SEMINAR
Kesiapan Supply Side di Berbagai Daerah
TOR
Pengantar
Indonesia dengan ciri khas sebagai negara kepulauan memiliki tantangan tersendiri dibanding dengan negara lain khususnya dalam pemerataan akses kesehatan. Tidak mudah untuk melakukan pemerataan dalam pemenuhan layanan dengan variasi daerah yang cukup tinggi, karena berbicara tentang pemerataan bukan hanya berbicara tentang kuantitas saja melainkani juga mengenai mutu dalam pemberian layanan kesehatan. Hasil diskusi dalam Monev JKN 2017 sebelumnya menyimpulkan bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan di daerah terpencil masih sangat kurang dan diperburuk dengan kondisi geografis serta infrastruktur yang belum mendukung.
Meskipun Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa rasio puskesmas terhadap populasi di daerah Indonesia timur lebih tinggi dibanding dengan daerah lainnya, namun luasnya cakupan geografis menjadi kendala bagi daerah tersebut dalam memberikan layanan kepada masyarakatnya (Rokx et al., 2010). Tingginya variasi antar daerah yang dihadapkan dengan JKN sebagai suatu kebijakan skala nasional menimbulkan berbagai pertanyaan, mampukah setiap daerah memenuhi akses yang layak bagi masyarakatnya pada era JKN? Apakah setiap daerah memiliki kesiapan yang sama dalam pencapaian Universal Health Coverage?
Tujuan
- Membahas ketimpangan supply side di berbagai daerah
- Membahas kesiapan supply side di masing-masing daerah
- Membahas pentingnya supply side dalam mendukung pencapaian UHC
Peserta
- Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
- Peneliti, praktisi, dan akademisi
Agenda
Diskusi ini akan diselenggarakan pada Kamis, 10 Agustus 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:
Registration URL: https://attendee.gotowebinar.
Webinar ID: 923-231-067
Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ dan http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/
Pembahas
- Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes
- Deni Harbianto, SE
- Muhamad Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH
Susunan Acara
Waktu | Materi | Pemateri/Pembahas |
13.00 - 13.10 | Pengantar | Moderator |
13.10 - 14.50 | Diskusi |
Pembahas dan Moderator |
14.50 - 15.00 | Penutup | Moderator |
INFORMASI & PENDAFTARAN
Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email:
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website: http://manajemen-pembiayaankesehatan.net
Reportase
Kondisi sumber daya kesehatan di beberapa daerah di Indonesia masih mengalami ketimpangan, baik fasilitas maupun sumber daya manusia. Dalam hal sarana kesehatan, meskipun rasio puskesmas terhadap populasi lebih tinggi di wilayah timur Indonesia, luasnya wilayah cakupan menjadi tantangan tersendiri bagi area tersebut (Rokx et al., 2010). Tidak hanya aspek kuantitas, kualitas SDM kesehatan antarwilayah juga masih menjadi polemik yang membutuhkan penanganan segera. Sebagai contoh, berdasarkan hasil Riset Fasilitas Kesehatan 2011 diketahui bahwa NCD Index yaitu angka yang menjadi parameter kemampuan fasilitas kesehatan dalam menangani kasus penyakit tidak menular sangat timpang antar provinsi, dengan nilai tertinggi di DI Yogyakarta (94%) dan terendah di Papua (58%).
Secara umum memang ketidaksetaraan distribusi tenaga kesehatan tersebar luas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO memperkirakan bahwa meskipun separuh dari populasi global tinggal di daerah pedesaan, wilayah ini dilayani oleh hanya 38 persen dari total perawat, dan kurang dari seperempat jumlah dokter (Dolea, Stormont, & Braichet, 2010). Pola distribusi ini berkontribusi terhadap ketidakadilan kesehatan, dengan populasi di daerah perkotaan memiliki akses kesehatan yang lebih baik, dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan (Wilson et al., 2009). Kondisi ini tentu akan menyulitkan fasilitas kesehatan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Tidak mudah untuk memeratakan layanan kesehatan di Indonesia akibat tingginya variasi antardaerah yang menyebabkan beragamnya tingkat kesiapan sarana dan SDM untuk menunjang layanan kesehatan.
Sebagaimana disampaikan oleh M. Faozi Kurniawan dan Deni Harbianto, peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM, supply side dalam bidang kesehatan tidak terlepas dari 4 hal, yaitu infrastruktur, medical equipment, sumber daya manusia, dan akses layanan. Terkait dengan supply side layanan kesehatan, Indonesia berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Beberapa daerah menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Beberapa daerah sudah siap dari sisi infrastruktur, namun di sisi lain, aspek yang lain seperti medical equipment tidak siap, dan hal-hal serupa. Sementara itu ditinjau dari akses, akses finansial merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh indonesia, sehingga salah satu solusi untuk perbaikan akses adalah dengan JKN.
Meskipun demikian, peran pemerintah daerah dirasa sangat penting dalam hal perumusan kebijakan lokal. Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengelola kesehatan memberikan konsekuensi akan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan supply side kesehatan, seperti ketersediaan sarana prasarana, obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan yang kompeten. Hal ini perlu mendapatkan prioritas khusus dari pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kemandirian sistem dan layanan kesehatan di daerah yang mendukung sistem kesehatan nasional. Sebagai contoh Inovasi supply side dari aspek ketenagaan, misal dengan kebijakan tenaga kontrak untuk kesehatan. Kebijakan ini sangat dibutuhkan daerah, mengingat adanya keterbatasan anggaran untuk merekrut SDM Kesehatan melalui jalur PNS. Daerah diharapkan turut serta menutupi kekurangan SDM kesehatan dengan mengalokasikan dana yang dimiliki.
Selain itu, pengambil kebijakan di daerah harus memperhatikan kepuasan tenaga kesehatan, salah satunya dengan memperhatikan sistem insentif. Insentif menjadi masalah terutama antarprofesi apabila besarannya tidak dikalkulasi secara tepat. Misalnya, besaran jasa pelayanan dari kapitasi berdasarkan kepangkatan dan pendidikan. Ada sesuatu yang tidak fair, kinerja belum dijadikan indikator dalam penentuan besaran jasa pelayanan. Selain itu, sarana dan prasarana non-kesehatan yang mempengaruhi kehidupan sosial (lifestyle, keluarga) tenaga kesehatan juga merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menempatkan tenaga kesehatan, misalnya ketersediaan fasilitas pendidikan yang bagus, pusat perbelanjaan, hiburan, dan sebagainya.
Reporter: Dedik Sulistiawan