26 April 2019
Reportase
JKN Through The Ages: What Evidence Tell Us
Sesi I
Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KP - MAK) FK - KMK UGM didukung oleh program Nuffic melaksanakan seminar untuk mempertemukan para peneliti untuk memaparkan hasil penelitian terbaru dengan pengambil keputusan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan seminar ini para peneliti dapat memberikan bukti mengenai pelaksanaan JKN di lapangan untuk mendorong pemerintah dalam perbaikan JKN ke depannya. Kegiatan dua hari ini (24 – 25/4/2019), terdiri dari seminar pada hari pertama dan juga pelatihan pada harikedua. Topik seminar yang diusung adalah JKN Through The Ages: What Evidence Tell Us.
Reportase kali ini secara ringkas akan memaparkan sesi satu dan sesi dua seminar tersebut. Kegiatan ini dibuka oleh pidato dari Dr. Yodi Mahendradhata selaku wakil dekan FKKMK UGM. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Dr. Diah Ayu Puspandari selaku direktur KPMAK dan penjelasan dari Ms. Esther den Hartog mengenai Nuffic Project yang berfokus pada penelitian, pembangunan kapasitas serta sharing knowledge mengenai universal health coverage dan kerja sama ini telah berlangsung pada Mei 2015 hingga Mei 2019
Sesi pembuka mengangkat topik JKN In The Past dipandu oleh Dr. Diah Ayu Puspandari. Pembicara pertama adalah Dr. Elizabeth Pisani yang merupakan seorang penulis juga direktur dari lembaga konsultasi dengan fokus pada kesehatan masyarakat, Ternyata Ltd. Dr. Elizabeth sebagai orang luar melihat sejarah perkembangan pelaksanaan JKN itu sendiri mirip dengan sejarah terbentuknya negara Indonesia, yaitu sama - sama dimulai dengan sesuatu yang emergency, tanpa melalui suatu persiapan yang matang, serta melewati berbagai trial dan error.
Dimulai dari zaman presiden Soekarno sebenarnya menurut R. Elisabeth sudah terdapat rancangan Undang - Undang negara tentang jaminan kesehatan, namun karena masalah politik dan ekonomi maka tidak terlaksana. Pada era presiden Soeharto terbitlah asuransi untuk TNI/Polri dan PNS. Ini merupakan awal mula asuransi kesehatan di Indonesia. Sampai kemudian berkembang dan muncul bentuk asuransi kesehatan sosial lain sampai ke Kartu Indonesia Sehat yang berlaku saat ini. Elisabeth menutup presentasinya dengan pertanyaan untuk JKN yaitu Bagaimana untuk menyeimbangkan kebutuhan lokal dan ketertarikan serta efisiensi nasional? Juga bagaimana secara terstruktur meningkatkan keadilan dan sustainabilitas dari JKN itu sendiri?
Pemateri berikutnya adalah Dr. Chazali Situmorang yang adalah mantan kepala DJSN dan saat ini menjabat sebagai Kepala Social Security Development Institute dan juga dosen di Universitas Negeri Jakarta. Selain mengulang sedikit sejarah yang tadi telah dikemukakan, Chazali lebih menekankan di dinamika perjalanan BPJS. UU BPJS terbit setelah digodok selama 7 tahun (2004 – 2011), hal ini menunjukkan saat itu komitmen politik yang masih lemah serta karena melibatkan banyak kementrian.
RUU BPJS itu sendiri tidak terlepas dari tekanan organisasi buruh. Proses pembentukan PP dan Perpres pun tidak kalah alotnya karena beragam kepentingan dan persepsi yang masih belum sama. Sampai akhirnya BPJS secara formal mulai berjalan 1 Januari 2014. Masalah yang masih terkait BPJS antara lain: persoalan tarif, defisit BPJS sejak tahun pertama hingga saat ini, pola distribusi faskes dan penyediaan tenaga, proporsi katastropik yang menggerus BPJS, dan masih banyak lagi.
Pemateri terakhir adalah Dr Chriswardani Suryawati, M. Kes. Secara garis besar, Chris juga menyingung tentang revolusi dari asuransi kesehatan di Indonesia baik itu dari sejarah pembentukan, maupun revolusi bentuk lembaga pelaksana mulai dari badan menjadi biro lalu perusahaan umum sampai menjadi persero. Dalam presenatasinya Chrismenekankan pada budaya bangsa Indonesia yang 'Jimpitan' yaitu gotong royong saling membantu, terbukti dari penggunaan 'dana sehat' dalam lingkup masyarakat itu sudah umum dipakai. Begitupun prinsip dari asuransi sosial kesehatan, Chris menambahkan tentang sejarah munculnya Jamkesda yaitu karena munculnya otonomi daerah yang menuntut penyebaran keadilan. Lalu ada Jampersal, Jamkesmas dan JPKN. Inti dari materi Chris adalah penekanan bahwa Indonesia tidak memulai JKN dari Nol. Ada proses panjang yang telah dilalui, dan juga sejarah ini bisa dipakai untuk pembelajaran ke depannya.
Reporter: Sandra Frans (PKMK UGM)
Sesi II
Sesi kedua membahas Pelaksanaan JKN Saat Ini. Sesi ini diawali oleh presentasi dari dr. Andi Afdhal, MM selaku Deputi Direktur Penelitian dan Pengembangan dari BPJS KEsehatan. Andi menampilkan grafik dari utilisasi JKN saat ini. Sudah banyak sekali peningkatan dari penggunaan JKN. Saat ini setiap hari ada sekitar 640 ribu kunjungan ke faskes yang menggunakan JKN. Dari penelitian mereka juga didapatkan bahwa JKN mengurangi kesenjangan kesehatan dan meingkatkan indeks kepuasaan pemakai. Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi masalah yang lain yaitu ageing population, pola penyakit yang mulai bergeser, serta kontribusi dari peserta mandiri yang belum mencapai target. Oleh karena itu, Andimengharapkan penelitian tentang JKN ini sendiri untuk terus diperkuat guna mencapai tujuan dari JKN itu sendiri. Presentasi berikutnya oleh drg. Agnes Pratiwi, MPH yang menyampaikan hasil penelitian timnya bertema Supply side dan Proteksi Keuangan di Indonesia pada Era JKN di Tahun 2012 - 2017. Kesimpulan dari penelitian ini adalah cakupan dari asuransi kesehatan nasional tidak memberi banyak keuntungan pada keluarga yang tinggal di daerah miskin Indonesia, dimana pelayanan sangat terbatas. Oleh karena itu, peningkatan akses dibutuhkan di sini.
Penyampaian selanjutnya dari Prof. Laksono Trisnantoro yang merupakan ahli di bidang kebijakan kesehatan di UGM. Prof Laksono menyampaikan hasil penelitian untuk evaluasi JKN dengan pendekatan Realist Evaluation (RE), yang mengambil tiga tema besar yaitu: Equity, Governance dan Quality. Laksono menekankan bahwa pendekatan RE ini digunakan lebih untuk melihat konteks dan eksistensi atau ontological depth dari JKN itu sendiri. RE melihat segala sesuatu melalui kerangka berpikir konteks, mekanisme dan outcome. Pada penelitian yang sudah dilaksanakan di 7 provinsi di Indonesia itu sendiri, terlihat bahwa utilisasi JKN di provinsi Indonesia timur, misalnya NTT masih sangat kurang. Konteks masalah kesehatan di NTT belum sepenuhnya terpenuhi di sini, jika dibandingkan dengan pelaksanaan JKN di DIY. Kesimpulannya target road map dari JKN belum tercapai secara maksimal. Sesi ini ditutup oleh Professor Menno Pradhan dari Virje Universiteit yang menyimpulkan bahwa paket keuntungan yang ditawarkan BPJS sudah cukup kuat. Masih ada tantangan untuk meningkatkan pelaksanaan JKN terutama dimulai dari level bawah, agar seluruh masyarakat dapat menikmati keuntungan dari paket JKN itu sendiri.
Reporter: Sandra Frans (PKMK UGM)
Sesi Paralel
Pada sesi paralel, terdapat empat topik yang disajikan dalam bentuk paparan hasil penelitian, antara lain : informal sector in health insurance, miscellaneous health economic issues, equity, dan local government roles in JKN. Peneliti PKMK sempat mengikuti 2 dari 4 sesi yang digelar. Beberapa rangkuman mengenai paparan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
Pada topik miscellaneous health economic issues, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Hasil penelitian pertama disajikan oleh Dr. Haerawati Idris, SKM, MKes dengan judul Are changes in health insurance status related to changes in healthcare utilization over a period of 7 years in different regions of Indonesia? Penelitian ini menyimpulkan bahwa di seluruh wilayah Indonesia, kepemilikan asuransi melalui ketersediaan JKN mampu meningkatkan odd ratio, baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Peneliti merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk melakukan perluasan kepesertaan asuransi kesehatan bagi masyarakat di daerahnya. Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., MKes, MBA selaku penampil berikutnya memaparkan hasil riset dengan judul The unmet need of stroke patient in Indonesia: Is home care a cost effective alternative? Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan dari perawatan homecare dengan rawat jalan pada pasien post stroke. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penghematan pada perawatan homecare dibandingkan dengan rawat jalan.
Sementara itu, diketahui bahwa akses pelayanan kesehatan masih rendah untuk pasien post stroke, sehingga homecare bisa menjadi salah satu alternatif untuk perawatan pasien post stroke. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. Firdaus Haifdz, MPH, PhD dengan judul penelitian National health insurance effect on health facility efficiency: bad news or good news? Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan utilisasi fasilitas kesehatan di Indonesia yang masih sangat rendah, sementara beban expenditure yang dikeluarkan sangat besar. Sumber data yang digunakan adalah data pada 2011 (sebelum era JKN, namun telah terdapat beberapa model asuransi berupa Askes dan Jamsostek). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat inefisiensi yang besar di puskesmas dan rumah sakit tipe rendah dengan kecenderungan sulit untuk bisa bertahan. Pada sisi efisiensi, optimalnya efisiensi puskesmas akan menunjang efisiensi pada rumah sakit. Kondisi efisiensi akan menjadi lebih baik jika fasilitas kesehatan bergabung dengan sistem BPJS pada era Jaminan Kesehatan Nasional.
Pada topik equity, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Pemaparan pertama disajikan oleh Novat Pugo Sambodo, SE, MSc dengan judul Healthcare Benefit Distribution and the Implementation of JKN: A Benefit Insidence Analysis. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi distribusi manfaat JKN berdasarkan pada status ekonomi. dr. Adelia Ulya Rachman, MSc melanjutkan paparan berikutnya dengan judul penelitian Unequal Chances to Survive Childhood in Indonesia? a Decomposition Analysis. Secara ringkas riset ini mengungkapkan bahwa ketimpangan (relative ineaquality) yang dilihat dari nilai CI (standard concentration index) tampak meningkat pada kalangan pro poor meskipun terjadi penurunan pada angka kematian bayi dan balita. Penurunan kematian balita dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni: cakupan imunisasi lengkap di tingkat kabupaten, urutan kelahiran, dan posisi perempuan sebagai kepala rumah tangga. Pendidikan ibu, usia ibu saat melahirkan dan status pernikahan pertama berkontribusi pada penurunan kematian bayi, namun demikian faktor yang disebutkan berpengaruh pada kematian balita memiliki hubungan yang sebaliknya. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. M. Fikru Rizal, MSc dengan judul penelitian Explaining the fall in Socioeconomic Inequality of Childhood Stunting in Indonesia. Berdasarkan dari analisis data IFLS 2007 - 2014 diketahui bahwa terjadi penurunan kondisi stunting di Indonesia secara signifikan. Kondisi stunting banyak terdapat pada masyarakat miskin, namun demikian terdapat penurunan secara signifikan pada kondisi inequality yang dipengaruhi oleh peningkatan taraf hidup dalam kurun waktu 2007 - 2012, kondisi sanitasi yang lebih baik dan pelayanan kesehatan yang semakin baik, salah satunya dengan penerapan jamkesmas. Mergy Gayatri menutup sesi ini dengan memaparkan hasil penelitian dengan judul The functioning of maternity waiting homes in Indonesia: a mixed method analysis. Riset ini secara ringkas menyebutkan bahwa fungsionalisasi rumah tunggu kelahiran masih sangat beragam di Indonesia dimana pelaksanaannya lebih efektif dilakukan di wilayah kepulauan. Agar berjalan lebih efektif, masih dibutuhkan pedoman yang komperhensif dan terstandarisasi untuk membangun rumah tunggu kelahiran, utamanya bagi pemerintah daerah serta monitoring dan evaluasi dari efektivitas rumah tunggu kelahiran yang ada saat ini.
Reporter: Kurnia Widyastuti (PKMK UGM)
Sesi Expert Talk
Pada sesi expert talk, dilakukan pembahasan mengenai rekomendasi untuk kondisi JKN pada masa mendatang, terutama setelah proses pemilihan umum dilakukan di Indonesia. Prof. Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa pengawasan pada kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pengawasan pada tenaga kesehatan guna memperkuat pemberian pelayanan kesehatan, perbaikan pelayanan kesehatan yang kurang bagus serta monitoring dan evaluasi perlu dilakukan. Hubungan kelembagaan antar berbagai pemangku kepentingan, baik pusat dan daerah, BPJS, Kemenkes, DJSN dan Presiden perlu dibangun lebih baik termasuk dukungan dari pemerintah daerah.
Pemerataan utilization di seluruh daerah di Indonesia serta sistem pemberian layanan kesehatan yang berorientasi pada mutu tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit juga perlu menjadi perhatian bagi presiden terpilih (berikutnya). Prof Hasbullah Thabrany menekankan bahwa perbaikan pelayanan kesehatan bukan tugas BPJS, melainkan tugas dari pemerintah daerah. Demikian halnya tanggung jawab pada pelayanan kesehatan pribadi (UKP) merupakan ranah bagi BPJS, sementara upaya kesehatan masyarakat (UKM) merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah dan dinas kesehatan melalui upaya promotifpreventif. Kondisi defisit BPJS merupakan tanggung jawab pemerintah dan bagian dari kesalahan pemerintah dengan menetapkan besaran iuran yang masih rendah. Di samping itu, belum ada political will yang kuat untuk bisa mengalokasikan pengeluaran pendanaan yang lebih besar di sektor kesehatan. Selanjutnya, perlu ada peningkatan iuran BPJS yang sebaiknya melihat pada tingkat besaran pendapatan yang diterima dan pengalokasian budgeting yang lebih besar pula pada sektor kesehatan oleh pemerintah.
Reporter: Kurnia Widyastuti (PKMK UGM)