10 July 2013
Session: Conceptualizing and Measuring Progress
to Universal Health Coverage Goals
Dalam sesi ini disajikan beberapa paper yang menarik diantaranya :
Pertama, The goals of universal coverage: An approach post-MDG for health sector development
(Ravindra Rannan Eliya (Institute for Health Policy), Felicia Knaul (FundaciĆ³n Mexicana para la Salud, Mexico DF and Harvard Global Equity Initiative), Diane McIntyre (University of Cape Town. Health Economics Unit), Gabriel Leung (University of Hong Kong) and Jorine Muiser (University of Costa Rica)).
Paper ini membahas jenis-jenis pengukuran yang berfokus pada pengkajian kemajuan pencapaian tujuan Universal Health Coverage (UHC) serta review prinsip-prinsip dan kriteria untuk menyeleksi pengukuran yang tepat. Pengalaman kunci pelaksanaan MDG's hanya spesifik pada penyakit atau pelayanan. Padahal, MDG's terbukti sangat kuat sebagai upaya untuk advokasi bagi inisiatif penurunan AKI dan AKB, selain pada AIDS, TB dan malaria. Seharusnya, perhatian tidak hanya pada pelayanan kesehatan ibu dan anak semata atau pada penyakit menular, tetapi juga pada non-communcable diseases.
Jika dilihat dari deklarasi Millenium (2000), telah disuarakan mengenai motivasi, yang bermakna: 1) merefleksikan penerimaan atas human capability, 2) solidaritas antara negara kaya dengan miskin, 3) membangun komitmen internasional bagi equity dan martabat manusia (dignity). Namun, terdapat kelemahan dari MDG's pada saat ini, dimana fokusnya sangat sempit, kurang memperhatikan equity, dan hanya berfokus pada outcome kesehatan yang berarti tidak adekuatnya mengekspresikan nilai-nilai inti yang telah ditanamkan MDG's. Kita belum bisa meyakinkan jika dua tujuan utama dari UHC adalah efektifitas akses untuk perawatan kesehatan yang dibutuhkan dan penyediaan biaya perlindungan, harus fokus pada pengukuran UHC. Karena, tujuan utama UHC adalah memperbaiki status kesehatan dan memahami bahwa sistem kesehatan tidak hanya sekedar masalah determinan sosial, sehingga sangat penting memasukkan staus kesehatan sebagai bagian dari tujuan perkembangan kesehatan. Pengukuran status kesehatan tidak harus hanya fokus pada sebagian kecil populasi (seperti kesehatan ibu hamil), tetapi juga harus mereflrksikan status kesehatan pada populasi yang lebih luas.
Perhatian yang harusnya diberikan menurut UHC antara lain: 1) konsensus parsial yang menyebabkan pemiskinan mendadak karena tidak adanya pembiayaan medis, 2) mengenali pentingnya sistem kesehatan sebagai alat/cara (rendahnya akses menuju pelayanan kesehatan, rendahnya equity di dalam outcome, rendahnya pelindungan pembiayaan yang menyebabkan kemiskinan), dan 3) memahami pentingnya perlindungan kesehatan sebagai bagian akhir (rendahnya perlindungan risiko, pentingnya nilai-nilai dari solidaritas di dalam menyediakan perlindungan).
Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui adanya konflik mengenai posisi UHC setellah tahun 2015, diantaranya: adanya perbedaan visi mengenai apa itu UHC, mengapa UHC penting. Hal itu sebagai cara untuk mencapai kesehatan yang lebih baik serta adanya equity di dalam outcome. Isu-isu kritis di dalam MDG's setelah 2015, adalah MDG's gagal untuk menuju nikai-nilai inti motivasi dan deklarasi internasional lainnya, kegagalan dalam human dignity, human security, dan solidarity.
Kita harus mereview kriteria kunci yang digunakan dalam memutuskan pengukuran UHC, termasuk kebutuhan akan indikator variabel-variabel kontinyu, untuk meyakinkan jika UHC bukan hanya single factor, pengukuran akhir, namun lebih sebagai upaya bagi peningkatan pelayanan dan cakupan pelayanan, feasibility, serta validitas dari pengukuran yang diusulkan bisa lebih cermat dan teruji.
Kedua, Re-defining and measuring financial protection as a goal of universal health coverage
(Felicia Knaul (FundaciĆ³n Mexicana para la Salud, Mexico DF and Harvard Global Equity Initiative), Jui-fen Rachel Lu (Chang Gung University) , John Ataguba (University of Cape Town. Health Economics Unit) , Ursula Giedion (Inter-American Development Bank (IDB)) and Rocio Saenz (Universidad de Costa Rica)).
Paper ini memaparkan bahwa fokus dari pengukuran risiko perlindungan finansial telah dikaji level dari catastrophic health care expenditure dan peningkatan rumah tangga yang menjadi tambah miskin karena membayar jasa pelayanan out-of-pocket. Paper ini membahas bagaimana pengukuran catastrophic dan pemiskinan bisa didefinisi ulang pada pendekatan pengukuran level kritis.
Telah dianalisis dan diusulkan solusi untuk pengukuran katastropik, yaitu: mempertimbangkan tantangan bagi bukan pengguna, mengapa pengukuran fokus pada individu-individu yang benar-benar menggunakan dan membayar out-of pocket untuk pembiayaan kesehatan, dan tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan, dimasukkan dalam perhitungan.
Terdapat beberapa isu mengenai pengukuran catastrophic dan out-of-pocket expenditure, antara lain: 1) bagaimana mengimplementasikan kebijakan yang mengurangi beban pembiayaan terutama pada orang-orang miskin yang menggunakan fasilitas kesehatan, 2) bagaimana mengidentifikasi orang miskin bagi pembebasan premium, 3) bagaimana meningkatkan fiscal-space untuk menutupi premium dari sektor informal, 4) menggali determinan besar dari rendahnya perlindungan pembiyaan, dan 5) mengkaji dimensi equity untuk risiko perlindungan finansial menurut umur, jenis kelamin, lokasi, status sosial ekonomi, dan lain-lain.
Pengukuran yang telah dicoba untuk dikembangkan adalah: mengkaji financial protection menggunakan pengukuran longitudinal dan dinamis, financial protection profiling, memahami strategi koping dan yang berhubungan dengan pembiayaan, serta pemahaman poros peggerak dari rendahnya financial protection.
Kesimpulannya adalah pengukuran financial protection sebagai multidimensi, pada beberapa negara bereda juga terdapat rendahnya financial protection untuk perawatan kesehatan, perlu diperdebatkan lebih lanjut, serta perlu pengukuran baru dalam financial protection. Funding sources penelitian ini yaitu IDRC.
Ketiga, Measuring health service utilisation and access in the context of UHC
(Diane McIntyre (University of Capetown. Health Economics Unit) , Ravindra Rannan Eliya (Institute of Health Policy) , Gustavo Nigenda (National Institute of Public Health) and Rocio Saenz (University of Costa Rica)).
Fokus pengukuran elemen universal coverage adalah utilisasi pelayanan. Terdapat sejumlah perhatian mengenai utilisasi pelayanan kesehatan didasarkan pada pengkajian UHC, seperti: apakah tingkat utilisasi pelayanan adekuat? dan lain-lain. Dikaji pula kebutuhan akan perawatan kesehatan. Menurut konsep UHC, akan lebih ideal untuk mengukur utilisasi perawatan kesehatan relatif untuk kebutuhan akan perawatan. Meskipun terdapat banyak hambatan, kesulitan dalam pengukuran utilisasi perawatan kesehatan, masih ada cara yang cukup tepat bagi negara untuk mengevaluasi elemen inti dari akses pelayanan kesehatan, pada level utilisasi yang rendah atau inequities dalam penggunaan.
Pengukuran yang digunakan mempertimbangkan faktor-faktor: 1) tantangannya berupa upaya memperoleh estimasi yang akurat dari numerator (pengguna) dan denominator (kebutuhan), paling mudah bagi pelayanan individual, khususnya dimana denominator berdasarkan data demograpi (cakupan imunisasi, kunjungan antenatal, dan penolong persalianan), fokus pada pelayanan MCH, dan beberapa upaya untuk memasukkan TB, HIV dan beberapa non-communicable diseases.
Isu-isu pengukuran mencakup: pengukuran triangulasi pada sumber data yang berbeda (health management information system, purchaser information system, dan survei rumah tangga), serta investasi dalam memperbaiki informasi kesehatan.
Maka, sangat penting untuk mempertimbangkan penggunaan pelayanan secara keseluruhan dan bukan hanya pada beberapa pelayanan, untuk mendapatkan kinerja sistem kesehatan secara keseluruhan (target minimum bagi seluruh pengguna, ditambah mengkaji equity dalam penggunaan).
Kesimpulan
Kesimpulan dari ketiga hasil di atas adalah pertama, terdapat implikasi kegagalan dari MDG's terkait isu-isu kritis di dalam MDG's setelah 2015. MDG's dikatakan gagal untuk menuju kan nilai-nilai inti motivasi dan deklarasi internasional lainnya, kegagalan dalam human dignity, human security, dan solidarity. Kedua, kaitan dengan kegagalan tersebut, dengan adanya masalah di beberapa negara berkembang atau negara dengan pendapatan rendah maupun menengah, berupa catastrophic health care expenditure dan peningkatan rumah tangga yang menjadi tambah miskin karena membayar jasa pelayanan out-of-pocket. Keempat, kita jangan hanya terjebak pada pengukuran UHC yang sangat sempit, hanya menilai fokus dari program MDG's, namun harus mencakup scope lebih luas lagi. Kelima, Indonesia diharapkan juga bisa membuat satu alat ukur indikator pencapaian UHC, dimana kegiatan ini membutuhkan sumber-sumber informasi yang adekuat. Dengan mempertimbangkan berbagai sumber data, termasuk survei, sistem informasi kesehatan, serta sistem informasi pembiayaan yang ada di Indonesia.