Pemerintah Diminta tak Takut Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Aktivitas rutin di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Kota Bogor, Senin (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana akan menaikkan premi iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI, Saleh Daulay Partaonan, meminta pemerintah untuk tidak takut mengambil kebijakan tidak populer seperti menaikkan premi iuran BPJS itu. Apalagi usulan tersebut sudah disampaikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Jangan gara-gara memikirkan dampak politik, lalu kebijakan menaikkan premi tidak dilakukan. BPJS kesehatan dibutuhkan semua kelompok masyarakat. Karena itu, harus diselamatkan dengan berbagai kebijakan yang dinilai baik," kata Saleh saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/1).

Politikus PAN tersebut menilai usulan terkait menaikkan premi itu sudah lama disampaikan dan dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi defisit. Pihak BPJS Kesehatan pernah melakukan simulasi dan sampai pada kesimpulan bahwa premi yang dibayarkan terlalu rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh peserta.

Tidak hanya pihak BPJS, para ahli asuransi juga pernah menyampaikan hal yang sama. Namun, sampai sekarang, pemerintah belum menaikkan premi sebagaimana yang diusulkan. Akibatnya, defisit yang terjadi semakin besar.

"Manfaat yang didapatkan peserta kan sangat banyak. Semua peserta akan dilayani apapun penyakiktnya. Sehingga tidak heran jika ada banyak peserta mandiri mendaftar sebagai peserta karena membutuhkan perawatan rutin. Dampaknya tinggi sekali terhadap kemampuan BPJS dalam membayar biaya kesehatan yang didapatkan peserta," katanya.

Sementera itu anggota Komisi IX lainnya, Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa usulan kenaikan premi BPJS itu atas usulan dari seluruh narasumber dan tim ahli kepada tim kerja Panja BPJS kesehatan komisi IX DPR RI. Pertimbangannya, biaya premi BPJS saat ini dirasa tdk memadai untuk bisa memberikan pelayanan optimal oleh para rumah sakit. Sementara biaya kuratif untuk pasien sangat tinggi dengan klaim yang sangat luas.

"Menurut para ahli, premi untuk kelas 3 itu harusnya di angka 30 ribu sampai 35 ribu rupiah," ujarnya.

Berita Tekait

Policy Paper