23 February 2015
Pembiayaan kesehatan yang pro terhadap upaya promotif –preventif menjadi salah satu tantangan dan peluang ahli kesehatan masyarakat. Bahasan tersebut menjadi bagian dalam diskusi seminar yang telah diselenggarakan oleh Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) pada tanggal 19 Februari 2015. Dalam rangka pelantikan pengurus PERSAKMI Cabang Gunungkidul Provinsi DIY, seminar ini dilaksanakan dengan topik “Tantangan Dan Peluang Ahli Kesehatan Masyarakat Menghadapi Pasar Bebas”. Beberapa narasumber dan peserta yang hadir terdiri dari : pemerintah daerah, organisasi profesi, instansi/ SKPD, akademisi, dan praktisi kesehatan masyarakat.
Materi pertama di seminar ini disampaikan oleh Drs. Immawan Wahyudi, MH (Wakil Bupati Gunungkidul). Beliau menyampaikan bahwa kualitas perencanaan dan penganggaran program kesehatan masyarakat belum optimal karena kurang didukung oleh data yang berkualitas. Tantangan terhadap program Indonesia Sehat-Nawacita pun semakin tinggi dengan adanya kesenjangan pembangunan antar daerah dan masih tingginya tingkat kemiskinan, termasuk di Kabupaten Gunungkidul. Mengingat permasalahan non medis lebih besar dibandingkan medis, maka sikap “think globally, act locally” perlu diterapkan dalam mengatasi persoalan kesehatan dan kebijakan dari level daerah ke tingkat pusat.
Salah satu yang ditekankan oleh Ibu Hanifa Maher Denny, SKM, MPH, PhD (Ketua Umum PERSAKMI) adalah tantangan dan peluang dapat diatasi jika ahli kesehatan masyarakat setidaknya memiliki 8 kompetensi, termasuk dalam pengembangan kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Program JKN memiliki tantangan tersendiri karena prinsip asuransi kesehatan tidak dapat sekaligus diterapkan di negara dengan jumlah penduduk sangat tinggi seperti Indonesia. Selain itu, adanya daerah kaya yang masih mendapatkan alokasi dana tinggi dibandingkan daerah miskin ditengarai karena data-data dasar alokasi masih bermasalah. Perguruan tinggi, akademisi, dan organisasi profesi perlu dilibatkan dalam menghadapi tantangan dan peluang tersebut.
Menurut Drs. Sigit Purwanto (Kepala BKD Gunungkidul), ketersediaan dan pemerataan tenaga kesehatan masyarakat sangat penting dalam menghadapi tantangan dan peluang di sektor kesehatan. Masih ada daerah yang memiliki “need” tinggi tetapi tidak diikuti oleh “demand” yang memadai. Misal dalam formasi jabatan fungsional epidemiolog kesehatan dan penyuluh kesehatan masyarakat di Kab. Gunungkidul, hanya sekitar 5-10% yang terisi dari jumlah formasi yang dibuka. Dengan adanya kewenangan SKPD Kesehatan dalam mengangkat tenaga non PNS diharapkan dapat mengatasi kekosongan tersebut, termasuk jika hal ini dikaitkan dengan kebutuhan pengelola administrasi/ dana di Puskesmas, sehingga tidak berdampak pada pemberian pelayanan kesehatan.
Materi terakhir disampaikan oleh Amin Subargus SKM, M.Kes selaku praktisi di rumah sakit dan akademisi di bidang kesehatan masyarakat. Beliau menyampaikan bahwa adanya UU No. 36/ 2014 tentang tenaga kesehatan diharapkan dapat menjadi salah satu peluang untuk bersama meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), bukan hanya kompetensi, tetapi spesialisasi SDM kesehatan juga dibutuhkan dalam menghadapi tantangan saat ini. Selain itu, seorang ahli kesehatan masyarakat juga sebaiknya memiliki kemampuan berbahasa, budaya, dan menjunjung tinggi etika sebagai profesi “public health”.
Powered by Web Marketing