Kerangka Acuan Kegiatan
Outlook Sistem Kesehatan 2018
Mencegah Fragmentasi Sistem Kesehatan di era JKN
dengan penggunaan data yang lebih baik:
Apakah Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN dapat terlaksana?
MATERI Pengantar MATERI sesi 1 MATERI sesi 2 inpres no. 8/2017
Latar Belakang
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dari tahun 2014 - 2017 telah banyak menyajikan berbagai bentuk keberhasilan dan kegagalan implementasi di daerah. Namun yang patut disyukuri adanya reformasi sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. JKN melalui UU SJSN tahun 2004 dan UU BPJS tahun 2011 telah mendorong peningkatan alokasi pembiayaan kesehatan di tingkat pusat dan berpengaruh pada peningkatan alokasi dana di daerah. UU Kesehatan tahun 2009 yang mengamanatkan alokasi dana kesehatan sebesar 5% dari APBN di Pemerintah Pusat telah terjadi pada tahun 2016 dan tahun 2017. Salah satu alokasi terbesar adalah untuk membiayai Penerima Bantuan Iuran (PBI) peserta JKN demi amanat UU 1945 tentang keadilan sosial. Tidak hanya itu alokasi dari Kemenkes juga diberikan kepada daerah untuk membiayai program – program fisik dan non fisik melalui dana alokasi khusus (DAK).
Sebagai hasil peningkatan pembiayaan kesehatan, pemerintah Kabupaten/ Kota dan masyarakatnya menerima sumber dana kesehatan dari berbagai sumber yaitu dari:
- Kemkeu (APBN) yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH),
- Kementerian Kesehatan yaitu dana alokasi khusus (DAK Fisik dan DAK Non Fisik),
- BPJS Kesehatan berupa dana penggantian klaim, dana kapitasi , dan dana non kapitasi, serta dana masyarakat.
Semua dana ini disalurkan kepada daerah dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan status kesehatan masyarakat. Di samping itu, pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi menerima dana untuk kesehatan dari Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Fragmentasi Sistem Kesehatan
Ada hal menarik tentang sistem kesehatan. Akibat banyaknya sumber dana, terjadi fragmentasi sistem kesehatan di daerah. Beberapa hal yang menjadi penyebab fragmentasi, diantaranya:
- Adanya dua jalur besar dalam sistem pendanaan kesehatan yang tidak dikelola secara bersama. Jalur pertama menggunakan UU Kesehatan, UU Pemerintah Daerah, dan UU Rumah Sakit; sedangkan jalur kedua menggunakan UU SJSN dan UU BPJS.
- Data keuangan kegiatan pelayanan kesehatan yang dipergunakan oleh BPJS Kesehatan tidak dapat dianalisis di daerah; di level provinsi, kabupaten/ kota, dan kecamatan. Sifat manajemen data adalah sentralistik.
- Adanya sistem perencanaan, penganggaran, dan pertanggungjawaban pembiayaan kesehatan di daerah yang desentralistik.
- Tidak berjalannya perencanaan, monitoring dan evaluasi secara bersama antara aparat kesehatan dengan BPJS. Pembagian peran pun tidak jelas
Sebagai catatan: Perencanaan dan penganggaran di daerah melalui mekanisme APBD yang diawali dengan tahap analisis masalah, program, sasaran, target, dan kerangka pendanaan. Tanpa ada data BPJS dalam proses perencanaan di daerah maka terjadi potensi in-efektivitas dan in-efisiensi perencanaan kesehatan. Walaupun secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar, prinsip Good Governance tidak dijalankan dengan baik dalam kebijakan JKN. Dalam hal ini tidak ada tranparansi dan akuntabilitas berbagai keputusan dalam JKN yang sebenarnya dapat diperoleh dari data BPJSK. Akibatnya partisipasi berbagai stakeholder menjadi berkurang yang pada akhirnya akan berimplikasi pada fragmentasi sistem kesehatan yang dapat merugikan masyarakat.
Bagaimana prospek keterbukaan data BPJS di tahun 2018? Apakah Inpres no 8/2017 akan membantu?
Sistem yang dianut oleh BPJS dalam penggunaan data sampai tahun ke empat pelaksanaan masih belum sesuai dengan UU tentang informasi publik. UU No 14/ 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan menjadi sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya yang berakibat pada kepentingan publik.
- setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik (Pasal 2)
- menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik (Pasal 3)
Sistem data BPJS yang sentralistik mengakibatkan data tidak dapat diakses masyarakat bahkan pemerintah di daerah. Hal ini perlu diperbaiki.
Presiden menyadari adanya masalah dalam JKN sehingga menerbitkan sebuah instruksi. Melalui Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN; Presiden telah menginstruksikan beberapa Kementerian, Jaksa Agung, Direksi BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas pelayanan bagi peserta JKN. Instruksi ini berlaku sampai dengan akhir Desember 2018. Salahsatunya adalah mengenai penggunaan data BPJS dan peran pemerintah daerah dalam JKN. Adanya Inpres ini menjadi salahsatu harapan akan terjadinya penggunaan data BPJS di daerah untuk penguatan perencanaan kesehatan.
Latar belakang di atas menjadi isu utama yang akan dibahas dalam Seminar Outlook Pembiayaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM.
TUJUAN
- Membahas kemungkinan penggunaan data BPJS oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi dampak negatif fragmentasi sistem kesehatan.
- Mendiskusikan berbagai keputusan yang diharapkan terjadi dengan penguatan sistem perencanaan di daerah yang menggunakan data secara komprehensif;
- Melihat kemungkinan pelaksanaan Inpres no 8/2017 di tahun 2018 sebagai sebuah Outlook.
WAKTU & TEMPAT
Waktu : Selasa, 30 Januari 2018
Pukul : 12.00 – 15.00 WIB
Tempat : Granadi, Jakarta
PESERTA
- Kementerian PPN/ Bappenas, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat
- Kementerian Kesehatan, Sekretariat Jenderal
- Kementerian Kesehatan, Biro Perencanaan dan Anggaran
- Kementerian Kesehatan, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
- Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial
- Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran
- Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
- Badan Pusat Statistik, Deputi Bidang Statistik Sosial
- Kantor Staf Presiden
- Komisi IX DPR RI
- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Deputi Riset dan Pengembangan
- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Direktur Teknologi dan Informasi
- Universitas Indonesia, Prof dr. Ascobat Ghani,
- CHEPS
- USAID Indonesia
- UNICEF Indonesia
- UNFPA Indonesia
- World Bank Indonesia
- WHO Indonesia
- PKMK FKKMK UGM
JADWAL KEGIATAN
Acara ini dapat diakses melalui webinar secara gratis:
Registration URL: https://attendee.gotowebinar.com/register/117727297167932931
Webinar ID: 551-303-451
Selasa, 30 Januari 2018 | |
Jam | Kegiatan |
12.00 – 12.30 12.30 – 12.35 |
Makan siang Pembukaan oleh moderator |
12.35 – 13.00 |
Pengantar Outlook Sistem Kesehatan 2018: “Mencegah Fragmentasi sistem Kesehatan dengan penggunaan data yang lebih baik” Narasumber: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD |
13.00 – 14.30 |
Pembahasan dalam konteks Inpres 8/2017: Sesi 1: Pembahasan dalam perspektif daerah:
Sesi 2: Pembahasan dalam perspektif pusat
|
14.30 – 15.00 | Diskusi |
15.30 – 15.50 | Kesimpulan |
15.50 – 16.00 | Penutup |
KONTAK PERSON
Pendaftaran dapat dilakukan dengan menghubungi
Maria Lelyana Adelheid : 081329760006
mail :
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
atau
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.