Hari 5 - Third Global Symposium

Simposium 3, 3 Oktober 2014

PengantarPra Simposium 1 / Pra Simposium 2 / Simposium 1Simposium 2 / Simposium 3 / Refleksi & Follow-up

Plenary 4

Future scenarios: Health system development and research beyond the MdGs

Chair: Tim Evans, Member of the Board, Health Systems Global

PA030411Dok. TiaraDok. TiaraSaat ini, riset mengenai sistem kesehatan berkembang lebih ke arah "gold standard" yang tidak sensitif terhadap masyarakat, seperti menjamurnya "randomization" sebagai metodologi yang mumpuni. Padahal, banyak hal lain yang belum dapat tertangkap jika hanya satu atau dua metodologi yang dianggap menjadi yang terbaik.

Moderator: Tim Evans, Member of the Board, Health Systems Global, sementara, para panelis terdiri dari: pertama, Sara Bennett, Associate Professor, Johns Hopkins School of Public Health, USA. Kedua, Keith Cloete, Chief Director, Metro District Health Services, Western Cape Government, South Africa. Ketiga, Abdul Ghaffar, Executive Director, Alliance for Health Policy and Systems Research, WHO, Geneva. Keempat, Sharmila Mhatre, Programme Leader, International Development Research Centre, Canada. Kelima, Amit Sengupta, Associate Global Coordinator, People's Health Movement, India. Terakhir, Anne Musava, a representative of the Emerging Voices

Sebagai sesi penutup dari simposium global ini, beberapa poin penting perlu digarisbawahi. Apa yang harus dilakukan setelah ini? Baik dalam menyambut berakhirnya era MDG dan juga dalam mengembangkan sistem kesehatan yang lebih berpusat pada masyarakat ("people centered health system"). Dalam sesi plenari ini, beberapa poin penting akan diangkat dan diharapkan dapat menjadi agenda utama para peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi kebijakan dalam peran masing-masing dalam meningkatkan kinerja sistem kesehatan global.

Sesi dimulai dengan pembukaan oleh Tim Evans selaku moderator. Tim Evans menggaris bawahi bahwa walaupun simposium ini akan segera ditutup, pekerjaan sebagai peneliti sistem kesehatan baru saja mulai dan menghasilkan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama. Apa yang harus dilakukan bersama dengan masyarakat, pelaku dan pengambil kebijakan, agar sistem kesehatan global yang ada menjadi lebih baik dan berpusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Para panelis diminta untuk memberikan beberapa poin kunci yang didapatkan dari simposium ini dan dari berbagai diskusi yang harus dilanjutkan dengan praktek nyata di bidang masing-masing.

Poin penting yang dikemukakan antara lain pembuat kebijakan dan praktisi di level distrik adalah kunci penting dalam pengembangan sistem kesehatan. Lalu, membentuk people-centred health system. Pentingnya penguatan kapasitas riset baik di level peneliti maupun praktisi dan pembuat kebijakan dalam hal sistem kesehatan yang lebih berpihak pada masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai pusat sistem kesehatan. Peneliti seringkali merasa berada di luar sistem kesehatan, dan justru tidak menempatkan dirinya sebagai bagian dan juga mengalami dampak dari sistem kesehatan yang belum baik. Peneliti seharusnya tidak berada di luar sebagai pengamat, tapi serharusnya menjadi advokator yang membawa suara keadlian sosial melalui advokasi kesehatan dan masukan yang dapat memfasilitasi suara masyarakat dan pelaku kebijakan. Satu hal yang juga penting adalah people-centred health system tidak hanya sekedar menempatkan masyarakat di tengah, tapi dengan menjadikan masyarakat sebagai partner utama dan membantu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam memperbaiki sistem kesehatan itu sendiri.

Peneliti cenderung terkotak dan menjadikan publikasi di jurnal internasional sebagai target penting dalam penelitian, termasuk dalam penelitian tentang sistem kesehatan. Namun, siapa sebenarnya yang mendapatkan manfaat dari publikasi-publikasi ini? Apakah publikasi ini dibaca oleh para pengambil kebijakan? Apakah publikasi tersebut memberikan perubahan terhadap implementasi kebijakan dan membantu perbaikan sistem kesehatan? Mungkin ini saatnya untuk mempertimbangkan cara-cara komunikasi lain yang lebih efektif, yang lebih mengarah pada solusi praktis yang dapat digunakan bersama dengan masyarakat, manajer kesehatan, dan pengambil kebijakan di level lokal serta nasional, dan bahkan global.
Dalam SDGs (Sustainable Development Goals), terdapat 17 target global. Namun, tidak seperti halnya MDGs, kesehatan hanya memiliki satu target, yaitu target nomor 3. Konsekuensi penting dari SDGs ini adalah kini saatnya kesehatan dilihat tidak hanya sebagai beberapa target penting, tapi justru sebagai tujuan utama dari seluruh kegiatan kemanusiaan yang ada. Apabila kegiatan pendidikan dilakukan dengan baik, kegiatan di area gender dicapai dengan optimal, dan kegiatan di bidang sosial dapat diwujudkan dengan baik, maka kesehatan global pun akan tercapai secara optimal.

Tantangan dalam perbaikan sistem kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah:

  • Bagaimana caranya kolaborasi dapat terbangun antara pembuat kebijakan, peneliti, dan praktisi di level daerah untuk dapat bersama-sama mengembangkan sistem kesehatan bersama? Salah satunya adalah melalui interkolaborasi yang dibangun terus-menerus, mulai dari pengembangan penelitian, pembuatan kebijakan, implementasi, dan evaluasi program kesehatan.
  • Kesinambungan penguatan kapasitas pengembangan sistem kesehatan antar stakeholder yang berbeda-beda
  • Menyamakan "bahasa" yang digunakan dalam interpretasi pengembangan sistem kesehatan dan saling berbagi pengalaman antar praktisi kesehatan, pembuat kebijakan dan peneliti sistem kesehatan

Reporter : Tiara Marthias

Satellite Session 2.64

Research and Film: What is The Value for Health Systems Research and Training

Sesi ini menarik karena memuat inovasi dalam proses menyampaikan hasil kegiatan/penelitian dengan suatu film dokumenter. Moderatornya adalah Jeff Knezovich (Policy influence and research uptake manager, Institute of Development Studies, UK), Natalie Leon (Health System Unit, Medical Research Council, South Africa), Sabine L can Esland (Stellenbosch University, South Africa).

Reportase sesi ini diharapkan dapat menginspirasi para peneliti sistem kesehatan di Indonesia untuk menggunakan cara-cara inovatif dalam menyampaikan hasil kegiatan/penelitian pada pengambil kebijakan seperti film dokumenter. Film-film yang diputar pada sesi ini meliputi:

  1. Changing Lives (Part 3) yang dibuat oleh Strengthening South Africa's Response to HIV and Health (SARRAH). Film ini memuat pencapaian-pencapaian program pengendalian HIV/AIDS di Afrika Selatan dan kontribusi dari organisasi komunitas dalam melakukan advokasi pada pemerintah.
  2. Swithching the poles yang dibuat oleh Institute of Tropical Medicine, Belgium. Film ini menceritakan prinsip dan penerapan kolaborasi horisontal antara northern dan southern countries dalam peningkatan kapasitas penelitian sistem kesehatan dan program kesehatan masyarakat di India dan Africa Selatan.
  3. The gift of fatherhood, dibuat oleh Sonke Gender Justice South Africa. Film ini memuat tentang pentingnya pola asuh ayah sebagai salah satu determinan sosial yang penting dalam kesehatan.
  4. Implementation research toolkit to improve health systems, dibuat oleh TDR Special Programme for Research Training in Tropical Diseases, WHO, Geneva. Film ini menceritakan tentang proses merancang dan menguji coba WHO toolkit.
  5. Democratising mental health: an introduction to PRIME in Nepal, dibuat oleh Programme for Improcing Mental Health care (PRIME). Film ini menceritakan upaya yang dilaksanakan PRIME dalam integrasi pelayanan kesehatan mental di Nepal.

Setelah pemutaran film dilanjutkan diskusi antara produser dan para penonton. Hal-hal yang disimpulkan dari diskusi adalah pertama, film dokumenter merupakan cara strategi komunikasi yang sangat baik untuk dipakai dalam menyampaikan hasil suatu program kesehatan atau penelitian pada pengambil kebijakan. Kedua, agar efektif, maka film harus dibuat pendek dan jelas siapa audiens yang ditarget dari film yang dibuat. Namun demikian, tantanganya adalah soal etika, terutama dampak-dampak karena memuat gambar pasien/masyarakat dengan nama. Oleh karena itu, persetujuan dari para narasumber dan pasien/masyarakat yang dilibatkan harus ada. Selain itu, perlu adanya surat persetujuan etik (ethical clearance) atas film yang dibuat.

Sesi ini tidak menyajikan materi presentasi, namun seluruh daftar film akan dimuat di website conference setelah conference selesai.

Reporter : Ari Probandari

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...