Laporan sesi: Economic of Prevention
Silahkan simak paper menarik yang dipaparkan dalam sesi ini.
Pertama, Apakah suplemen pre-natal vitamin dan mineral meningkatkan risiko berat badan bayi lahir?
(Oleh Rachel Webb ((University of Canterbury. Department of Economics and Finance)).
Paper ini mencoba mengevalusi apakah suplemen pre-natal vitamin dan mineral meningkatkan risiko berat badan bayi lahir dan mempertimbangkan aspek ekonominya. Paper ini menarik untuk dilihat karena Indonesia memiliki kebijakan yang serupa yaitu pemberian sumplemen zat besi pada wanita hamil pada trimester ke-3.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Selandian Baru. Latar belakang penelitian yaitu suplemen vitamin pre-natal dan mineral umumnya diresepkan selama kehamilan untuk mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan janin. Pada tahun 2011, 59,5 persen wanita di Selandia Baru diberi resep beberapa bentuk suplemen selama kehamilan dan 43,5 persen diberi resep suplemen zat besi. Biaya pemerintah Selandia Baru untuk menutupi subsidi dari suplemen zat besi adalah sekitar $ 75.000 per tahun. Literatur medis memberikan bukti bahwa mengonsumsi suplemen pra-kelahiran memiliki efek positif pada berat lahir. Namun, berdasarkan asusmsi peneliti, pertanyaan apakah efek ini meningkatkan berat lahir mungkin memiliki konsekuensi negatif meningkatkan risiko berat lahir tinggi belum dijawab.
Makalah ini menguji pengaruh suplemen pre-natal terhadap risiko bayi berat lahir tinggi, dengan fokus khusus pada efek suplemen zat besi. Data dari Departemen Kesehatan Selandia Baru memaparkan bahwa pada semua mineral dan suplemen vitamin diresepkan selama kehamilan dan mengakibatkan berat badan lahir. Kemudian analisis regresi digunakan untuk mengetahui efek ini.
Data mencakup semua kelahiran di Selandia Baru pada 2003-2011 dan berisi informasi demografis, sosio-ekonomi, dan medis tentang ibu dan bayi. Etnis ibu, usia, paritas, kelompok berat badan, kekurangan, wilayah dan rurality tempat tinggal, dan status merokok dikendalikan dalam analisis regresi serta jenis kelamin bayi, tahun dan musim kelahiran, dan trimester pendaftaran dengan pengasuh bersalin. Pendekatan variabel Instrumental digunakan untuk mengatasi potensi masalah endogenitas untuk suplementasi besi dengan harga yang efektif setelah subsidi berbagai merek suplemen zat besi dan ketersediaan mereka pada Jadwal Farmasi NZ yang dikelola oleh lembaga pengelolaan farmasi Selandia Baru (PHARMAC) digunakan sebagai instrumen.
Hasil probit menunjukkan bahwa sementara sebagian besar suplemen tidak memberi efek atau dampak terbalik terhadap risiko berat lahir tinggi, suplementasi zat besi pada trimester ketiga kehamilan secara substansial dapat meningkatkan risiko berat lahir tinggi. Mengambil suplemen zat besi pada trimester ketiga kehamilan meningkatkan kemungkinan memiliki bayi berat lahir tinggi dengan 0,46 poin persentase, yang setara dengan sekitar 18 persen peningkatan dari resiko dasar. Untuk setiap 100 mg unsur besi yang diambil pada trimester ketiga kehamilan risiko berat lahir tinggi meningkat sebesar 0,0079 persen. Namun, analisis variabel berperan memberikan hasil yang bertentangan, di mana suplemen zat besi tampaknya tidak memiliki pengaruh yang signifikan meningkatkan risiko berat lahir tinggi.
Berdasarkan hasil paper tersebut pemberian suplemen pre-natal perlu untuk dipertimbangkan kembali. Untuk mencoba mengaplikasikannya pada konteks Indonesia mungkin harus dilakukan beberapa analisis terlebih dahulu. Indonesia dan Selandia baru memiliki kondisi dan situasi yang berbeda yang berpengaruh terhadap kondisi pre-natal, seperti sosial, ekonomi, budaya, dan gaya hidup. Secara sosial ekonomi selandia baru merupakan negara lebih maju dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari pada Indonesia. Hal ini tentu akan berimplikasi pada daya beli masyarakat yang berbeda terhadap baik itu makanan, akses kesehatan serta fasilitas lain yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan bayi. Budaya dan gaya hidup juga berpengaruh, bagaimana pola makan dan intake nutrisi sehari hari masyarakat akan mempengaruhi sejauh mana nutrisi prenatal di suatu negara secara makro. Ada kemungkinan pengaruh sumplemen zat besi pada prenatal yang tidak berpengaruh terhadap berat bayi lahir tinggi tersebut adalah karena kebutuhan zat besi ibu hamil sudah tercukupi dari intake makanan sehari-hari. Namun akan lebih baik juga jika penelitian ini juga dilakukan di Indonesia, sehingga dapat memastikan hipotesi dan asumsi yang ada.
Kedua, Evaluasi ekonomi dari intervensi cluster-randomized trial untuk meningkatkan praktik tenaga kesehatan dalam diagnosis dan penanganan malaria tidak kompleks di Cameroon
(Oleh Lindsay Mangham-Jefferies (London School of Hygiene & Tropical Medicine. Department of Global Health and Development)).
Paper ini mencoba mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari pengobatan malaria serta mencari beberapa alternative solusi penggantinya. Paper ini menarik untuk dilihat di Indonesia karena Indonesia juga menerapkan kebijakan yang sama terhadap pengobatan malaria, yang merupakan standar gold dari WHO.
Latar Belakang penelitian ini adalah adanya pedoman pengobatan malaria WHO yang merekomendasikan konfirmasi parasitologi pada semua pasien demam sebelum pengobatan diresepkan. Pemodelan ekonomi telah menunjukkan bahwa tes diagnostik cepat malaria (RDT) sangat hemat biaya, dibandingkan dengan diagnosis dugaan dan diagnosis menggunakan mikroskop, dengan asumsi pengobatan petugas kesehatan berdasarkan hasil tes yang akurat. Penelitian formatif dilakukan di fasilitas umum dan tertentu di Kamerun dimana hasilnya mempertanyakan validitas asumsi ini, karena banyak tenaga kesehatan meresepkan kepada pasien antimalaria yang diuji negatif untuk malaria. Bekerja dengan Departemen Kesehatan peneliti merancang program pelatihan dasar dan ditingkatkan untuk mendukung roll out RDT malaria. Kedua program tersebut dimaksudkan untuk membekali petugas kesehatan dengan pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk tepat mendiagnosa dan mengobati malaria, meskipun ditingkatkan tentu mengandung kegiatan tambahan dan menggunakan metode interaktif untuk mempromosikan perubahan dalam memberikan resep. Uji coba dengan three-arm cluster-randomized trial dilakukan untuk menilai efektivitas biaya, memperkenalkan RDT malaria dengan pelatihan dasar atau ditingkatkan dibandingkan dengan praktek saat ini, dan meningkatkan pelatihan tiga hari dibandingkan dengan satu hari paket pelatihan dasar.
Variabel hasil utama dari penelitian ini yaitu jumlah proporsi pasien yang datang ke fasilitas kesehatan dan melaporkan demam atau dicurigai malaria dan menerima perawatan sesuai dengan pedoman. Pasien ini akan diuji untuk malaria, yang anti malaria dianjurkan untuk diresepkan untuk kasus yang dikonfirmasi, dan tidak ada anti malaria yang akan diresepkan untuk pasien dengan hasil tes negatif.
Biaya intervensi pelatihan diperkirakan dengan menggunakan laporan proyek dan wawancara dengan staf. Keuangan yang dimulai tahun awal sampai empat tahun dengan tingkat diskon tiga persen, hal ini didasarkan pada asumsi bahwa materi pelatihan akan tetap relevan untuk minimal empat tahun. Biaya diagnosis malaria dan pengobatan diperkirakan untuk setiap individu dari operator dan perspektif masyarakat menggunakan data survei, catatan fasilitas, dan wawancara dengan petugas kesehatan. Semua biaya yang diperkirakan dalam mata uang lokal (CFA) dan dikonversi ke dolar AS pada harga2011.
Analisis awal diidentifikasi korelasi intra-kluster, korelasi antara biaya dan efek, dan biaya minimum yang perlu diperhitungkan. Analisis sensitivitas akan dilakukan. Akhirnya, model keputusan-analitis akan memperkirakan expected costs and effects pada titik akhir, untuk memperkirakan biaya per kematian yang dapat dihindari dan biaya per DALY.
Hasil akhir ditemukan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan malaria pada kelompok intervensi jauh lebih kecil dari pada kelompok control (dimana ketika kelompok yang mendapat enhanced packet of treatment dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan basic treatment memiliki selisih 11.29 $, basic dengan control 40.94 $, dan enhanced dengan control 23.32 $).
Penelitian ini sangat relevan untuk dilakukan di Indonesia, guna mengevaluasi kembali efektifitas dan efisiensi pengobatan malaria. Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki angka morbiditas malaria yang tinggi pada daerah-daerah tertentu. Efisiensi pengobatan malaria akan membantu mengurangi health expenditure, ataupun mengalihkan pada post kesehatan lain yang lebih membutuhkan.