A. Kebijakan pendanaan kesehatan di tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Gambaran umum alur Pendanaan (flow of fund) dan aliran keuangan (fund channeling) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah bagi program pemerintah di Indonesia masih menggunakan dasar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan. Selengkapnya alur dan alir pendanaan keuangan tersebut dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini. Undang-Undang tersebut menjelaskan dana yang ditransfer ke daerah terdiri dari dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana penyesuaian, dana hibah, dana darurat. Dana tersebut merupakan dana desentralisasi yang bersumber dari dana APBN yang ditransfer ke daerah dan menjadi bagian sumber pendapatan di APBD. Dana Perimbangan Keuangan terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).

Sumber: UU 17 Tahun 2003
Gambar 3. Alur Dana APBN Ke Daerah
Alur pendanaan kesehatan dari pemerintah pusat untuk pemerintah daerah dalam era desentralisasi secara umumjuga mengikuti dasar Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan. Sejak tahun 2014 dan tahun 2016 terjadi perubahan besar dalam alur pembiayaan kesehatan di Indonesia, yaitu implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (2014) dan peningkatan anggaran kesehatan 5 persen dengan peningkatan dana transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang penting untuk menjadi analisa penelitian ini adalah pengalihan beberapa kegiatan yang sebelumnya merupakan pendanaan Tugas Pembantuan, dialihkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik. Pengalihan DAK Non-Fisik ini merupakan transfer dana pusat ke daerah yang diberi tanda dengan alokasi khusus kepada kegiatan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Teknis (earmarked). Ada beberapa tantanganmenarik yang telah dihasilkan dari studi di lokasi penelitian terkait kebijakan ini:
- Program kesehatan masyarakat yang sejak tahun 2012 dikelola oleh Puskesmas bergantung pada alokasi dana BOK. Hal ini menunjukkan masih rendahnya peran pemerintah daerah untuk program kesehatan masyarakat. Pada saat ini BOK (selain Jampersal serta Akreditasi Puskesmas) telah dialihkan pendanaannya melalui DAK Non Fisik. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa dana untuk operasional Puskesmas menjadi kewenangan pemerintah daerah (karena DAK termasuk dalam APBD).
- Kebijakan penganggaran untuk pelayanan primer di Puskesmas melalui BOK, diluncurkan karena adanya kebutuhan untuk mendukung kegiatan promotif dan preventif kesehatan. Program BOK juga telah menjadi agenda nasional, namun sampai dengan dialihkan melalui aliran dana DAK Non Fisik, belum terlalu mempengaruhi kontribusi pemerintah daerah dalam program preventif dan promotif kesehatan. Sehingga, dana BOK didistribusikan melalui DAK Non-Fisik ke seluruh wilayah di Indonesia, di mana alokasinya tidak memperhitungkan kemampuan fiskal pemerintah provinsi dan kabupaten. Adanya DAK Non Fisik ini justru menimbulkan kontra-produktif pendanaan bagi APBD daerah dengan kapasitas fiskal sedang dan rendah. Pemerintah daerah justru cenderung menurunkan anggaran dari PAD atau DAU daerahnya untuk kesehatan.
- Penggunaan dana BOK melalui mekanisme DAK Non Fisik sudah sesuai dengan asas desentralisasi. Urusan kesehatan merupakan urusan wajib yang seharusnya menjadi tanggung-jawab daerah. Prinsip desentralisasi menyatakan bagi daerah yang tidak mampu pemerintah pusat wajib memberikan bantuannya, dan sebaliknya, bahwa daerah yang mampu harus berkontribusi lebih besar dalam hal urusan daerah termasuk kesehatan. Tetapi pada kenyaatan di lapangan, masih ada kendala dalam pengelolaannya karena DAK ini harus melalui penyusunan proposal ke pusat dan masih sebatas kepada pendanaan kegiatan yang telah ditentukan (earmarked).
Kemudahan dan simplifikasi alur dan alir pendanaan kesehatan, juga menjadi tantangan menarik dalam pendanaan kesehatan di Indonesia. Kompleksitas alur pendanaan dirasakan oleh pemerintah daerah, masih menjadi hambatan tersendiri. Dimana kesibukan untuk administrasi keuangan masing-masing model pendanaan, menjadi beban tersendiri bagi daerah.















