Laporan sesi: Delivering Aid for Health


Dalam sesi ini, telah dipaparkan beberapa paper menarik.

Pertama, The Future of Aid in the Asian Century: Is Aid Effectiveness Still Relevant to the Asia Pacific Region?.

Kekuatan ekonomi dan politik bergeser ke kawasan Timur (Asia) dan memiliki dampak yang besar dalam pembangunan kawasan: tingkat ketergantungan pembangunan terhadap donor telah menurun di sebagian besar wilayah dan tetapi masih ada sedikit donor di beberapa negara. Arah ekonomi telah berubah, contohnya Cina, telah menjadi donor, dan menantang konsep-konsep Barat. Deklarasi Paris dan prinsip-prinsip efektivitas untuk bantuan kesehatan terus dikembangkan terutama untuk negara-negara dengan tingkat ketergantungan dengan donor masih tinggi.

Aliran bantuan yang besar pada tahap substansial dapat mendistorsi prioritas pembangunan pemerintah, karena sebagian besar pendonor membuat, memprediksi outcomes, mengelola dana dan pembuatan laporan bantuan dengan birokrasi yang sangat rumit. Lemahnya kapasitas dan tata kelola yang buruk di banyak negara penerima juga akan mempengaruhi sistem pendanaan kesehatan negara. Konteks seperti itu masih ada di kawasan Asia, tetapi mereka saat ini menjadi semakin berkurang.

Makalah ini berpendapat bahwa bantuan yang efektif dan tetap relevan kepada pedoman kerangka kerja kebijakan bantuan global, harus perlu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di berbagai daerah, termasuk Asia Pasifik. Adaptasi sangat mendesak dilakukan. Efektifitas program harus benar benar sempurna dan dikaitkan dengan eksistensi program kesehatan umum nasional. Sehingga harapannya tidak terlihat ketimpangan kesuksesan program hanya pada satu sisi saja, tetapi lebih universal, terutama di negara negara berpenghasilan rendah-menengah.

Kedua, Has Health Systems Strengthening Survived in the Transitional Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria?.

Pada tahun 2005, melalui suatu piloting-study dibeberapa negara, Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) melihat adanya suatu ketidakmajuan dalam pembangunan kesehatan paska didanainya beberapa program kesehatan oleh pendonor seperti GAVI dan Global Fund. Global Fund mengusulkan serupa jendela pendanaan. Dari hasil penelitian juga menyatakan bahwa peningkatan besaran dana yang diluncurkan pasca 2005 jika hanya untuk jenis penyakit tertentu justru akan membawa dampak buruk dalam pembangunan kesehatan secara umum. Global Fund kemudian membuat suatu inisiatif program dengan mengarahkan kepada pembangunan universal kesehatan melalui penguatan sistem kesehatan. Program berbasis penyakit terbukti sukses untuk meningkatkan penurunan prevalensi penyakit bersangkutan, tetapi tidak ada dampaknya untuk pembangunan kesehatan secara universal. Status kesehatan umum tidak terlihat secara signifikan mengalami perbaikan. Selama ini dikenal Global Fund hanya untuk memerangi TB, Malaria dan AIDS, GAVI untuk imunisasi dan Pendonor besar lainnya seperti World Bank untuk pembangunan kesehatan umum. Ketiganya harus memikirkan suatu terobosan inovatif agar dapat terintegrasi dalam memberikan bantuan. Dalam rangka mencapai target MDG 2015 dan Universal Coverage, tidak adalagi peran individual dalam pendanaan, yang ada adalah peran integrative antara pendonor untuk mencari solusi yang tepat bagi pembangunan kesehatan secara umum di berbagai belahan dunia.


 

  Relevansi Untuk Indonesia

Bantuan untuk pembangunan kesehatan sedang dalam masa ketidakpastian dan perubahan. Bantuan yang 'booming' dalam beberapa waktu terakhir dan peningkatan empat kali lipat, telah berakhir dengan krisis keuangan global. Pemodal besar seperti Global Fund untuk memerangi AIDS, TB dan Malaria (GFATM) dan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) telah dikritik telah mendistorsi pembiayaan sektor kesehatan karena hanya mendukung penyakit tertentu. Saat ini, mereka mengevaluasi ulang peran mereka dalam pendanaan kesehatan dengan penekanan kepada global kesehatan yang lebih besar dan lebih kepada penguatan sistem kesehatan.

Donor baru, terutama dari kawasan Asia, akan mengubah lanskap politik dan menantang konsep tradisional peran bantuan negara barat. Satu dekade sejak Global Forum on Aid-Effectiveness menyerukan koordinasi yang lebih terpadu antara donor dan penerima bantuan. Maka, ada hal yang harus diperbaharui terutama dalam hal pengawasan mengenai apakah upaya untuk peningkatan donor memiliki dampak terhadap status kesehatan. Banyak ahli yang menyatakan perlunya mekanisme koordinasi antar bantuan dengan melibatkan peranan pemerintah yang lebih luas dan tanpa campur tangan politik.

Indonesia termasuk negara yang masih mengandalkan donor luar negeri sebagai bagian dari sumber pendanaan kesehatan. Seperti dibahas diatas, dinyatakan bahwa keberlangsungan dari dana tersebut sudah mulai berkurang. Harapannya bahwa kebijakan kesehatan Indonesia harus lebih mendorong kepada pemanfaatan dana local. Komitmen daerah harus lebih ditingkatkan, karena donor tersbut tidak langgeng dan hanya terarah kepada jenis program tertentu. Butuh dorongan financial bersama antara pusat dan daerah yang kuat agar status kesehatan secara universal menjadi lebih baik

Penulis: Deni Harbianto


backKembali ke struktur kongres

Reportase lainnya

the-8th-indonesian-health-economist-association-inahea-biennial-scientific-meeting-bsm-2023The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023 25-27 Oktober 2023 InaHEA BSM kembali diadakan untuk...
gandeng-ugm-dinas-kesehatan-dan-keluarga-berencana-kabupaten-sampang-adakan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan-di-kabupaten-sampang Kamis, 6 April 2023, Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sampang bersama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM...
diseminasi-buku-petunjuk-pelaksanaan-layanan-hiv-aids-dan-infeksi-menular-seksual-ims-dalam-skema-jknReportase Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema JKN 22 Desember 2022 dr. Tri Juni...