Reportase Seminar
METODOLOGI PENELITIAN EVALUASI KEBIJAKAN: EXPERIENCE DAN EVIDENCE FISIPOL UGM
PKMK kembali menyelenggarakan seminar metodologi penelitian evaluasi kebijakan yang merupakan kelanjutan dari rangkaian protokol monev yang diselenggarakan pada 29 Maret 2017. Seminar kali ini menghadirkan dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Prof. Drs. Purwo Santoso, MA, Ph.D yang membahas metode dan strategi yang tepat dalam melakukan evaluasi kebijakan khususnya program JKN. Selain itu, hadir puladr. Likke Prawidya Putri, MPH selaku peneliti dari PKMK dalam monev JKN 2017.
Prof. Drs. Purwo Santoso, MA, Ph.D menyajikan pembahasan cukup menarik diawali dengan pertanyaan siapakah evaluator dari program JKN? Apakah daripembuat keputusan ataukah orang yang merasakan jaminan sebagai warga negara? Jika seorang peneliti melihat dari perspektif masyarakat yang melakukan evaluasi tentu hasilnya akan bersifat subyektif.Hasil ini tidak akan menjadi objektif pengukuran sehingga diperlukan berbagai varian metode evaluasi untuk meminimalisir bias yang terjadi dengan melihat berbagai perspektif. Begitupun halnya jika seorang politisi melakukan evaluasi maka akan mengarah kepada keberpihakan. Idealnya lebih kepada membawa kepentingan masyarakat khususnya yang memiliki keterbatasan akses dalam memperoleh layanan kesehatan. Ada banyak model yang diharapkan akan muncul dalam melakukan evaluasi sehingga dapat dipertanggungjawabkan bukan dari segi finansial saja tetapi dari segi keberpihakan kepada publik. Bisa saja metode yang memiliki kekuatan hukum dalam perjalanannya mengalami bias sehingga menghasilkan produk evaluasi yang bias pula.
Beberapa model yang disampaikan berfokus pada capaian JKN itu muara dari berbagai variabel, seperti beroperasi dengan baik, cakupan kepesertaan, ketersediaan tenaga medis dan non medis, sarana prasarana, peraturan pelaksanaan serta kepuasan peserta. Kepuasan peserta hanya sebagian kecil dari evaluasi. Jika kepuasan itu didefinisikan dengan ukuran-ukuran sepihak, turunan dari text book dan teori-teori yang ada maka isi hati dari masyarakat tidak sepenuhnya tersampaikan, seperti adanya perbedaan pelaksanaan JKN di masing-masing daerah, hal ini tentu dipengaruhi oleh kesiapan dan karakteristik daerah, kekurangan infrastruktur dan SDM menyebabkan terjadinya gap yang cukup jauh. Di Indonesia ini ada dua jenis keterisolasian, yaitu keterisoalasian darat dan keterisolasian daerah maritim (negara kepulauan). Jika masalah-masalah tersebut luput dari evaluasi maka akan menjadi permasalahan yang normalitas. Sehingga membutuhkan banyak varian yang digunakan untuk mengakomodir berbagai permasalahan yang terjadi.
Kemudian dalam melakukan evaluasi juga terbagi dua jenis, yaitu pertama mengevaluasi kinerja program tersebut dengan asumsi bahwa desain dan rancangan sudah sempurna namun jika dari segi konsep atau landasan bermasalah maka jenis evaluasi ini tidak sesuai.Kedua, meninjau dari segi konsep, ideologi atau landasan diberlakukannya program tersebut. Tentu hal ini juga berlaku pada JKN, jika membedah ideologinya merupakan bisnis asuransi dengan customer-nya adalah seluruh rakyat Indonesia.Jika masyarakat tidak sanggup membayar premi maka akan disubsidi oleh pemerintah, sehingga dapat diasumsikan jika program ini merupakan produk liberal, dimana pemerintah memfasilitasi perusahaan asuransi untuk menjalankan bisnisnya, dimana customer-nya sudah terjamin yaitu seluruh rakyat Indonesia. Sehingga Prof. Purwo mengusulkan dalam melakukan evaluasi bukan pada level kinerja tapi lebih pada level desain dasar dan konsep program JKN maka akan ada banyak cara untuk melakukan evaluasi. Setelah ada temuan, lantas apa langkah selanjutnya yang harus ditempuh atau tindak lanjut dari evaluasi tersebut. Sehingga hasil evaluasi tersebut sebagai bahan untuk mematangkan sistem itu sendiri.
Kemudian dilanjutkan pada sesi kedua dibahas oleh dr. Likke Prawidya Putri, MPH yang berfokus pada pembahasan evaluasi performa kebijakan JKN: bagaimana metodenya? Mengawali hal tersebut,dr. Likke menjelaskan bawah latar belakang pelaksanaan JKN ini adalah monev ini telah dilakukan sejak 2014, salah satunya mengukur ketersediaan sarana dan prasaranan serta infrastruktur dengan membandingkan daerah-daerah antara pedesaan dan perkotaan. Selanjutnya, beranjak dari diskusi dengan Prof. Purwo tadi, pertanyaan selanjutnya apakah daerah yang memiliki keterbatasan akses tadi menjadi korban dari pelaksanaan JKN? Tentu hal ini kembali lagi pada ideologi yang digunakan dalam program JKN, dimana idealnya yaitu menerapkan prinsip equity. Equity bukan hanya berbicara tentang pemerataan pelayanan kesehatan saja tapi lebih kepada prinsip keadilan yang diterima oleh semua lapisan masyarakat. Misal apakah NTT telah menerima keadilan dengan pelaksanaan program ini? Di pihak lain, banyak yang mengatakan bahwa JKN bukan berbicara tentang equity, tetapi lebih kepada risk pooling atau lebih dikenal dengan prinsip gotong royong, contoh kecilnya yaitu pemanfaatan dana PBI, apakah dana tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh peserta kurang mampu? Tentu pertanyaan-pertanyaan ini dibutuhkan sebuah studi untuk menindaklanjuti hal tersebut.
Tujuan akhir dari JKN bagi masyarakat yaitu memberikan perlindungan jaminan pembiayaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sehingga menghindari kerugian secara finansial serta menurunkan out of pocket bagi masyarakat jika mengalami sakit serta bagi pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ketersediaan tenaga medis, obat, dan alat kesehatan sehingga terjadi peningkatan utilisasi, equity, dan kualitas layanan. Selanjutnya dari prinsip equity tidak hanya dapat dilihat dari segi cakupan kepesertaan namun juga berbicara tentang kualitas dan kepuasan dari peserta.
Dalam siklus kebijakan,dijelaskan pula hasil dari evaluasi kebijakan adalah hadirnya rekomendasi perbaikan bagi pemangku kebijakan dalam menentukan langkah strategis yang akan ditempuh atas permasalahan yang terjadi dengan pelaksanaan program. Berangkat dari metode evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh William N. Dunn bahwa terdapat 6 indikator dalam melakukan suatu evaluasi kebijakan yang terdiri dari efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan. Dari keenam indikator inilah digunakan sebagai pisau analisis dalam melakukan evaluasi kebijakan terhadap 8 sasaran JKN yang tertuang dalam roadmap JKN 2019. Namun setelah mendengar penjelasan dari Prof. Purwo bahwa dalam melakukan evaluasi kebijakan tidak hanya melihat kacamata sebelah saja, ada banyak varian menjadi aspek pertimbangan dalam melakukan suatu evaluasi. Misal dalam aspek kepesertaan bukan hanya melihat pada cakupan kepesertaan melainkan juga meluas hingga aspek keadilan dan kualitas pelayanan yang diperoleh dari peserta yang berada di daerah terpencil. Misal kualitas pelayanan yang diperoleh masyarakat di NTT berbeda dengan yang ada di jawa, tentu ini akan menjadi bahan evaluasi program JKN ini.
Reporter: Sri Fadillah