Outlook Kebijakan Pembiayaan di Tahun 2015
Pembiayaan Kesehatan Daerah dalam era JKN :
Apakah masih ada desentralisasi pemerintah daerah dalam pembiayaan kesehatan?
oleh:
Laksono Trisnantoro, M Faozi Kurniawan, Deni Harbianto, Budi Eko Siswoyo
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
Fakultas Kedokteran UGM
Pengantar:
Tahun 2014 merupakan tahun yang penting bagi sistem pemerintah di Indonesia. Pada tahun tersebut, terpilih Ir Joko Widodo sebagai presiden Republik Indonesia ke-7. Berbagai kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia segera dikeluarkan, termasuk kebijakan yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam sektor kesehatan. Hal ini tidak terlepas dari nama kabinet eksekutir program pemerintah Presiden Joko Widodo yang dinamakan Kabinet Kerja. Ulasan awal tahun ini memberikan analisis singkat situasi pembiayaan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional pada tahun 2014, untuk kemudian memberikan fokus dan tantangan kedepan, tahun 2015, kepada para pemangku kepentingan pembiayaan kesehatan, seperti BAPPENAS, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam-Negeri, BPJS Kesehatan, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten Kota, Donor serta Akademisi.
Transisi besar pembiayaan, dimana pembiayaan pusat semakin meningkat, menyebabkan menurunnya kontribusi pemda untuk kesehatan (Health Financial
Expenditure Bottleneck Study in Primary Care, CHPM, 2014)
Tabel Anggaran Kesehatan bersumber APBN Untuk Kesehatan 2009-2014
Apa yang telah terjadi di Tahun 2014?
Perubahan besar ini membawa dampak perubahan dalam pembangunan nasional tidak terkecuali sektor kesehatan. Perubahan besar yang terjadi di tahun 2014 antara lain;
- Perubahan struktur pendanaan kesehatan nasional pasca kebijakan pengurangan/pencabutan subsidi BBM. Tersedia dana 200-300 Triliun bagi pendanaan prioritas pembangunan nasional.
- Tantangan baru melalui penyaluran dana desa sebesar 600juta sampai dengan 1,4 miliar per desa per tahun dimana belum ada indikator kesehatan yang jelas didalam petunjuk teknisnya.
- Komitmen pendanaan bagi kesehatan dari daerah (APBD) yang semakin menurun (Alokasi JKN/KIS+DAK/BOK+ADD vs APBD).
- Isu Besar JKN: peningkatan cakupan; cakupan kepesertaan? cakupan pelayanan? Apakah terjadi penurunan biaya kesehatan oleh masyarakat? Serta bagaimana dampaknya terhadap pemerataan pelayanan kesehatan?
- Perubahan nama JKN menjadi Kartu Indonesia Sehat apakah identik dengan perubahan kebijakan JKN secara mendasar?
- Tantangan JKN menuju post-MDG 2015, terkait isu SDG (Sustainable Development Goal) serta tantangan untuk perbaikan pelayanan JKN terutama di daerah. Secara programatik belum terjadi sinkronisasi antara JKN dengan program kesehatan nasional. Fakta yang terjadi ialah terpaku pada bidang kuratif kesehatan.
Bagaimana kemungkinan di tahun 2015?
Tahun 2015 merupakan tahun tantangan berat bagi pembangunan kesehatan Indonesia. Pemerintah baru di bawah presiden Joko Widodo, mencanangkan sembilan program pemerintah melalui NAWACITA. Kabinet Kerja sebagai bentuk perwujudan tim eksekusi program pemerintah juga telah terbentuk. Kebijakan-kebijakan besar dalam rangka realokasi anggaran demi penghematan anggaran juga sudah dilakukan, salah satunya adalah penurunan dan bahkan pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Disisi kesehatan ada beberapa tantangan besar yang harus segera di jawab oleh pemerintah Indonesia, khususnya sektor kesehatan. Tantangan dari tahun 2014, yang segera perlu dijawab adalah;
- Potensi pendanaan APBN ke depan, terkait dengan pengurangan subsidi BBM. Saat ini tersedia celah fiskal sekitar 200-300 Triliun di APBN yang bisa digunakan sebagai “tambahan” alokasi dana peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor kesehatan sebagai sektor prioritas harus mampu memanfaatkan kondisi ini dengan perencanaan yang lebih tepat. Bappenas, Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kesehatan, serta Kementrian dibawah Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, menjadi focal point utama dalam realokasi pembiayaan ini.
- Perencanaan dan penganggaran di bidang kesehatan belum berhasil meningkatkan alokasi anggaran kesehatan daerah sesuai UU Kesehatan dan UU Pemerintah Daerah. Untuk menjawab tantangan tersebut bisa dimulai kembali pemetaan dan pemanfaatan potensi daerah-daerah dengan melihat fiscal capacity untuk lebih berkontribusi mandiri bagi pembangunan daerah di bidang kesehatan, dalam kerangka desentralisasi. Hal ini harus menjadi perhatian serius Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kesehatan, DPRD serta Pemerintah Daerah
- Implementasi JKN di era globalisasi (pasca-MDG 2015), serta munculnya tantangan untuk perbaikan pelayanan JKN terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.
- Penguatan BPJS Kesehatan sebaga lembaga pengelola Jaminan Kesehatan tunggal di Indonesia memerlukan pendampingan dalam hal kelembagaan, SDM, maupun sistem informasi. Terkait tantangan implemetasi JKN/KIS, perlu keterlibatan Bappenas, Kementrian Keuangan, Kementrian Kesehatan, BPJS Kesehatan, serta kerjasama antar Perguruan Tinggi.
Menghadapi tantangan tidak meratanya pelayanan kesehatan di tahun 2015, perlu diantisipasi beberapa usaha penting:
Antisipasi kemungkinan yang akan dihadapi Pemerintah Indonesia di tahun 2015 ini maka, perlu dilakukan beberapa usaha sebagai berikut;
- Mengkaji kembali proses perencanaan, penganggaran dan pembiayaan, serta mode pengelolaan dana untuk Sektor Kesehatan diberbagai tingkat pemerintah (Kemenkes, Kab/Kota, dan Provinsi) dalam rangka sinkronisasi berbagai macam model pengelolaan dana bagi sektor kesehatan
- Penguatan bimbingan teknis (Technical Assistance) untuk Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Bukti untuk semua program kesehatan. Antisipasi ini dilakukan untuk kembali memperkuat perencanaan dan penganggaran di lini depan dan tengah pemangku kepentingan sektor kesehatan (Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi)
- Melanjutkan kembali monitoring dan evaluasi JKN di tahun 2015 sebagai bentuk lanjutan kegiatan serupa pada tahun 2014. Dengan pengkinian data yang diperlukan serta perluasan kerjasama seperti yang telah diikuti oleh beberapa universitas di 12 provinsi dengan pengembangan ke provinsi lain serta universitas yang lain.
- Memperkuat sistem pembelajaran Blended Learning. Salah satu yang bisa dilakukan adalah pengembangan keilmuan untuk perencanaan dan penganggaran berbasis bukti melalui pembelajaran kombinasi tatap-muka dan jarak jauh (Blended Learing), dengan harapan memangkas waktu fasilitasi dan biaya. Model ini dirasakan lebih efisien untuk model wilayah besar seperti Indonesia dan menghemat waktu dan mempercepat penyampaian informasi. Kegiatan pelatihan atau Blended Learning yang dirasakan perlu adalah untuk Perencanaan dan Penganggaran serta terkait BPJS Kesehatan
- Pengembangan kelimuan berbasis website untuk media pembelajaran yang lebih luas dan cepat.
Harapan di tahun 2015, kedepan secara jangka pendek adalah kembalinya penguatan model perencanaan dan penganggaran di lini depan pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota). Tujuannya adalah untuk peningkatan kemampuan advokasi dinas kesehatan kepada Pemda dalam rangka peningkatan kontribusi pendanaan sektor kesehatan pemerinta daerah dalam rangka desentralisasi kesehatan, terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Secara jangka panjang, memberikan arah perencanaan dan pembangunan yang jelas kewenangan, berkesinambungan dan terintegrasi antara pusat (lintas program) dan daerah (lintas pemerintah dan lintas sektor), serta terjadi sinkronisasi berbagai model pendanaan dan pembiayaan (melalui program dan jaminan sosial kesehatan), agar dapat menuju Indonesia sehat yang lebih Hebat sesuai dengan program pemerintahan presiden Joko Widodo, NAWACITA.