiditas dan penggunaan pelayanan.
- Primary care health information. Merupakan standar dataset untuk puskesmas dengan menangkap informasi mengenai elektronik data entry dari populasi yang dicakup. Standar dataset puskesmas terdiri atas 43 item, yaitu mengenai data populasi, asuransi, kematian, penyakit kronis, pelayanan, diagnosis, terapi, biaya terapi, nutrisi, EPI, family planning, ANC, kesehatan gigi, disability, non communicable disease, community.
Inovasi terbaru yang baru dimulai tahun ini adalah membuat integrated standard dataset dari tingkat individu, rumah tangga, layanan, pelayanan rawat jalan dan rawat inap, upaya promosi dan pencegahan, tingkat provider, NCD, pelayanan komunitas, disability dan komunitas. Fungsi individual patient data adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan, memudahkan pencarian. Data akan dikumpulkan di tingkat propinsi di Dinkes Propinsi, sehingga rumah sakit dapat sharing dengan layanan kesehatan lain di lingkungannya. Budget yang diperlukan untuk pengembangan sistem informasi ini berada di tingkat propinsi. Pencatatan kematian dengan cara retrospektif memakan dana banyak, sehingga tidak dilanjutkan. - National Health Account. Pengeluaran kesehatan terdiri dari pengeluaran rumah tangga, pengeluaran untuk rumah sakit dan pengeluaran untuk kesehatan nasional.
Kelemahan data yang didapat adalah karena kurangnya data dari pihak swasta, dikarenakan pihak swasta yang terlibat dalam UHC hanya sekitar 20-30%. Dokter Pinij mengakui terjadinya duplikasi pertanyaan dan meskipun duplikasi seringkali juga hasilnya berbeda.Masalah lainnya terkait dengan data yang tidak valid, data yang tidak lengkap, kurangnya ruangan khusus untuk data, overload dan overlap pengumpulan data karena banyaknya survei yang dilakukan. Selain itu, kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola data masih terbatas. Diakui bahwa data yang dikumpulkan oleh pemerintah Thailand sangat banyak, namun belum mampu dianalisis dan memberikan feedback kepada rumah sakit. Oleh karena itu, harus dikembangkan software yang dapat memudahkan proses analisis data.
Potential works yang bisa dilakukan dengan data ini adalah untuk menentukan indikator kesehatan, menentukan standar dataset dan coding, memperkuat kapasitas managemen sistem informasi kesehatan lokal melalui data yang terpusat. Penggunaan data tidak hanya dimanfaatkan untuk perencanaan di level nasional, namun juga di tingkat rumah sakit, seperti untuk layanan transaksi, case management, monitor kualitas pelayanan.
Data untuk reimbursement sangat tergantung dari payment method yang digunakan. Untuk pembayaran dengan fee-for-service, detail individu berdasarkan diagnosis, service, charge. Sedangkan untuk pembayaran dengan fee schedule maka detail individu berdasarkan diagnosis dan service; pembayaran dengan case-based maka detail individuberdasarkan diagnosis dan prosedur; pembayaran per visit berdasarkan angka kunjungan; demikian pula untuk kapitasi berdasarkan pada angka kunjungan (utilization adjusted).
Data-data yang ada dapat digunakan untuk monitoring, menilai aksesibilitas. Untuk provider di fasilitas kesehatan, mereka akan lebih tertarik untuk mengetahui unit cost fasilitas kesehatan dibandingkan data-data nasional. Begitupun juga di tingkat provinsi, mereka akan lebih tertarik mengetahui provincial health account.
Data yang terkumpul sangat banyak. Lalu bagaimanakah pemanfaatannya, siapakah yang mengintegrasikan dan mempunyai power untuk mengkoordinasikan? Dengan bergurau, dr. Pinij menjawab “Prime Minister” Thailand masih mengusahakan untuk integrasi data dan diakui memang sulit dikarenakan waktu pendataan yang berbeda. Publikasi berdasarkan data ini dapat dilakukan dengan izin dari NSO dan IHPP merupakan salah satu pengguna yang sering menggunakan data tersebut. Data yang tersedia tidak terbuka secara umum tapi free of charge untuk sektor publik. Tapi untuk individual researcher yang tidak berasal dari publik harus membayar sejumlah uang.
Dana yang dibutuhkan untuk pengumpulan data tentu tidak sedikit dan sebagian besar berasal dari pemerintah. Bagaimana agar orang patuh melakukan sistem monitoring yang begitu banyak? Dengan melakukan konferensi tahunan untuk akreditasi. Siapa saja yang sudah lulus akreditasi, baik rumah sakit publik atau swasta dilakukan oleh akreditasi kesehatan. Mengenai feedback yang seharusnya diberikan kepada rumah sakit, menurut dr. Pinij belum ada mekanisme tertentu. Feedback secara tertutup diberikan melalui website kepada fasilitas pelayanan, sekaligus menjadi upaya benchmarkbagi rumah sakit tersebut.