PKMK – Adanya ketidakseimbangan (mismatch) dalam hal pemasukan dan pengeluaran pada pelaksanaan JKN tahun 2014 yang mencapai rasio klaim sebesar 103,88% mendorong BPJS Kesehatan dan DJSN untuk menaikkan iur premi bulanan. Sejumlah permasalahan di tahun awal penyelenggaraan JKN dinilai wajar oleh beberapa pakar karena sistem layanan berjenjang dan pola pembayaran berdasarkan paket diagnosa termasuk baru di Indonesia, terlebih dihadapkan dengan insurance effect yang masih banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Menurut Chazali H. Situmorang (Ketua DJSN), suntikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun di tahun 2015 bersifat sementara sehingga penyesuaian iur premi JKN sesuai dengan kebutuhan riil pembiayaan perlu dilakukan. Besaran kenaikan iuran PBI dan Non PBI masih dikaji oleh DJSN, BPJS Kesehatan, dan Kementerian Kesehatan. Di saat iuran PBI akan naik, permasalahan akses masih dirasakan beberapa peserta PBI di daerah yang ditandai dengan rendahnya tingkat utilisasi. Aspek pemerataan dan keadilan juga patut untuk diperhatikan sebagai bagian penyusunan kebijakan nantinya.
Ketua DJSN juga menyampaikan bahwa mengingat JKN adalah amanat UUD 1945 dan BPJS Kesehatan ditunjuk mandatory oleh pemerintah untuk mengelola JKN, maka kenaikan iur premi pada PBI tidak dapat menjadi beban fiskal pemerintah. Upaya perbaikan ketersediaan obat dan penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) menjadi sangat penting dalam mendukung perbaikan penyelenggaraan JKN. Berikut terlampir media internal resmi BPJS Kesehatan yang membahas mengenai pelaksanaan program JKN dalam pengantar mingguan ini.
AGAR BPJS Kesehatan Tidak Layu Sebelum Berkembang