Pada hari terakhir ini acaranya adalah Wrap Up, yaitu rangkuman singkat oleh dr. Supon Limwattananon sebagai perwakilan akademisi, dr. Viroj Tangcharoensathien sebagai Senior Advisor, dr. Walaiporn Pacharanarumol sebagai Director of CAP UHC Thailand perwakilan dari IHPP dan dr. Suwit Wibulpolprasert sebagai Director IHPP
Dokter Supon memulai presentasinya dengan menggaris bawahi dua inti bahasan yaitu bagaimana memonitor outcome kesehatan dan beban kesehatan, dan kita saling belajar dari pengalaman negara lain (terutama negara barat), namun perlu diingat bahwa tidak hanya copy paste, kita harus menyesuaikan dengan kondisi di negara kita masing-masing.
Dokter Supon mengulangi presentasi beliau kemarin mengenai variasi dalam pelayanan kesehatan dalam beberapa area. Di slide tersebut, beliau menjelaskan terdapat visualisasi tentang crude area, dapat membandingkan masing-masing area dan bisa melihat daerah yang terdapat high burden area. Pada area yang diduga high burden area, dapat dipastikan dengan melihat variabel yang lain seperti intensitas penyakit atau melacak LOS. Apabila terdapat area yang menyimpang, misalnya jumlah populasi yang menderita hipertensi atau diabetes melitus masih di rentang standar namun saat diukur jumlah populasi yang memanfaatkan pelayanan kesehatan diluar daerah sangat tinggi, dapat dilacak lebih jauh, apakah pasien yang dieksport karena keterbatasan akses atau fasilitas kesehatan yang tidak memadai atau, apabila menggunakan sistem kapitasi, pemerintah daerah sengaja mengirimkan pasien tersebut keluar daerah untuk menambah pendapatan. Dapat pula terjadi angka admisi untuk pneumonia di suatu daerah sangat tinggi berdasarkan gender dan usia. Hal seperti ini dapat ditangkap dan dilakukan audit. Seharusnya, pneumonia dapat diterapi sebagai rawat jalan apabila kondisinya masih ringan. Dengan melihat severity of disease melalui angka LOS, ternyata daerah tersebut angka LOS untuk pneumonia dibawah rata-rata, jadi dimungkinkan adanya potensial abuse untuk mendapatkan profit dari sistem kapitasi. Dalam penggunaan data, beliau mengingatkan untuk melakukan clean up data terlebih dahulu, misalnya kasus DM untuk usia 15 tahun keatas, sedangkan kasus diare melibatkan usia anak-anak. Dalam mengukur data tidak dapat disamakan, namun harus dilakukan standarisasi data. Sebagai contoh, jumlah pasien yang meninggal di rumah sakit A lebih besar dibandingkan rumah sakit B, ternyata rumah sakit A merupakan rumah sakit rujukan dimana kasus kematian tidak dapat diprediksi.
Timbul pertanyaan, apabila data didapatkan hanya dari satu contracting unit, maka bagaimanakah denominatornya? Dokter Supon menjawab, memang tidak bisa hanya mengandalkan satu contracting unit, karena dengan demikian tidak dapat melihat export pasien . Harus dimulai dengan penguatan dalam registrasi pasien. Kekuatan dari kapitasi adalah disiplin dari utilisasi. Penerapan UHC di Thailand berdasarkan data yang sudah teregistrasi dan registrasi hanya berdasarkan domisili, lalu bagaimana jika pemakai layanan bekerja diluar kota? Thailand menerapkan sistem yang membolehkan perubahan data tiap 3 bulan. Jadi, ada sistem, namun ada fleksibilitas untuk kondisi tertentu.
Untuk inti yang kedua mengenai belajar dari pengalaman negara lain, Thailand menggunakan AHRQ, CMS, CIHI dari Amerika, Canada, dsb untuk melihat berbagai indikator, seperti indikator mutu pelayanan yang khusus untuk pasien rawat inap dan berbagai composite indicator.
Angka kematian di rumah di Thailand masih cukup tinggi. Hal ini ditandaii karena terapi menggunakan obat tradisional. Sebagai data penunjang, dapat dilihat indicator deadly disease di rumah sakit dan bagaimana status pasien keluar, apakah sembuh atau belum sembuh total.
Mengenai kematian yang dapat dicegah, masih terdapat 65% angka kematian diluar rumah sakit dan Thailand masih mencari cara untuk menurunkan angka ini. Data ini bisa terlihat karena adanya registrasi untuk surat kematian, dimana surat kematian diperlukan untuk melakukan penguburan. Sedangkan di Indonesia, masih terdapat variasi cakupan dalam registrasi kematian.
Dokter Suwit mengingatkan untuk tidak termakan oleh janji pemerintah, namun mulailah dengan melindungi kaum miskin. Beberapa negara seperti Malaysia, Laos dan Vietnam sudah berupaya melakukan Universal Coverage, meskipun angka out-of-pocket masih cukup tinggi. Awal adanya ide Universal Coverage di Thailand pun dimulai dari sumber daya yang terbatas (hanya 1 dokter untuk 200.000 populasi) yang tentunya secara kualitas tidak dapat, karena limited human resources (1975, 390 USD per capita. dimulai dengan medical doctor 1 untuk lebih dari 200.000 populasi, tentu kualitasnya tidak bisa dibandingkan dengan sekarang, maka muncullah kesadaran untuk meningkatkan jumlah dokter dan meningkatkan pelayanan. Kesemua upaya dilakukan harus menuju pada target yang sama, yaitu peningkatan mutu kesehatan untuk seluruh rakyat.
Smart card diberikan ke pasien (apa saja informasi yang terdapat smart card, awalnya tidak ada info apapun, 13 digit menjelaskan skema mana yangdimiliki, tidak ada data penyakit individu. kedepannya, rumah sakit dapat mengakses data invidu berdasarkan smart card. (bukan smart card, hanya ID card) semoga bisa menjadi. 1962 sudah mulai ada konsep smart card, tapi hanya sederhana, 1997 baru mulai modern. Smart card ini bisa berisi tentang data pribadi, data kepesertaan asuransi, data kepegawaian, data pensiunan atau data yang lain.
Reformasi yang sudah berjalan di Thailand yang patut kita tiru adalah adanya Political will yaitu para politikus memiliki kemauan dan komitment yang sama dengan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dengan mempermudah akses pelayanan kesehatan yang bermutu.
Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi dari masing-masing negara mengenai kondisi Universal Health Coverage di negara masing-masing, plan of action dan apa technical support yang dapat diberikan oleh Thailand.
Presentasi pertama dimulai dari Myanmar. Peserta memaparkan Implementation di Myanmar dimana Myanmar mempunyai target mengurangi 20% out of pocket pada 2020 dan 50% pada 2040. Sedangkan di Malaysia, mereka telah menerapkan Universal Coverage dengan kondisi yang mirip dengan Thailand. Untuk kedepannya, mereka masih berupaya menambah tenaga medis yang belum merata menjangkau rural area dan mempertahankan sumber daya manusia mereka. Mereka ingin mendapatkan data yang selama ini belum tersedia di Malaysia, proses registrasi yang belum baik dan banyaknya klinik ilegal. Untuk Laos, mereka mempunyai hambatan pada terbatasnya tenaga trampil. Plan actionnya adalah melakukan merger sistem didalam 1 payung dan melakukan costing study dalam waktu dekat. Mereka menargetkan dapat memberikan 50% subsidi untuk sektor informal dan masyarakat miskin serta pengembangan sistem monitoring dan evaluasinya. Indonesia mempresentasikan bahwa yang sudah dilakukan adalah membuat laporan singkat tiap harinya dan meminta izin untuk membagikan ilmu yang didapat untuk membuat proposal ke fakultas dan membuat workshop untuk mengidentifikasi indikator dan sistem yang dapat digunakan di Indonesia untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Dukungan teknis yang dibutuhkan adalah untuk melakukan eksternal review, untuk melakukan penelitian berkolaborasi, dan mengadakan CAP UHC di negara lain, dengan partisipan yang berbeda dan pengalaman yang berbeda. Dan terakhir adalah Bangladesh, yang menegaskan komitmen mereka untuk segera melakukan UHC dan melakukan kerjasama-kerjasama dengan berbagai pihak untuk dapat memecahkan permasalahan akses kesehatan.
Dokter Walaiporn mengatakan bahwa kita semua masih sama-sama belajar dan tidak memulai dari 0, namun dari step yang berbeda. Malaysia memiliki konsep UHC yang berbeda, kerjasama dengan sektor swasta d, Indonesia mewanakan akan menggunakan single funding untuk UHC nya dan lain sebagainya. Implementasi dilapangan membutuhkan bukti, Dokter Viroj menyatakan bahwa evidence is power.
1. Evidence is Power,
first action: to generate high quality impartial peer t review evidence. translate data into evidence, dont be defensif (bila bagus harus dikatakan bagus). Seringkali ada publikasi inernasional, tapi sebenarnya hasilnya sangat salah, dan tidak ada yang melihat secara detail.
second action : Analysis on policy implications. translate data into evidence, disemininate evidence to all potensial audience
- policy maker
- general public
- health care provider
- CSO
- academia
regular annual basis monitor progress and achievement
the Must: Improve Three major data platform in our countries
- routine administrative datasets:
○ health care facilities: clinical outcome possible to link wurh mortality outcome if linked with CRVS (civil registration and vital statistics system)
■ streghts: practice variations
■ Quality improvements
■ Weakness: not able to monitor equity
○ Health insurance agencies, data ini diperoleh dari NHSO di Thailand, sehingga bisa secara langsung dimonitor kegiatan fasilitas kesehatan secara langsung di fasilitas kesehatan
■ Clinical data,
■ Financial outcome
■ Monitoring and audits of outliers
- National representative household survey datasets eg. Multi Indicator Cluster Survey (MICS), Demographic and Health Survey (DHS), Living Standard Measurement Survey (LSMS), Health dan Welfare Survey (HWS). Data_set ini merupakan alat yang paling kuat untuk mengukur equity kepada pemerintah. Kalau di negara anda tidak ada data mengenai kesejahteraan populasi, setidaknya ada memberikan masukan kepada badan statistik nasional untuk memasukkan modul ini pada survey nasional (rich-poor-elderly survey).
○ equity monitoring
○ unmet need :
■ see oECD standard questionnaire
■ see thammatacharee et al. BMC Publich Health 2012, 12:923 www.biomedcentral.com/1471-2458/12/923 (applying OECD standard questionnaire). Sebagai contoh: masyarakat tidak bisa mengakses layanan kesehatan karena finansial barrier, atau pasien tidak mau dirawat karena mereka lebih memilih mati di rumah daripada mati di layanan kesehatan yang buruk.
○ monitor the two UHC goals:
■ Population coverage
■ utilization, BIA (benefit incident analysis)
■ catastropic health spending, impoverishment reduction
- civil registration vital statistic: Demographic. Data ini dapat menjadi sangat powerful dengan melink- kannya dengan clinical data.
- coverage birth/death registration
- linkage with health data, mortality outcomes contoh di Afsel (yang sudah masuk dalam sebuah paper Lancet bahwa, dalam death certificate terdapat keterangan mengenai pertanyaan tentang pemakaian tembakau secara reguler, sehingga kita bisa melihat dampak dari tembakau)
_ Limitation : not able tp facilitate equity monitoring
- Global UHC M&E effort:
○ ties and david evans , WHO WB global M&E National M&E, indicators and measuremen, Singapore meeting (16-18 September 2013), PLOS Medicines special volume
- Collaboration
○ Collaborative cross country researches
○ Staff exchanges. Duduk dengan dr. supon sebagai contoh selama 2 minggu atau 1 bulan karena beliau sangat inspiratif.
○ Continue CAH UHC with other country experiences not only Thai focus
- Open your mind by reading, inspiring yourself (self reflection is important), apply to our homeland, learning by doing .
dr. viroj meraskan bahwa dataset platform di GF sangat lemah. Sehingga tidak bisa dievaluasi.
Debriefing by Dr Suwit Wibulpolpraset
- Listen to other but consider your seltf
- dont move too fast to be fail but not too slow to lose momentum
- weakness pf taargetting the poor
- health delivery systems essential paltform for
- information/evidence essensial to guide policy, look at the complex information system, see the neurological immunologica in human body.
- Investment ininformation : time, money, trust
○ NHSO invest for information and evidence, national OP and IP dataset by individual record
○ building teusrt needs ling period seocial credit for a genuine collaboaration betwen the organizationns
- local capacity
○ needs to strengthen national capacities to guide policy fomulation
○ capacity to retain good people to stay home
○ Life long business on capacity building : to build up capasity of good persons (Good at 3H: head, heart and hands)
○ capasity to retau giid pople to stay home
○ use your own wisdom for home
- regional network
○ CAP UHC
○ ASEAN Plus Three UHC Network
- Go on your way with your wisdom. Do not follow everyone, and decide your self
- Dont move too fast to be fail and dont move too slow and lose the momentum. Jika jendela terbuka, segera bergerak, namun jika tertutup, berjalan lambat tapi matangkan diri untuk mempersiapkan diri.
Thailand memiliki 25 th penglaman melakukan penelitian terhadap masyarakat miskin dan tidak miskin. Pendidikan terhadap masyarakat miskin dan tidak miskin menjadi penting untuk dilakukan, mengingat mereka sangat mempengaruhi sistem kesehatan.
Hal ini memungkinkan Indonesia juga melakukan analisis serupa terhadap program asuransi kesehatan kepada orang miksin. Apakah memang benar memerikan benefit dan outcome yang baik terhadap warga Indonesia? atau hanya menguntungkan orang kaya selama hampir 10 tahun terakhir ketika askeskin dimulai.
Membangun kepercayaan membutuhkan waktu yang lama, hal ini merupakan kredit sosial untuk membangun kolaborasi diantara lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah:
1. Membangun hubungan di lokal pemerintahan
Thailand menjadi contoh yang bagus
- Local capacity building :
- Thailand is role model ---but need to strengthen national capacities to guide policy formulation
- Capacity to retain good people to stay home
- Life long business on capacity building : to build up capacity of good persons (Good at 3H (Head, heart and hands)
- Use your own wisdom for your home_
- Regional network
- CAP UHC
- ASEAN plus three UHC network
Kembali ke halaman utama reportase