Kebijakan Baru Dalam Perpres 19/ 2016

Bagaimana Implikasinya terhadap pelaksanaan JKN?

Jakarta dan Yogyakarta - Rabu, 16 Maret 2016, 13.30 – 15.30

border

16marx

Diskusi mengenai perubahan Perpres No. 19 Tahun 2016 yang dilakukan di 2 tempat sekaligus yakni Yogyakarta dan Jakarta berlangsung melalui fasilitas webinar dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD. Sesi berikutnya merupakan penyampaian materi oleh Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes., AAK serta dilanjutkan materi dari sudut pandang ekonomi politik dan implikasi perubahan regulasi tersebut dalam JKN oleh Drs. Odang Muchtar, MBA, QIP. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Budi Eko Siswoyo, MPH.

                Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan telah dijalankan semenjak 1 Januari 2014. Dengan suatu program baru tersebut, maka setelah itu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi program yang dilanjutkan dengan evaluasi regulasi. Salah satu regulasi yang mengalami perubahan yaitu Perpres No. 12 Tahun 2013 yang kurang dari 1 tahun dilakukan perubahan dengan dikeluarkannya Perpres No. 111 Tahun 2013 dan kurang lebih 2 tahun kemudian dilakukan perubahan kembali dengan keluarnya Perpres No. 19 Tahun 2016. Kebijakan terkait penyelenggaraan program JKN memang sangat dinamis.

                Banyak cara dipergunakan untuk menjaga sustainabilitas program JKN, salah satunya dengan kenaikan besaran iuran. Melalui regulasi yang baru, besaran iuran peserta PBI dan Non PBI mengalami kenaikan dengan persentase kenaikan yang berbeda-beda. Kenaikan tertinggi dialami oleh peserta Non PBI kelas I sebesar 35% yaitu dari Rp 59.500,- menjadi Rp. 80.000,- setiap bulan. Ketentuan selisih bayar juga mengalami perubahan dalam Perpres 19/ 2016 yang mana sebelumnya apabila naik kelas maka selisih biaya dibayar sendiri atau melalui CoB dengan asuransi komersil. Namun sekarang terdapat pilihan dimana selisih tersebut dapat dibayarkan oleh pemberi kerja.

                Perubahan dalam regulasi tersebut dirasa masih terdapat kekurangan, karena belum mengatur masalah supply side. Kita ketahui bersama bahwa pemeretaan belum terjadi dengan baik di Indonesia, baik dari segi fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan. Faskes maupun nakes yang sangat memadai terdapat di Pulau Jawa, sehingga mengakibatkan penyerapan dana BPJS Kesehatan pun dilakukan oleh peserta yang berlokasi di Pulau Jawa.

               Salah satu solusi terkait kompartemenisasi dana JKN menjadi salah satu bahan diskusi yang perlu dipertimbangkan agar sustainabilitas program JKN dapat terjadi. Optimalisasi peran Dinas Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan, dan SKPD terkait lainnya pun diharapkan ikut andil dalam pendaftaran seluruh karyawan dalam suatu perusahaan agar menaikkan kepesertaan dan meningkatkan revenue collection sehingga dapat mendukung tercapainya universal health coverage di Indonesia.

Reporter: Wisnu Damarsasi

 

pdf icon Download Materi :

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...