Sesi Pleno Hari  I

3rd INDONESIAN HEALTH ECONOMIC ASSOCIATION

(InaHEA)

Yogyakarta, 29 Juli 2016

 

 

Plenary 1: Health Financing

Health Financing

Repoter: Wisnu Damarsasi

border-page

pleno 1 h2 inahea 2016Para Pembicara dan Moderator Sesi Pleno 2 (Dok PKMK FK UGM)

Kongres Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Ke-3 pada hari kedua yang diselenggarakan di The Alana Hotel and Covention Center Yogyakarta dilaksanakan Plenary Discussion sesi pertama dengan tema Health Financing dimoderatori oleh Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D.

Pembicara pertama dari Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Drs. Purwiyanto, MA selaku Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara mengangkat tema Public Finance Policy in Indonesia: Support for Health Development. Pemerintah pada tahun 2015 telah menganggarkan untuk alokasi dana kesehatan tahun 2016 sebesar 5%. Berdasarkan dari Perpres No. 19 Tahun 2016 dan Perpres No. 28 Tahun 2016, maka iuran BPJS Kesehatan untuk PBI yang awalnya Rp.19.225 PMPB dinaikan menjadi Rp.23.000 PMPB. Jumlah PBI yang disubsidi oleh pemerintah juga mengalami kenaikan yang awalnya 88,2 juta menjadi 92,4 juta. Pada awal implementasi JKN pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebesar Rp.24,65 triliun, dan pada tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi Rp.37,63 triliun. Investasi di bidang kesehatan sangat penting untuk pembangunan di Indonesia, karena kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan harapan hidup dan produktivitas yang lebih baik. Komitmen yang kuat dibutuhkan untuk pengembangan kesehatan, mengingat defisit pembiayaan dalam Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan. Pelaksanaan JKN menciptakan peluang yang lebih besar untuk sektor swasta untuk berinvestasi di industri kesehatan karena meningkatnya permintaan dan kurangnya pasokan.

Pembicara kedua oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH membicarakan tentang Health Financing. Pembiayaan kesehatan merupakan suatu hal yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, misalnya dari Kementerian Keuangan yang memandang bahwa tidak ada uang untuk pembiayaan kesehatan serta fiskal yang tidak memadai, sementara dari Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa alokasi dana untuk pembiayaan kesehatan terlalu sedikit, dan masih banyak lagi pendapat yang lain. Penghasilan dari dokter yang bekerja dalam asuransi kesehatan nasional antara Inggris dan Indonesia sangat berberda jauh, yakni di Inggris seorang dokter dapat memiliki penghasilan Rp.4,9 miliar dalam setahun sementara di Indonesia dokter tersebut hanya mempunyai penghasilan sekitar Rp.288 juta setahun. Masalah dalam dunia kesehatan yang sudah lama terjadi hingga sekarang yaitu tidak ada standar untuk market costs untuk kesehatan, serta tidak ada standar penghasilan untuk tenaga kesehatan. Syarat utama dalam mekanisme asuransi berkebalikan dengan mekanisme pajak, karena prinsip asuransi yaitu kecukupan dana. Solusi dalam permasalahan ini yaitu perlu diselenggarakan Benchmarking dengan negara lain. Belanja kesehatan di Indonesia saat ini masih di bawah 40% dari public health expenditures.

Pembicara ketiga oleh Prof. dr.Ascobat Gani, MPH., Dr.PH. membicarakan tentang sources and adequacy of public funding for public health. Bentuk dari pembiayan kesehatan terdapat beberapa macam, yakni partial, vertical, dan bias. Fungsi dari public health selama yang diketahui oleh masyarakat luas perlu diklarifikasi, karena fungsi yang sebenarnya yaitu untuk mengurangi risiko sementara fungsi asuransi yaitu perlindungan finansial. Public health akan berjalan dengan baik namun perlu dukungan dari pemerintah dalam pengalokasian anggaran kesehatan untuk menyediakan fasilitas kesehatan, SDM kesehatan, dan penunjang lainnya. Amerika Serikat pada tahun 2011 telah memiliki 10 fungsi esensial public health yang terbagi dalam 3 fungsi inti yakni assesment, health policy development, dan ensure. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang saat ini telah berubah menjadi DAK non fisik diberikan langsung kepada sekitar 9.750 Puskesmas, namun itu hanya untuk biaya operasional dari kegiatan public health. DAK non fisik tahun 2016 mencapai Rp.2,4 triliun. Alokasi dana kesehatan dari APBD besarannya fluktuatif setiap tahunnya mengikuti dari fluktuatif besaran APBD, sementara kebutuhan untuk kesehatan tidak fluktuatif melainkan selalu naik. Disparitas antar kabupaten juga terjadi, meski memiliki kebutuhan yang sama. Public Health dari tahun ke tahun mengalami underfunding, dan subsidi untuk PBI meski telah mengalami kenaikan untuk 2016 mencapai Rp.25,5 triliun namun defisit JKN hingga tahun 2016 sekitar Rp.6,8 triliun. Kesimpulannya yaitu alokasi dana untuk UKM sebaiknya ditambah, tidak hanya mementingkan UKP saja.

Pembicara terakhir pada sesi pertama yakni Asrul Akmal Shafie Bpharm, PG Dip Health Econ, PhD yang membawakan presentasi dengan judul Health Technology Assessment in Universal Health Coverage. Realita dalam UHC saat ini yang mencakup pencegahan dan pengobatan, serta pengembangan sistem kesehatan yang menyertai semua intervensi rata-rata $42 per kapita di 49 low-income country pada tahun 2009 dan mengalami kenaikan menjadi $65 pada tahun 2015. Fiscal space untuk menjaga sustainabilitas terdapat 4 inti utama yakni external support, domestic revenue, deficit financing, reprioritization/efficiency. HTA dibutuhkan dalam UHC memiliki beberapa fungsi yaitu reduce inefficiency, making sense of evidences, increasing choice of technology, finite budget & resource constraint. HTA merupakan multi-disiplin dari analisis kebijakan yang mengkaji implikasi medis, ekonomi, sosial dan etika dari nilai tambahan, difusi dan penggunaan teknologi medis dalam peayanan kesehatan. Gaps dalam evidence untuk HTA yakni minimnya penelitian, design penelitian yang lemah dan minimnya pelaporan, tidak konsisten antar penelitian, kurangnya tindak lanjut.

video icon15, powerpoint iconDrs. Purwiyanto, MA

video icon15, powerpoint iconProf. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH

video icon15, powerpoint iconProf. dr.Ascobat Gani, MPH., Dr.PH

video icon Diskusi

Plenary 2: Tobacco Economic

Tobacco Economic

Repoter: Wisnu Damarsasi

border-page

pleno 1 h2 inahea 2016Para Pembicara dan Moderator Sesi Pleno 2 (Dok PKMK FK UGM)

Plenary Discussion 3rd InaHEA pada sesi kedua dimoderatori oleh DR. Rohani Budi Prihatin M.Si dengan tema Tobacco Economic. Pembicara pertama oleh Abdillah Ahsan, SE, MSE dengan judul Cukai Rokok Sebagai Sumber Pendanaan Kesehatan. Terdapat 4 kategori utama dalam menghitung GDP yakni konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerinta, dan ekspor. Perkembangan realisasi pendapatan cukai tahun 2010-2015 mengalami kenaikan, dan pada tahun 2015 mencapai Rp.145.739,9 miliar. Pajak untuk tembakau diperlukan karena kita ketahui bahwa tembakau tidak baik dan untuk konsumsinya perlu dikurangi untuk menyelamatkan kehidupan dimana peduduk yang sehat makan akan lebih produktif. Amanat konstitusi dalam pengendaliakn konsumsi rokok tercantum dalam UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai Pasal 2 ayat 1 dimana dijelaskan bahwa konsumsi perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Kita ketahui besaran pajak untuk tembakau yakni bea cukai tahun 2016 sebesar 35,1% dan maksimalnya 57% dari harga retail, pajak untuk rokok lokal sebesar 10% dari bea cukai, dan VAT sebesar 8,7% dari bea cukai. Dana Cukai Rokok bisa membantu menambal defisit JKN sekitar Rp.8 trilliun, selain itu dana cukai rokok bisa membantu selisih antara iuran ideal dan iuran aktual yang saat ini ada. Dana cukai rokok juga bisa membantu membayar iuran bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang miskin dan rawan miskin.

Pembicara kedua oleh Dr. Rachel A. Nugent yang merupakan Vice President Global Chronic Noncommunicable Diseases Global Initiative, RTI Internasional. NCDs merupakan penyakit yang banyak terjadi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Penyakit yang termasuk NCDs pada beberapa negara berkembang mencapai 86%. Apabila dilihat dari segi jenis kelamin, maka antara pria dan wanita tidak berbeda dan prosentase penderita NCDs sangat tinggi terutama pada daerah Afrika. Penyebabnya yaitu konsumsi rokok, konsumsi alkohol, kurangnya kegiatan fisik, dan konsumsi makanan yang tidak sehat. Biaya yang dibutuhkan dalam penanganan NCDs setiap tahun mengalami kenaikan dan antara sekarang hingga 2030 secara global akan mencapai lebih dari $47 triliun. 65% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular. 65% pria di Indonesia merupakan perokok aktif, dan 13-15% perokok aktif yang ada di Indonesia mengalami kematian. Indonesia dikenal sebagai Baby Smoker Country, karena banyaknya anak usia muda yang menjadi perokok aktif. Hipertensi merupakan penyakit lain yang banyak terjadi di Indonesia, karena penduduk Indonesia mengkonsumsi garam 8,5 gram per hari dan 41% didiagnosa hipertensi.

Pembicara ketiga oleh Dr. Eduardo P. Banzon M.D., Msc. yang berlangsung melalui fasilitas webinar. Kondisi yang sering terjadi dalam Universal Health Coverage yakni terdapat masyarakat yang mampu namun tidak mau untuk melakukan pembayaran, selain itu terdapat masyarakat yang tidak mampu untuk melakukan pembayaran. Sin tax atau dalam Bahasa Indonesia adalah pajak dosa, merupakan pengalokasian untuk mengontrol tembakau. Sin tax tersebut digunakan untuk pembiayaan penyakit tidak menular, dan ini sudah dilaksanakan di beberapa negara seperti Algeria, Costa Rica, Nepal, dan Panama. Filipina merupakan negara dengan perokok aktif terbanyak di Asia Tenggara, selain itu memiliki harga jual dan pajak rokok yang terendah. Implementasi pengalokasian sin tax dengan pembagian 80% untuk jaminan kesehatan nasional dan 20% untuk tenaga kesehatan serta peningkatan fasilitas kesehatan. Hasil dari implementasi tersebut prevalensi untuk perokok menurun dari 25,4% menjadi 23,3% pada tahun 2013, penurunan perokok pada usia muda dari 6,8% menjadi 5,5% pada tahun 2013, serta penurunan konsumsi alkohol dari 48,3% menjadi 44,9% pada tahun 2013.

video icon15, powerpoint iconAbdillah Ahsan, SE, MSE

video icon15, powerpoint iconDr. Rachel A. Nugent

video icon15, powerpoint iconDr. Eduardo P. Banzon M.D., Msc

video icon Diskusi

 

pendaftaran-alert

regulasi-jkn copy

arsip-pjj-equity

Dana-Dana Kesehatan

pemerintah

swasta-masy

jamkes

*silahkan klik menu diatas

Policy Paper

Link Terkait

jamsosidthe-lancet