Reportase Hari Ketiga
The 4th Indonesian Health Economic Association (InaHEA)
Annual Scientific Meeting & International Seminar on Health Economics
Pleno 8
Single Talk from Mayor of Surabaya
Memasuki hari terakhir (15/09/2017) pelaksanaan The 4th InaHEA Annual Scientific Meeting and International Seminar, merupakan sesi yang sangat menginspirasi dan istimewa karena narasumber dalam sesi ini ialah Walikota Surabaya, yaitu Dr. (H.C.). Ir. Tri Rismaharini. Dalam sesi ini, Risma memberikan sharing atas perkembangan sistem dan model kesehatan yang telah diupayakan dan digerakkan selama menjabat menjadi Walikota Surabaya sampai dengan saat ini. Ibu Risma sendiri sebenarnya bukan merupakan lulusan dari kesehatan, namun teknik. Kunci suksesnya adalah kegemaran akan aksi dan kerja nyata dan langsung memberikan contoh kepada staf-stafnya dan juga kepada masyarakat Surabaya secara umum. Selain itu, Risma juga sangat senang dan berusaha selalu mendengar dan menyerap aspirasi dan keluhan dari pegawai pemerintahan ataupun dari masyarakat.
Beberapa bentuk program dan upaya perbaikan serta peningkatan status kesehatan masyarakat antara lain program pencegahan HIV/AIDS, penggalakkan imunisasi, perbaikan sanitasi, cakupan jaminan kesehatan, ada kelompok paliatif untuk pendertia kanker dan taman paliatif, pemberian makanan tambahan ibu hamil, ibu menyusui, pasien TB, dan lansia miskin. Selain itu, ada juga puskesmas ramah anak. Sebagai bukti keberhasilannya, Surabaya telah mendapatkan penghargaan 3 tahun berturut-turut sebagai Kota Layak Anak dan Kota Sehat Terbaik di Indonesia. Dari sisi keamanan konsumen, pemerintah Kota Surabaya juga rutin melakukan pemeriksaan makanan dan minuman yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari Satpol PP, dinas kesehatan, kecamatan dan kelurahan. Pemerintah kota juga telah berhasil memfasilitasi ruang untuk berolahraga yang dapat diakses secara gratis dan melakukan pembangunan taman kota. Terakhir, kota Surabaya juga telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan/sampah. Dampak yang sangat positif diperoleh dari pergerakan ini adalah adanya penurunan terhadap angka kejadian penyakit hipertensi, diabetes mellitus, demam berdarah, diare, dan ISPA.
Dari sharing yang disampaikan, terlihat bahwa Risma sangat peka dengan adanya perbaikan dan berpikir ke depan (memiliki visi dan misi yang kuat) dalam membangun Surabaya dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan masyarakat Surabaya. Tidak ada keseganan dalam masalah pembiayaan dan metode penyelesaian masalah, apabila memang hal tersebut adalah kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat. Hal yang sangat membanggakan dari kota ini adalah setiap tahunnya ada sekitar 35-42 buah penghargaan yang diterima oleh pemerintah kota. Keterbukaan Risma dengan segala bentuk upaya perbaikan sangat patut untuk dicontoh. Kedekatannyadengan masyarakat, berbaur dengan masyarakat, juga merupakan salah satu cara Risma untuk dapat merangkul dan bergandengan tangan dengan seluruh masyarakat Surabaya. Tidak salah jika Risma ini merupakan salah satu tokoh perempuan Indonesia yang sangat inspiratif.
Reporter : Aulia Novelira, SKM.,M.Kes
Pleno 9
Economics of Human Resources for Health
Prof Laksono Trisnantoro membawakan hasil riset yang dilakukan oleh PKMK terkait dengan implementasi JKN di Indonesia dalam kegiatan InaHEA di hari ketiga. Pada pemaparannya, penelitian ini ingin menjawab bahwa “Apakah kapitasi meningkatkan performance di layanan primer?”. Pertanyaan ini penting untuk melihat situasi terkini setelah adanya perubahan sistem yang signifikan. Hasil penelitian diambil dari 12 daerah penelitian di lima provinsi. Laksono menginformasikan bahwa terdapat banyak variasi untuk fee dokter di setiap wilayah. Pemerintah dinilai perlu mendapatkan tambahan pembiayaan untuk memberikan insentif maupun bonus lain di luar gaji pokok kepada para dokter. Sedangkan besarannya akan disesuaikan dengan hasil negosiasi. Di sisi lain, BPJS dinilai belum memiliki otoritas dalam memegang pengelolaan penuh JKN, sehingga kualitas layanan saat ini belum menjadi prioritas. Laksono mengakhiri paparan dengan menyampaikan ide untuk menjembatani gap ini yaitu mengubah sistem yang menghubungkan performa individu dengan besaran pembayaran serta mengusulkan agar BPJS dapat lebih diperkuat.
Pembicara kedua pada sesi ini memaparkan progress yang telah dicapai oleh BPJS Kesehatan, dimana pertumbuhan peserta JKN telah naik secara signifikan dan begitu cepat. Meskipun peningkatannya ini termasuk pada mengalirnya pasien rumah sakit swasta ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Menurutnya, regulasi penting untuk memastikan peran BPJS sebagai pelaksana strategic purchasing, sehingga lebih mudah untuk menata aturan secara cepat dan tepat. Beberapa hal yang dinilai masih perlu diubah seperti saat ini pembayaran fasilitas hanya sebatas pada kapitasi, bukan jumlah kunjungan. Beliau juga memaparkan bahwa memang masih perlu waktu untuk ke sana (sistem JKN yang ideal).
Dilanjutkan oleh beliau bahwa saat ini masih ada missmatch antara besaran iuran yang dibayar dan seberapa besar dana yang digunakan untuk layanan JKN. Jika dihitung, nilai iuran belum mencapai nilai aktuaria sehingga saat ini masih perlu adanya bantuan dukungan pembiayaan JKN dari pemerintah. Beberapa tantangan lain yang belum bisa diselesaikan adalah penerapan sanksi, yang hingga saat ini belum bisa dilaksanakan. Menurut beliau, dalam rangka mengurangi gap, kita dapat mencontoh Jepang yang dimana dokter yang memberikan layanan kesehatan diberikan pendidikan khusus dan berseritifikat. Peran dokter disana dinilai sangat penting sehingga dengan retensi ini akan dapat mengurangi gap pada performa dan kualitas kesehatan.
Sebagai pembicara terkahir, Dr Kalsum Komaryani sebagai Kepala Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan mengungkapkan bahwa BPJS saat ini belum memiliki kekuatan untuk mengelola sendiri atau berperan banyak pada strategic purchasing, contoh paling kecil adalah benefit package yang masih harus diputuskan oleh banyak orang. Rumah sakit juga belum memiliki standar pendapatan yang adil. Banyak rumah sakit memiliki pasien banyak, pendapatan banyak, tetapi insentif tidak berubah. Dari situasi ini, Kalsum juga berpendapat bahwa masih perlu adanya penguatan bagi BPJS sendiri mungkin bisa dalam bentuk revisi undang-undang. Namun, menurut Kalsum beberapa perbaikan telah dilakukan oleh BPJS seperti jasa pelayanan yang tidak hanya diberikan untuk provider, tapi sanitarian atau siapapun yang mendukung kinerja fasilitas kesehatan.
Materi
Ascobat Publlic Healfh Service and National Health Insurance
Family Planning in the JKN - Dr. Annette S Robertson
Teguh Dartanto: Economic Impacts of JKN
Laksono Trisnantoro: Payment to Medical Workers: Whether BPJS as purchase should involve?
Kalsum Komaryani: Kebijakan Pembayaran Jasa Kepada Tenaga Kesehatan di Era JKN
Citra Jaya: Peluang penelitian menggunakan data klaim BPJS Kesehatan
Kalsum Komaryani: Pembiayaan kesehatan di puskesmas
World Bank Analytical Works: Achieving uhc and improving quality of spending in Indonesia
Reporter: Faisal mansur